Haidar pov
Malem ini gue beserta keluarga lagi ada di rumah saudara. Kak Keila anak dari om gue habis di lamar. Gue dan sekeluarga memang sengaja di undang kesana. Apalagi kakak gue yang umurnya dua tahun di atas gue tadi siang habis pulang dari Bandung. Dia kuliah disana, tapi sekarang lagi masa libur jadi dia habiskan masa libur nya untuk pulang ke rumah.
Acara lamaran telah selesai. Gue, sekeluarga pun berniat untuk pulang. Gue sendiri, kakak, adik, ibu dan ayah berniat ingin pamit pulang ke keluarga om Rudi.
"Cieee.. yang mau nikah nih bentar lagi" kakak gue masih aja doyan ngeledek orang. Semua orang yang di sana kecuali gue tertawa renyah. Terlebih kak Keila hanya diam dan tersipu malu dengan ledekan kakak gue. Disitu masih ada calon suaminya yang kebetulan juga ada di samping kak Keila.
"Jangan berduaan mulu, belom hahal kalian. Nanti aja kalo udah halal. Kalian bebas deh mau ngapain aja" ucap kak Rasya lirih. Kak Keila dan calon suaminya hanya tersenyum malu akibat ucapan kakak barusan.
"Terus kakak kapan? Kak Keila aja udah mau ada yang punya tuh" kali ini giliran gue yang ngeledek kakak sendiri. Sekali-kali gue ngerjain kakak sendiri. Lagi pula dia juga sering ganggu gue.
Kak Rasya mendengus dan menatap jengkel kearah gue. Gue terkekeh geli. Gue juga ngga peduli dengan dia yang nantinya akan marah ke gue. Orang dia juga sering jail kok sama gue. Gue memeletkan lidah ke arah kakak, kebetulan dia juga masih menatap gue dengan tatapan tak sukanya. Apalagi dengan bibirnya yang di majukan sedikit. Dia merajuk.
"Jadi, kakak kapan?" Tanyaku lagi, yang sebenarnya aku hanya meledeknya saja. Aku tertawa. Kak Keila yang masih ada disana juga diam-diam ikut tertawa.
"Ayah, Ibu itu adek jahat sama kakak"
Dan, ya jika sudah tidak tahu berbuat apa lagi, kak Rasya mengadu pada ayah dan ibu. Dasar tidak ingat umur.
"Sudah-sudah. Kalian berdua ya, jangan mulai deh. Malu sama keluarganya om Rudi" lerai ibu yang selalunya ketika meributkan hal kecil semacam ini pasti orang yang pertama melerai adalah dia.
"Ya sudah semuanya, kami pamit pulang. Assalamu'alaikum" kali ini ayah gue yang bicara dan pamit kepada mereka semua. Semua orang menjawab salam kami. Tak lupa kami semua saling berjabat tangan. Setelah itu, Kami langsung menuju mobil yang terpakir di halaman rumah. Halaman rumah om Rudi memang cukup terbilang luas. Bahkan lima mobil pun cukup jika untuk berpakir.
Gue memilih duduk di depan, menemani ayah yang menyetir. Sedangkan ibu beserta kak Sya dan Aina duduk di belakang dengan Aina yang duduk di antara mereka.
Mobil yang kita tumpangi pun melesat pergi menuju jalan raya. Suasana hening menyelemuti. Kami semua berada di pikirannya masing-masing. Kalau gue sejak awal mobil ini gerak gue hanya melihat pemandangan malam lewat kaca.
"Haidar, kamu udah mau kelas 12 lho, mau lanjut atau mau kerja?" Tanya ayah gue yang memecah keheningan yang sempat melanda.
Gue yang sadari tadi hanya melihati pemandangan malam lewat jendela langsung menoleh kearah ayah.
"Haidar masih mikirin, yah. Haidar masih bingung mau gimana setelah Haidar lulus sekolah" jawab gue seadanya. Memang benar adanya, gue akhir-akhir ini juga sedang memikirkan hal itu.
"Asal sih, jangan langsung nikah aja. Lulus langsung nikah. Mending lanjut sekolah atau engga kerja buat modal nikah, hahaha" gue mendengus ketika tau kak Sya juga ikut nimbrung obrolan gue sama ayah. Tapi, kenapa juga dia ngomongin nikah sih? Gue masih muda dan perjalanan gue masih panjang juga kali.
"Husss, ngga boleh gitu. Kok kakak jadi ngomongin nikah sih? Udah ada calon ya?" sambung Ibu gue diakhiri dengan kekehan kecil. Walaupun niat Ibu hanya meledek ke anak perempuannya yang pertama. Namun, kak Sya menganggap serius ucapan Ibunya. Sehingga dia menjadi salah tingkah. Gue yang melihat itu hanya bisa menahan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEENA (Completed)
Teen Fiction"Lo itu bagaikan permen yang masih di bungkus rapi dan belum tersentuh oleh serangga, berbeda dengan permen yang sudah di buka bungkusanya. Mereka para serangga atau lebih tepatnya semut akan mendekatinya dengan banyaknya mereka. Jadi, intinya lo it...