Lovely Lecy ~ Part 9

65 13 1
                                    


Malam itu, Lecy kembali ke kamar tamu yang Mama dan dirinya tempati. Wajahnya kemerahan dan napasnya terengah-engah setelah becanda dengan Hazel di ruang tamu. Lecy langsung memeluk sang Ibu. Wajah Mama sudah lebih segar sekarang. Mama tersenyum melihat gadis yang sudah beranjak dewasa itu masih dengan manja memeluk dirinya dari belakang. Sambil memeluk balik, Mama perlahan menjauhkan Lecy dan memegang lengan si Anak. Menatapnya serius saat ini.

"Lecy," ujar Mama.

"Ya, ada apa, Ma?" Lecy menelengkan kepalanya sedikit, bingung dengan sikap Mama.

Mama tersenyum kepadanya sambil berkata, "Mama mau pulang besok, Lecy. Kita sudah terlalu lama merepotkan keluarga Hazel, Nak."

"Ok, Ma, Lecy selalu siap kok nemenin Mama," balas gadis itu sambil tersenyum lebar.

"Ada satu lagi, Nak, ehm." Sirat keraguan di mata Mama membuat tanda tanya besar dalam hati Lecy.

"Ehm, kenapa, Ma?" Gadis itu bingung dengan reaksi Mama. "Apa, Ma? Mama bisa bilang apa pun sama Lecy kok, Ma. Lecy kan udah gede sekarang," lanjut gadis itu.

kebimbangan masih tergambar dengan jelas di raut wajah sang Ibu.

"Gini, Leticya, Mama sudah berbicara dengan Papa, dan, ehm~ kami sepakat kalo kamu, setiap hari Jumat, menginap di rumah Papa ya, Nak?"

Mata Lecy membelalak kaget, sang Ibu menggigit bibirnya menanti tanggapan sang Anak dengan kuatir.

"Mama tahu, Lecy tidak akan senang dengan keputusan yang Mama dan Papa ambil. Tapi, itu kesepakatan yang telah Mama buat, Nak. Kamu harus tahu dalam hal ini, Mama dan Papa sama bersalahnya, bukan hanya Papa yang salah," ucap Mama lagi. 

Inilah satu-satunya cara yang bisa Mama lakukan untuk meluruskan persepsi Lecy mengenai sang Ayah. Lecy harus mengerti bahwa ini keputusan yang kami ambil berdua. Keputusan untuk berpisah dan menjalani kehidupannya masing-masing. Ini lebih baik, daripada Lecy menjadi korban pertengkaran mereka berdua. Perlahan mereka ingin menjelaskan hal ini kepada Lecy.

"NGGAK. Lecy nggak sudi satu rumah dengan pengkhianat itu, Ma," ujar Lecy.

"LECY! Jangan seperti itu, Papa kan juga orang tua kamu!" bentak Mama.

"Mama kok belain Dia sih sekarang!" balas gadis itu kesal.

"Lecy! Jangan kurang ajar ya, panggil Papa, bukan Dia!" seru Mama.

"NGGAK!" Kemarahan Lecy memuncak saat ini. Mama ini aneh! Sudah jelas-jelas Papa suka bertengkar dengan Mama. Bisa-bisanya Mama nyuruh aku serumah ama Papa! Nggak sudi aku satu rumah dengannya. Hati gadis itu panas sekarang.

PLAAKKK!!

Tamparan pelak Mama membuat tanda merah di pipi sebelah kiri Lecy. Mata Lecy membelalak tak percaya. Gadis itu mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Tak terasa, air mata Lecy telah keluar membasahi tangannya yang menahan rasa sakit di pipi saat ini.

Tangan Mama terulur. Nampak sekali rasa kaget juga menguasai diri Mama. Dengan bergetar, diraihnya wajah sang Anak. Seakan memohon, untuk jangan menjauh dari genggamannya.

Lecy melangkah mundur, sampai tak lagi bisa ke mana-mana karena dinding dan pintu tertutup menghalangi langkahnya untuk berbalik dan lari. Lecy tak sanggup meninggalkan sang Mama yang akan terluka saat dirinya memutuskan untuk pergi menghilang. Di sisi yang lain, Lecy tak menyangka, Mama yang sangat dikasihinya ini sanggup menamparnya, bahkan sampai berbekas seperti ini, berbekas sampai ke dalam hatinya. Gadis itu hanya bisa tertunduk di pojokan dinding sambil memeluk kakinya sendiri. Wajahnya tertunduk. Tak mau dilihat oleh siapa pun. Benaknya mencari ritme musik yang biasa didengarkannya saat menenangkan dirinya. Mama berusaha menyentuh anak semata wayangnya itu.

"Ma, tolong! Biarkan aku sendiri dulu," ujarnya sambil masih menundukkan kepalanya. Lecy memerlukan ketenangan yang hanya ia dapatkan melalui musik yang mengisi harinya dulu. Namun, di ruangan sempit ini. hanya itulah yang bisa dilakukan Lecy agar dirinya tidak melihat sosok Mama dengan mencoba berkonsentrasi mengingat rangkaian nada yang disenandungkannya dalam diam.

Mama mengangguk sedih tanpa Lecy lihat dan beranjak dari tempatnya berjongkok di dekat anak gadisnya itu.

Malam itu Mama dan Lecy tidur saling membelakangi satu sama lainnya.

Terakhir, sebelum matanya tertutup, Lecy sempat bilang, "Ma, besok pulang sekolah aja ya, kita pulang sama-sama,"

Lecy mengharapkan balasan dari Mama, dan Mama sepertinya masih terlihat kecewa, entah kecewa pada dirinya sendiri atau pada Lecy. Sang Mama hanya menjawab dengan kata "Ya." Terdengar lelah di telinga Lecy. Malam itu ditahannya air mata yang sempat mengucur beberapa saat. Lecy tak mau Mama tahu mengenai hal ini. Lecy sedih membuat Mama kembali memikirkan perasaan Lecy saat ini. Pertentangan dalam hatinya membuat Lecy menangis. Ya, Lecy memang anak yang cengeng, sama seperti Mama. "Maafkan Lecy, Ma. Lecy tidak akan pernah menolak permintaan mama lagi. Jumat nanti, Lecy akan ke rumah papa. Lecy nurut kok, Ma."

Setelah hari yang melelahkan itu lewat, tanpa terasa hari Jumat pun datang. Lecy sudah kembali ke rumahnya sekarang. Setiap pagi Hazel masih menjemput Lecy. Keadaan Mama sudah lebih baik sekarang ini.

"Hazel, nanti anterin aku ke rumah Papa ya," kata Lecy. Mulut tertekuk dan dahi berkerut menunjukkan kemalasan yang terpampang nyata di wajah Lecy.

Hazel mengangguk tanda mengerti. Lecy menelengkan wajahnya. Melihat reaksi Hazel.

"Kamu, kok gitu tampangnya?" tanya Lecy

"Hah? Kenapa? Biasa aja kok?" ujar Hazel

"Kok cool gitu, apa kek, kasih ekspresi sedih kek atau apa kek, gitu?" lanjut gadis itu.

Hazel tersenyum simpul, memandang erat mata Lecy. Sambil memegang pipi Lecy yang kemerahan tanda bahwa gadis itu sedang bersemangat sekarang.

"Tuh, wajah kamu tuh udah keliatan murung, jadi ngapain aku komentar lagi?"

Hazel masih memegang pipi gadis itu sambil mengerucutkannya sekarang, bibir Lecy monyong seperti bebek. Membuat Hazel tak tahan lagi untuk menahan tawanya. Akhirnya dilepasnya tangan yang selama ini menahan pipi gadis bermata bulat ini.

Saat Lecy sibuk me-massage wajahnya agar kembali ke bentuk semula, ada seseorang yang menegur Hazel.

"Hai, Hazel," ujar sebuah suara cewek yang menyentuh bahu Hazel dari belakang.

Seketika itu juga tubuh Hazel langsung kaku. Hazel tak suka dengan sentuhan orang yang tidak dikenalnya dengan baik. Wajahnya berubah saat ini.

"Kok, diem aja, Zel?" tanya suara itu sambil berbalik menghadap Hazel sekarang.

"Oh, Kak Amira, apa kabar, Kak?" kata Lecy tersenyum menanggapi seniornya yang terkenal paling cantik di SMU Pranata ini.

"Aku nggak ngomong sama kamu, ya. Aku ngomong sama Hazel," balas Amira tanpa sedikit pun melihat ke arah Lecy.

Belum lagi selesai dengan kekagetan Lecy dengan jawaban yang terlontar dari bibir manis Amira, Hazel sudah menggenggam tangannya. Menyeret gadis itu menjauh dari tempatnya berdiri.

"Hazel, lepas! Nanti Kak Amira malah nyangka yang nggak-nggak ke kita." Seketika itu juga tangan Hazel melepaskan genggamannya.

Sambil berjalan santai, Hazel meninggalkan Lecy sambil berkata, "Memang sengaja."

"Hah, apa katamu?" sahut Lecy sambil menyamakan langkahnya dengan langkah Hazel yang sepertinya terburu-buru masuk ke kelas saat ini.

Setelah langkah keduanya sama beriringan, Hazel berkata, "M-E-M-A-N-G--S-E-N-G-A-J-A."

Lecy mengerutkan dahi. Tak mengerti dengan pemikiran sahabatnya itu.

LOVELY LECYWhere stories live. Discover now