S e b e l a s - Ungkapan tiba-tiba

25 9 4
                                    

Tekan ⭐ jika ngga mau ninggalin jejak berupa komen😂

🔥🔥🔥

Beena pov

Gue bersama sahabat-sahabat gue melangkahkan kaki menuju kantin. Kebetulan memang sedang waktu istirahat. Sepanjang koridor sekolah ramai oleh murid-murid yang sedang menonton pertandingan basket. Gue sempet lihat sebentar ke arah lapangan basket. Disana ada kak Haidar dan kawan-kawannya yang sedang berjuang memenangkan pertandingan.

"Rame banget ya, aduh kak Haidar makin tambah ganteng deh!" celetuk Keira yang kebetulan juga sedang memperhatikan ke arah lapangan. Gue hanya menyunggingkan senyum mendengar penuturan sahabat gue.

"Kei, jangan mandang lama-lama gitu nanti ada yang marah tuh!" Gue hanya diem aja, pandangan juga masih focus ke arah sana. Namun gue denger jika mereka ketawa ngga jelas. Gue rasa mereka ngetawain gue. Langsung aja gue noleh ke arah mereka dengan pandangan bertanya.

"Kenapa kalian? Ketawa ngga jelas kaya gitu!" ujar gue pada mereka.

"Lagian tadi lo ngeliatinya serius gitu, kita yang disini di diemin, ya nggak guys?" Aisya meminta persetujuan pada Keira dan Neisya. Mereka pun mengangguk menginyakan ucapan Aisya barusan.

"Beena, lihat disana ada kak Leandra dia ngeliatin lo dari tadi" bisik Neisya yang kebetulan ada di deket gue. Gue langsung melihat ke arah yang di tunjukkan Neisya. Dan benar adanya bahwa kak Leandra sedang natap ke arah gue, mungkin sejak gue ngeliatin kak Haidar. Gue liat dia lihat gue dengan tatapan tak bersahabat.

Astaghfirullohal'adzim, kenapa kak Leandra masih kaya gitu sama gue?

"Guys, mending kita cepet-cepet ke kantin aja" usul Keira. Gue dan yang lainnya mengangguk patuh dan langsung mempercepat jalannya.

.
.

"Tadi kak Leandra kayaknya ngga suka gitu ya?"

"Gue tebak nih, dia ngeliatin lo semenjak lo memperhatiin kak Haidar deh!"

"Udahlah, jangan ngomongin orang. Ngga baik tau" lerai gue di iringi anggukan dari Aisya yang memang sedari tadi hanya diam menyimak seperti gue. 

"Nih ya guys, ngga terasa ya kita udah mau kelas 11" ucap gue sambil makan jajanan yang memang awal kita sampai kantin kita beli terlebih dahulu sebelum menuju bangku yang masih kosong.

"Semoga kita tetep sekelas. Gue ngga mau jika kita beda kelas" sambung Keira. Gue juga penginnya gitu, gue pengin berempat terus bareng sampai nanti lulus. Gue ngga mau pisah sama mereka. Bagi gue, mereka adalah sahabat yang paling gue sayang.

"Kalo misalkan kita bareng lagi, duduknya kaya biasa apa di ubah nih?" Celetuk Neisya. Keira mengangguk sambil tangannya mengambil keripik di dalam bungkusan.

"Entah" jawab gue seadanya.

"Kalo di ubah, gue pengin duduk sama lo Aisya" ujar Keira dengan girang.

"Apa sih main rebut aja! Mending lo sama gue aja, ya Sya. Gue pengin banget duduk sama lo tau" semprot Neisya. Gue menghela nafas dan berusaha untuk tersenyum. Kenyataannya gue bukan termasuk pilihan mereka. Gue seketika merasa hancur. Salah ngga sih kalo gue cemburu? Salah ngga sih kalo gue marah sama mereka? Gue disana seperti nggak dianggap. Selama ini gue hanya memendam perasaan itu.

Gue coba buat nyeritain unek-unek gue selama ini, namun disini lain gue ngga mau dan ngga siap sama reaksi mereka, gue gak mau setelah cerita mereka mandang gue kasihan dan jadi temenan karena kasihan. Tapi disisi lain juga gue capek dengan semua ini.

Yang bisa gue lakuin adalah gue pendam semua unek-unek gue. Dan berusaha tersenyum dengan keadaan yang ada.

Gue menatap mereka satu persatu. Dan berusaha untuk tersenyum walau hati gue jelas dalam keadaan ngga baik.

"Udah-udah, jangan ribut. Kita habisin makanannya. Ngga baik lho makan sambil ngomong" lerai gue kepada mereka.

"Iya Beena, makasih udah ngingetin kita" ucap Keira akhirnya. Yang tadinya memperdebatkan mengenai temen sebangku akhirnya mereka tidak lagi. Dan semuanya kembali menikmati makanan masing-masing.

.
.

Kini gue balik ke kelas hanya berduaan doang, gue sama Aisya. Sedangkan Keira dan Neisya memisahkan diri katanya ingin pergi ke toilet terlebih dahulu.

Sepanjang perjalanan gue sama Aisya asyik di pikiran masing-masing sehingga ngga ngobrol sama sekali. Gue lihat ke arah lapangan basket kak Haidar sama teman-temannya sudah menyelesaikan pertandingan. Dan gue liat juga disana ada kak Leandra yang sedang memberikan botol minum ke kak Haidar.

Langkah gue menjadi terhenti, begitu pun dengan Aisya. Kedua mata gue masih mengarah ke lapangan.

"Kenapa lo berhenti? kelas kita masih jauh kali, Na" ujar Aisya pada gue. Gue langsung mengangguk kecil dan menoleh kearah nya. Lalu, gue ubah pandangan gue ke arah lapangan kembali. Berniat untuk memberi tahu alasan kenapa gue berhenti.

Masih ada kak Leandra disana. Namun, kali ini dia terlihat ingin membersihkan keringan yang ada di dahi kak Haidar dengan sapu tangan yang dibawa nya.

"Kak Leandra berani banget ya disana. Mana banyak yang ngeliatin mereka berdua lagi" ujar Aisya pelan. Kepala gue perlahan mengangguk. Memang benar kenyataannya.

Gue jadi inget tentang perkataan kak Leandra tempo lalu. Mungkin omongan dia benar, bahwa gue hanyalah seorang PHO diantara mereka berdua. Bahkan yang gue tahu tentang mereka adalah sudah saling mengenal dan bahkan dikabarkan dekat. Banyak yang bilang bahwa kak Haidar dan kak Leandra memang cocok. Berbeda dengan gue. Gue hanyalah sosok yang belum lama ini mengenal kak Haidar. Dibandingkan dengan kak Leandra bahkan dia sudah lebih dulu mengenal pemuda itu.

Gue menatap sendu kearah mereka berdua. Gue lihat kak Haidar terlihat risi dengan perlakuan kak Leandra. Apalagi gue dengar percakapan mereka yang membuat perasaan gue agak buruk.

"Haidar, gue harap lo pertimbangin ucapan gue. Gue suka sama lo!. Kita deket udah lama dan gue selama ini selalu pendam perasaan ini. Dan hari ini gue berani mengungkapnya sama lo. Lo tau? akhir-akhir ini lo terlihat ngejauh dari gue. Beena udah ngebuat lo jauh dari gue ya 'kan?! Gue mau lo jadi pacar gue!"

Gue terkejut dan langsung menjauh dari sana. Aisya pun mengikuti gue dari belakang. Dan berusaha mensejajarkan langkah nya di samping gue.

"Lo ngga papa kan, Na?" Tanya dia.

Gue menoleh kearah dia, dan berusaha untuk menampakkan senyum. Kepala gue menggeleng pelan.

"Kenapa apa apanya? Emang gue kenapa?" tanyaku berusaha menutupi apa yang terjadi.

"Tentang ucapan kak Leandra tadi" jawab Aisya hati-hati.

Gue berusaha terkekeh kecil. Dan menghentikan langkah kaki. Begitu pun juga Aisya.

"Apa sih? Gue harus marah gitu? Gue ngga berhak kali, Sya. Udah yuk kita ke kelas. Bel mau bunyi sebentar lagi" Aisya tersenyum kikuk dan mengangguk. Niat gue mau lanjut jalan, seseorang teriak nama gue. Alhasil gue langsung noleh kearah sumber suara. Terlihat kak Haidar berlari kecil menghampiri gue.

"Beena!" Panggilnya lagi setelah sampai di hadapan gue.

"Ada apa kak? Lo manggil gue?" Dahi gue berkerut. Aisya di samping gue hanya diam dan menyimak.

"Gue tau lo tadi ada disana, gue tau lo tadi denger ucapan Leandra. Tapi, lupain aja ucapannya. Ucapan dia ngga penting"

Gue sedikit terkejut, ternyata kak Haidar tau gue tadi ada disana. Gue menoleh kearah Aisya dan Aisya pun juga menoleh kearah gue. Aisya kemudian mengangkat bahunya.

Gue menghela nafas. Aisya sama sekali ngga membantu gue harus memberi respon apa mengenai ucapan kak Haidar barusan.

"Jadi, lo ngehampirin gue cuma mau ngomong itu, kak? Lucu banget" ucap gue di akhiri dengan tawa yang dibuat-buat.

Kak Haidar terlihat menggaruk-nggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Gue takut lo marah" ucap Haidar dengan tersenyum kikuk. Gue mencoba tertawa pelan.

"Ya kali gue marah, gue ngga berhak" sahut gue. Walau sebenernya itu bukan jawaban yang tepat mengenai perasaan gue yang sekarang.

"Ya udah kak, gue mau ke kelas. Assalamu'alaikum" pamit gue dan langsung menarik tangan Aisya. Kami berdua meninggalkan Haidar yang masih berdiri disana.

BEENA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang