Beberapa hari berlalu sudah. Sesudah hari itu, Lecy menyempatkan diri menyantroni rumah Hazel di waktu yang berbeda. Berharap cowok itu menampilkan wajah sedikit saja. Lecy sudah coba menelepon, mengirim pesan. Tak ada satu pun yang dijawab olehnya. Centang biru — tanda dibaca diterima, meski tak satu pun terbalas.
Suara riuh rendah terdengar saat Lecy mendesah panjang untuk kesekian kali dalam kelas. Memutar gadget, memeriksa pesan, dan kembali mematikan dengan kecewa. "Hazel, benar kan itu Hazel," suara sayup terdengar dari arah pintu. Membuat gadis itu beranjak kemudian bergegas menuju pintu. Selasar sekolah ramai dengan anak berbincang tumpang tindih, entah membicarakan apa. Hanya kesunyian yang dirasakan Lecy. Pelan-pelan gadis itu melangkah menyeberang selasar yang lebarnya tak sampai satu meter. Berdesakan di tembok putih yang menjadi pagar lantai dua gedung sekolah, melihat sosok tinggi keluar dari mobil berjalan di pinggir lapangan. Lebih pucat dari biasanya, lebih kurus dari biasanya. Sosok yang lama dirindukan. Tanpa Lecy sadari, guratan senyum terlihat jelas di wajah manisnya. Bahkan senggolan Gina pun tak dirasa lagi. Pandangan Lecy sepenuhnya mengarah ke tangga.
"Woi, sadar, Cy. Jangan bengong pagi-pagi." Gina berkacak pinggang di hadapan sahabatnya itu menghalangi pandangan ke arah tangga.
"Gina, ih, mau liat Hazel. Minggiran dikit." Lecy mendorong minggir Gina yang meng-aduh. "Tumben tenaga Lecy kuat gini," gumam Gina menggosok lengannya yang kesakitan saat menyingkir.
Lecy mendekat ke arah tangga yang sekarang dipenuhi banyak teman berkerumun. Semenjak penampilan Hazel di panggung tujuh belasan, memang banyak warga sekolah yang penasaran kepadanya. Ini juga yang terkadang membuat Lecy menyesal. Lihatlah, bahkan saat naik pun Hazel kepayahan karena diberi selamat oleh kanan-kirinya. Beberapa cewek ganjen cekikikan saat Hazel berusaha melepaskan genggaman tangan dari dekapan mereka. Tak tahan lagi, Lecy menyerobot masuk sambil melotot marah pada cewek-cewek tidak tahu diri itu. Berusaha melepaskan genggaman mereka. Lecy menggandeng tangan Hazel dan membawanya ke kelas. Hari itu Lecy terlihat galak pada siapa pun yang coba-coba mendekati Hazel. Beberapa mencibirnya karena bersikap terlalu protektif. Lecy tak peduli dengan semua itu.
"Udah seminggu nggak masuk sekolah, bahkan hari ini pun kamu masih keliatan pucat. Kenapa sih dipaksain masuk? Heran!" Lecy mengomel sambil terus menerus bersikap waspada dengan orang-orang yang lalu-lalang di sekitar tempat mereka duduk di kantin.
Hari itu Hazel memakai penutup mulut. Tubuhnya masih hangat. Tangannya terus menerus dingin. Meski sudah digosok berkali-kali oleh Lecy. Batuk Hazel bahkan terdengar memilukan.
Fix, Hazel belum siap masuk sekolah, kesimpulan yang diambil Lecy saat dirinya berjalan kembali ke tempat mereka duduk saat membeli susu pesanan Hazel.
Lecy terbelalak kaget saat kembali. Melihat sang Sahabat kembali dikerumuni makhluk ganjen bergincu bernama senior. Gadis berkuncir kuda itu dengan cepat menghampiri meja yang seharusnya hanya ada mereka berdua di sana.
"Hei, bisa nggak sih kalian ninggalin Hazel sebentar," ujar Lecy dengan nada tidak senang saat melihat beberapa kakak kelas berkerumun di sekeliling cowok yang memakai penutup mulut sekarang.
"Lecy, nggak sopan. Minta maaf. Mereka kan kakak kelas," balas Hazel sebelum terbatuk-batuk lagi. Hazel mengatur napasnya yang mulai kepayahan sambil meminum seteguk air sebelum berusaha mengambil obat dari kantong celana miliknya.
"Hazel, sini aku bantu." Uluran tangan Lecy dihentak Hazel dengan kasar, Hazel menatapnya tajam. Gadis itu mundur selangkah. Wajahnya nanar, mengangguk mengerti kalau Hazel bisa mengambil sendiri dan tak mau dibantu. Sambil menggigit bibir bawah, semburat merah jelas terpancar di wajah gadis itu. Hazel sama sekali tak melihat ke arahnya. Berganti dengan tatapan tajam para senior seakan berkata, Pergi kau, perempuan pengganggu. Urus urusanmu sendiri! Susu kotak yang dibelinya perlahan diletakkan di meja. Lecy mengatur napas agar tak terisak kemudian meminta maaf sebelum berbalik pergi dari hadapan Hazel.
Baru saja beberapa langkah, Kak Fandy mencegatnya untuk keluar dari kantin. "Hei, kamu jangan lari. Aku liat dari tadi. Sini, ikut! Pengen gue tempeleng kepala tuh anak!" Fandy menarik tangan Lecy bermaksud untuk mendekati meja Hazel yang sekarang sedang tersenyum kemudian terbatuk sesekali saat lelucon terlontar dari bibir para senior itu.
Terkejut dengan ucapan Kak Fandy, Lecy menggenggam erat lengan seniornya itu sambil menggeleng ketakutan. "Aku nggak apa, Kak. Kita ke taman aja." Fandy mengangguk mengikuti Lecy sambil menatap tajam Hazel yang menatapnya balik. Ada isyarat diantara keduanya.
Notes: Part ini agak pendek. Baru saja deal sama Hazel buat menampilkan sebagian ciri penyakit yang dia derita. Hazel ingin menyiapkan hati dulu buat menghadapi Lecy.

YOU ARE READING
LOVELY LECY
Fiksi RemajaAku tak memerlukan keluarga yang sempurna. Tak memerlukan kehidupan yang sempurna. Aku hanya perlu bahagia dengan beberapa teman yang mencintaiku apa adanya. Lecy mulai merasa nyaman dengan diri dan lingkungannya yang tidak sempurna saat ini. Bersam...