Lovely Lecy ~ Part 8

71 13 2
                                    

Suara orang batuk.

Suara itu menimbulkan tanda tanya besar dalam hati Lecy.

Perlahan Lecy mendekati asal suara itu.

Hazel terduduk di tangga yang menuju ke kamarnya di lantai atas. Dia menahan lehernya. Mengernyit menahan sakit. Mama Hazel juga duduk di sampingnya mengelus-elus punggung anak laki-lakinya itu. Tampak jelas sirat kuatir dari wajahnya.

Diambilnya butiran obat dari tangan sang Mama, ditegaknya air dalam botol yang setiap saat dibawanya. Perlahan tapi pasti, wajah pucat Hazel mulai membaik. Dia tak lagi terlihat berkeringat dingin dan menahan kesakitan. Tepat di saat yang sama, Hazel menatap Lecy yang sepertinya menatap Hazel dengan kening berkerut, bagaikan seorang anak kecil yang sedang berpikir keras dan tidak menemukan bagaimana cara mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya itu.

Hazel menahan tawa, berdiri dan perlahan menghampiri Lecy. Hazel dalam hati tahu apa yang mengganggu pikiran Lecy. Tapi, Hazel memilih untuk tidak memaparkannya kepada sahabatnya itu.

"Cy, hellow... are you present?" Hazel melambai-lambaikan botol tepat di hadapan Lecy.

Gadis itu mengerjapkan matanya, menggeleng-gelengkan kepala kemudian menepuk-nepuk pipinya.

"Ya, napa, Zel?" tanya gadis itu dengan senyum yang dipaksa hadir bertengger di wajahnya sekarang.

"Aku yang harusnya bertanya, ngapain kamu bengong gitu?" tanya Hazel sambil tersenyum.

Ah, senyum malaikat itu lagi. Senyum yang selalu membawa ketenangan. Senyum yang membuatku melayang. Angan Lecy melayang tak tentu arah. Gadis itu tersenyum nggak jelas.

"Ehm, Zel, sini deh." Ditariknya tangan Hazel yang mengikutinya tanpa paksaan.

Mereka duduk di sofa ruang keluarga yang dilengkapi dengan home teater lengkap beserta stereo penunjangnya. Saat keduanya duduk, Lecy menggigigit bibirnya dan menelan ludahnya sesekali.

"Ehm, gini, Zel, aku mau tanya." Sambil memainkan kedua tangannya, Lecy tak tahu harus mulai berkata-kata dari mana. Raut wajahnya yang terlihat gusar, membuat Hazel tak tahan lagi untuk tertawa terbahak-bahak.

Lagi-lagi Hazel menertawakanku. Entah apa yang ada dalam pikirannya, Uh, kesel! pikir gadis itu dalam hatinya. Ah sudahlah, daripada marah, aku lebih suka dia tertawa. Ayo Lecy! Ungkapkan isi hatimu. Kamu pasti bisa. Jangan galau, tambahnya dalam hati.

"Udah selesai ketawanya?" tanya Lecy, kali ini Lecy tak lagi mengerucutkan bibirnya.

"Haha... iya udah, udah, gimana? Kamu mau tanya apa?" Hazel menahan gelak tawanya sekarang. semata-mata untuk membuat Lecy tak lagi marah kepadanya. Hazel sebenarnya ingin mengacak rambut gadis yang duduk di hadapannya itu. Meski gemas padanya, Hazel berusaha memberi jarak pada kedekatannya dengan gadis berambut gelombang itu.

"Jadi, uhm kamu, mau nggak ceritain ke aku, sebenernya kamu sedang sakit apa, Hazel?" tanya Lecy dengan ragu. Gadis itu memandang cowok di hadapannya dengan sedikit cemas, takut, dan berbagai macam rasa yang berkecamuk dalam hatinya.

Semua rasa itu terpancar jelas di raut wajah teman dekatnya itu. Namun, Hazel tak akan terkecoh dengan tatapan memohon yang ditujukan padanya itu.

"Ehem... kalo aku bilang nggak mau gimana? Terserah aku kan?" ucapnya seakan menantang cewek yang sedang berada di dekatnya itu.

"Ya, iya sih... ya udah, nggak apa-apa. Aku ke kamar dulu deh," jawab Lecy sambil beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu menunduk sedih. Dia tak menyangka jawaban Hazel akan seperti itu.

Dengan cepat laki-laki berkulit pucat itu memegang pergelangan kanannya, "Tunggu, duduk dulu, jangan suka ngambek gitu, ah...."

"Nggak ngambek kok. Nih aku senyum..." kata gadis itu lagi memaksakan senyumnya sambil memamerkan gigi kecilnya yang teratur rapi. Meski mata bulatnya yang sendu menampakkan kekecewaan yang tak bisa dipungkirinya lagi.

"Lecy, kamu tuh kayak cermin. Jadi, ekspresi apa pun yang ada di dalam benakmu itu terlihat jelas dalam raut wajahmu. Jadi, kalo ngomong sama aku, percuma kamu sembunyiin perasaanmu. Aku pasti tahu," lanjut Hazel tergelak.

Jawaban Hazel membuat gadis itu malu 'setengah hidup'. Bayangin aja, semua perasaannya kepada Hazel mungkin saja sudah terungkap selama ini. Tapi, sepertinya Hazel masih belum benar-benar mengetahuinya. Aku akan lebih berhati-hati lagi. Janji Lecy dalam hatinya.

"So, kamu kan nggak mau bilang kamu sakit apa, ya nggak apa-apa. Itu kan hak kamu. Jadi aku lebih baik_"

"Ssstt!" sambung Hazel sembari menutup mulut mungil anak perempuan yang ada dihadapannya itu dengan telunjuknya yang terlihat jenjang. "Bawel banget, ya. Bisa nggak sih, kamu itu sesekali jadi cewek yang pendiem gitu," lanjut Hazel.

Lecy melihat tepat di kedalaman mata Hazel dan tahu bahwa sahabatnya itu tak marah kepadanya. Ada sedikit kerlingan geli di pelupuk matanya.

"Ok, aku diem," kata gadis yang tingginya tak sampai seratus enam puluh sentimeter itu. Sambil menggerakkan tangannya seakan mengunci mulut yang sekarang tak menampakkan bibirnya lagi.

"Hmmpphh, emang menurutmu aku sakit?" Entah kenapa Hazel selalu tidak bisa menyembunyikan gelak tawanya saat berhadapan dengan Lecy. Padahal, lucu pun tidak. Aneh.

Lecy mengangguk dengan sangat cepat, hingga ikat rambut dari untaian besi berbentuk bel itu berdenting satu dengan yang lainnya. Gadis itu masih menutup erat mulutnya tanpa satu suara pun keluar dari dalam mulut kecilnya.

"Sakit apa?" tanya Hazel, mencoba memancing Lecy untuk bersuara sambil memandangnya remeh. Hazel diam-diam geli melihat kelakuan sahabatnya ini.

"Kmphtamphnya ngmphgak bomphleh ngomphmong?" tanya Lecy sambil tetap mengulum bibirnya hingga suaranya menjadi tidak jelas. Lecy memainkan matanya lucu. Membuat Hazel tak tahan lagi untuk tergelak.

"Hahaha! katanya nggak boleh ngomong? Kamu bilang itu?" tanya Hazel sambil tertawa, memastikan apa yang dikatakan Lecy sama dengan yang dikatakannya.

Lecy mengangguk lagi dengan cepat. Mata lebarnya makin membesar, mengisyaratkan bahwa gadis itu menahan napasnya juga sekarang ini.

"Wajahmu merah tuh, mending kamu nggak usah tahan napas deh, Cy," lanjut Hazel lagi.

"Fuuuaaa~ Hazel! Ayo, sampe kapan kamu mau menghindar sih?" lanjut Lecy mulai kesal sekarang.

"Iya, iya, ini juga mau jelasin. Jadi dari kecil tuh, tubuhku lemah, nah, karena itu aku jadi mudah terserang penyakit. Lagi musim batuk, ikutan batuk. Musim demam, ikutan demam. Musim pacaran, ikutan pacaran, gitu," jelas Hazel sambil mengulum senyumnya.

Lecy mengangguk-angguk serius sambil menatap Hazel penuh perhatian. Waktu sampai ke kata 'pacaran', Lecy mengerutkan keningnya.

"Hah?! Mana ada sih? Musim pacaran? Emang doggie?" tanya gadis itu heran.

"Salah kamu! Doggie tuh kawin, nggak pacaran dulu," ucap cowok berkacamata itu membalas pertanyaan gadis di hadapannya.

"Yee, apaan sih, Zel?" Lecy melempar bantal yang sejak tadi ada di pangkuannya. Hazel pun mengambil bantal lain seraya menangkis bantal Lecy. Lecy dan Hazel tertawa riang sampai-sampai tak sadar. Ada dua pasang mata yang tersenyum dari kejauhan melihat keduanya.

"Ma, kita sepertinya tidak salah ya membiarkan Hazel bertemu dengan gadis itu," ujar sang Ayah tersenyum memandang anak semata wayangnya itu.

Mama Hazel tersenyum sambil menghadap ke arah Papa yaang sedang memegang bahunya dari belakang. Menatap kembali sang Anak yang sepertinya tak lagi menutup diri seperti sebelumnya. Tak terasa butiran air mata mengambang di perempuan yang sedang melihat anak kesayangannya itu becanda dan tertawa bahagia. Tak pernah dilihatnya sang anak begitu bahagia seperti ini sejak dokter memvonis anak laki-lakinya itu tak boleh bernyanyi lagi. Dengan cepat disekanya air mata agar tak mengalir turun lebih banyak lagi. Papa tersenyum mengerti dan menepuk-nepuk bahu istrinya itu sambil menatap anak mereka kembali.

LOVELY LECYWhere stories live. Discover now