Bunyi bel istirahat membuyarkan lamunan Lecy, dengan cepat Lecy memasukkan semua barangnya ke dalam tas dan menghampiri meja Hazel. Duduk di depannya dan menghadap ke Hazel sambil bertopang dagu. Hazel dengan santainya merapikan barang yang ada di atas meja.
"So?!" tanya Lecy
"So, apa?" jawab Hazel sambil memasukkan buku-buku yang sudah ditumpuknya dengan rapi terlebih dahulu.
"Mau, kan? Demi aku? Pleease," ujar Lecy memelas sambil mengedip-ngedipkan matanya.
"Hah? Mang kamu siapa? Sampai aku harus mengorbankan kenyamananku demi kamu?" balas Hazel dengan tampang kesal.
"Aku sahabat kamu, kan?" sambung Lecy tersenyum manis sekali. Berharap Hazel menunjukkan sedikit senyuman malaikatnya pada Lecy.
Tapi, Hazel makin kesal dibuatnya, "Lecy, denger ya, sahabat itu nggak akan ngejerumusin sahabatnya sendiri, nggak akan nyemplungin sahabatnya ke dalam laut kalau dia nggak bisa berenang?"
"Lha, tapi kamu kan bisa nyanyi," balas Lecy lagi kebingungan.
"Kan aku sudah bilang, suara aku tuh sekarang nggak bisa dipaksa, aku sudah periksa ke dokter dan memang nggak bisa dibuat nyanyi lagi. Atau... kamu mau ya aku mati cepet?"
Lecy terkejut mendengar ungkapan kata-kata Hazel. Hazel paling tidak suka berbicara tentang kematian. Dan sekarang, dia melakukannya. Dulu saat Lecy berkata seperti itu, Hazel membentaknya, "Kamu jadi orang nggak berterima kasih banget, sih. Kamu coba bayangin orang-orang yang berusaha hidup melawan penyakit mereka. Hari demi hari mereka ingin satu hari saja untuk mereka bisa menghirup udara kehidupan, sedangkan kamu yang sudah dikasih kesehatan sama Tuhan, malah ingin mengakhirinya. Kayaknya kalau kamu punya pemikiran seperti itu, aku juga nggak mau menjadi temen kamu deh." Sejak saat itu, Lecy tahu, pemikiran tentang kematian, pemikiran tentang bunuh diri, tidak ada dalam kamus Hazel. Hidup adalah perjuangan, Lecy diingatkan lagi tentang prinsip berjuang sang Mama, dan sejak saat itu, Lecy ingin menjadi sumber kekuatan kehidupan bagi sang Mama.
"Hazel, aku... aku nggak bermaksud kayak gitu, aku hanya..." Gadis itu tergagap saat Hazel berkata demikian.
"Ah, sudahlah Lecy, aku tahu maksudmu, kamu mau supaya aku bisa bernyanyi lagi sama kayak dulu kan? Kamu mau aku lebih bersemangat kayak waktu SMP kan?" ucap Hazel memandang sahabatnya yang tertunduk sekarang.
Lecy mengangguk lemah. Hazel tersenyum sambil mengacak pelan rambut Lecy sambil berkata, "Itu sudah tak bisa lagi kulakukan sobat, keinginan untuk bernyanyi itu harus aku pendam agar aku bisa hidup lebih lama lagi."
"Apa maksudmu Hazel? Memang kamu sakit apa sekarang ini? kamu terlihat sehat kok," ujar Lecy bingung.
Hazel tersenyum, "Iya aku sehat sekarang. Jangan sampai aku sakit, amit-amit deh." Katanya sambil mengetuk meja dihadapannya. Laki-laki itu berdiri kemudian melanjutkan perkataannya, "Yuk ke kantin. Lapar nih."
Lecy pun dengan semangat mengangguk dan berjalan mengikuti sahabatnya itu.
Sambil menegak tetesan terakhir dari es campur di hadapannya, Lecy menghela napas lega, "Emang nggak pernah mengecewakan ya ini es campur si Bibi Asoy...."
Hazel tertawa, "Sembarangan aja kamu manggil Bibi Asoy, namanya kan bukan itu, Cy."
"Ah, nggak apa-apa," sambung Lecy sambil menoleh ke sang Bibi yang kebetulan melihatnya. "Bener kan, Bi Soy?" setengah berteriak Lecy mengacungkan jempolnya kepada si Bibi penjual es campur tersebut.
"Eh, iya asoy, Bi Soy, cisoy..." balas si Bibi latah sambil menutup mulutnya, yang disambut dengan cekikikan teman-teman Lecy di sekitar sang Bibi.
"Haha, Lecy, nggak boleh ah ngerjain orang tua. Maaf ya, Bi," ujar Hazel sambil melambaikan tangan ke arah sang Bibi.
Bibi membalas lambaian hazel dengan latahnya, "Eh, iya nggak apa-apa Mas Ganteng, Bibi juga mau dong punya suami ganteng kayak Mas, eh," kata si Bibi lagi sambil memukul mulutnya pelan.
Ungkapan Bibi membuat kantin makin heboh. Baik laki-laki maupun perempuan tertawa mendengar hal itu. Mereka langsung mengarahkan pandangan mereka ke Hazel. Senyuman Hazel dan matanya yang menyipit akibat senyuman itu rupanya mempesona beberapa teman yang tidak memperhatikan Hazel sebelumnya. Lecy melihat gelagat mencurigakan, pandangan mata yang tidak disukainya mulai membuat perasaannya sebagai seorang wanita terusik. "Gawat nih, gara-gara gue, Hazel bakalan nggak bisa jadi temen deket gue lagi nih. Hadeh, Lecy, Lecy bodoh nian kau ini e..." katanya dalam hati sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Napa, Cy? Gatel kepala kamu? Nggak keramas ya?" tanya Hazel polos setelah menghentikan senyuman sekilasnya itu. Wajahnya kembali datar bagaikan porselen.
"Yee! kamu kali yang nggak keramas seminggu," balas Lecy padanya.
"Kok tahu sih?" Hazel tergelak mendengar sanggahan cewek di hadapannya saat ini.
"Wew, boong dikit kek! Yuk, ke kelas," ajak Lecy sambil sedikit menarik lengan sahabatnya itu.
"OK," Hazel tersenyum tipis melihat Lecy yang lagi-lagi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Pandangan mata menyelidik serasa mengikuti Lecy sampai ke kelas. Belum lagi sampai dengan aman di kelas, ada langkah kaki yang dengan cepat menghalangi keduanya.

YOU ARE READING
LOVELY LECY
Genç KurguAku tak memerlukan keluarga yang sempurna. Tak memerlukan kehidupan yang sempurna. Aku hanya perlu bahagia dengan beberapa teman yang mencintaiku apa adanya. Lecy mulai merasa nyaman dengan diri dan lingkungannya yang tidak sempurna saat ini. Bersam...