Lovely Lecy~Part 5

87 14 6
                                    


Lecy berlari dengan cepat menuju ke rumah yang pagarnya sudah terbuka lebar. Pintu rumah pun tak tertutup dengan rapat. Terdengar lagi suara pertengkaran dari dalam kamar. Hazel berlari menyusul Lecy.

"Papa! Ngapain Papa pulang?" tanya gadis itu menatap sang Ayah tajam.

Papa? Om Dani? Bukannya Om Dani sudah nggak tinggal di rumah ini lagi? Hazel melangkah masuk ke rumah dengan berbagai pertanyaan muncul di benaknya. 

Rupanya Lecy pun tak mengetahui mengapa sang Ayah pulang lagi ke rumah. Karena gadis itu melihat adu mulut yang biasa dilakukan oleh kedua orang tuanya. mereka membalikkan badan. Menemukan Lecy sedang menatap mereka dengan berbagai perasaan yang berkecamuk dalam hatinya saat ini. Marah, kesal, capek sama Papa, kasihan melihat sang Mama sepertinya terus meladeni Papa, dan lain sebagainya. Entah apa yang dapat dilakukan Lecy agar keduanya tak melakukan kebiasaan mereka saat bertemu.

"Lecy, anak Papa. Papa kangen sama kamu Lecy," ujar Dani, sang Ayah yang tersenyum sambil merentangkan tangan ingin memeluk anak tunggalnya itu.

Lecy menepis tangan sang Papa sambil berkata, "Jawab dulu, Pa, Papa ngapain balik lagi ke rumah?"

Sambil menghela napas panjang, Papa menjawab, "Lecy, Papa hanya mengambil barang Papa yang tersisa, kamu tahu kan kalau Papa dan Mama sudah tidak bisa bersama-sama lagi. Ada alasan yang kami tidak bisa beritahukan kepadamu, Nak."

Pak Dani kemudian memandang Hazel dan melanjutkan, "Hazel, maafkan Om Dani, ya. Kamu sampai harus melihat semuanya ini."

Hazel menggeleng dan mengangguk. Ia bingung harus berkata apa.

Mama menimpali, "Lecy, biarkan papamu pergi dari kehidupan kita. Kita sanggup hidup berdua. Meski, meski... Mama masih tak percaya dengan semua hal ini," sambung Mama sambil terisak.

Pak Dani menoleh ke sang Istri. Ia menggelengkan kepalanya perlahan seperti berkata untuk tidak berkata lebih lanjut mengenai masalah yang mereka alami.

Ada bunyi mobil menderum keras dan mengklakson berkali-kali.

Lecy berbalik arah dengan geram dan keluar pagar yang masih terbentang lebar itu. mengetuk jendela mobil Mercedez Benz yang berhenti tepat di depan rumahnya. Kaca mobil perlahan turun terbuka di hadapan Lecy.

"Lecy, kamu sudah besar ya sekarang, cantik sekali kamu..." kata seorang perempuan setengah baya yang terlihat dari dalam mobil. Tersenyum lembut kepadanya.

"Tante! Semua ini gara-gara Tante Tuti, ya, ternyata? Jadi Tante yang..." sembur gadis itu.

"Lecy! Cukup," ujar Papa keras dari dalam. Wajah tegang Papa mengisyaratkan Lecy untuk tidak meneruskan perkataannya. Dengan cepat papa Lecy mendekati gadis itu sambil membawa tas yang sedari tadi dipegangnya. Meletakkan tasnya dan memandang anak semata wayangnya itu dengan tajam.

Sudut mata Lecy melihat Papa mengayunkan tangan kanannya. Dengan cepat Lecy mundur satu langkah dan memejamkan matanya. Meski Lecy bersikap menentang ayahnya, Namun Lecy masih saja gentar dengan gerakan apa pun yang ayahnya lakukan. Trauma pertengkaran yang dialami olehnya saat kedua orang tuanya masih bersama masih membuat gadis itu gentar.

Masih jelas di ingatan Lecy saat Papa dan Mama saling berteriak di rumah. Lecy yang mendekam di dalam kamar sudah tidak tahan lagi. dia ingin menghentikan keduanya saling berteriak di dalam rumah.

Sesaat setelah Lecy membuka pintu, ada suara seperti piring terbang di hadapannya.

Lecy membelalakkan matanya yang bulat itu dan berdiri mematung. Vas bunga keramik yang tepat berada di samping kamar tidurnya pecah berantakan. Padahal vas itu tinggi dan berat. Perlahan Lecy melihat ke pisau daging yang tertancap di dinding rumahnya yang berwarna putih gading itu. Ia bergetar dan mundur beberapa langkah. Mama dan Papa kaget melihat anak semata wayangnya itu jatuh terduduk dengan wajah terlihat ketakutan. Karena itu, keduanya menghentikan pertengkaran mereka sejenak. Papa dan Mama tidak menyangka Lecy akan keluar dari kamar. Selama ini, Lecy selalu mengurung diri dalam kamar. Bahkan saat Papa dan Mama hanya adu mulut ringan di meja makan.

Buru-buru keduanya mendatangi Lecy dan melihat dengan kuatir, Apakah anak yang mereka sayangi itu terluka? Mereka mendesah lega saat mereka melihat Lecy tidak terluka sedikit pun. Namun, keterkejutan yang dialami akibat keramik pecah dan sebilah pisau yang tertancap di dinding itu menimbulkan perasaan buruk yang sangat membekas.

Lecy hanya mengatakan hal ini pada Hazel. Menceritakan semua ketakutannya dengan bergetar saat mereka mengadakan perkemahan di alam terbuka untuk perpisahan kelas IX tahun lalu. Hazel tahu benar ketakutan dan penderitaan Lecy saat menceritakan semua yang telah dipendamnya lebih lama dari perkiraan Hazel selama ini. Bahkan keinginan-keinginannya untuk meninggalkan dunia ini lebih cepat dari seharusnya terungkap semua saat itu.    

LOVELY LECYWhere stories live. Discover now