Pembuktian

102 15 0
                                    

Menjernihkan pikiran, berharap menemukan titik terang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjernihkan pikiran, berharap menemukan titik terang. Tak dapat ku jangkau inti permasalahannya, meskipun tak bersalah takkan berlaku jika tidak ada pembuktiannya.
Berpikir mengenai bagaimana bisa mereka menuduhku secara langsung tanpa ada bukti yang muncul. Kupikir ini memang sengaja dilakukan agar aku keluar dari sekolah ini.
Dengan lantang pria disampingku ini membela, bahkan melindungiku. Dia seperti pribadi yang berbeda dari kemarin.
" Kenapa kau membela pencuri itu, kau tahu dia telah melakukan pelanggaran, dan sudah seharusnya dikeluarkan!". Mereka serentak ingin mengusirku. Aku tak tahu mengapa, mungkin karna aku terlalu kuno.
"Memangnya ada bukti bahwa dia bersalah?". Tanya Mark. Kini aku merasa seperti dalam persidangan. Semua orang mencoba menghakimiku, tapi pria ini malah membelaku.
"Tentu saja, dia datang yang paling awal pagi ini, dan kau lihat sendirikan tadi itu memang dia yang mencurinya". Ungkap siswi yang kehilangan dompetnya. "Kau tidak bisa hanya mengandalkan opinimu, harus ada bukti secara langsung. Meskipun dia tertangkap basah tapi bisa saja hanya dimanipulasi". Desak Mark. Suasana semakin panas akupun tak dapat berkutik.
"Lalu bagaimana denganmu? Bisakah kau membuktikan dia tidak bersalah?". Ujar wanita itu. "sederhana saja, kenapa kita tidak melihat CCTV saja?, kita tidak hidup di zaman batu". Ucap mark.
Kulihat ekspresi wanita tersebut mulai resah, mungkin dia pandai dalam berbicara tapi dia tak pandai dalam taktik dan strategi.
Mark benar-benar serius, dia terlihat sangat tulus membantuku. Meski aku tak tahu apa yang dia inginkan setelah ini.
Rekaman itu mulai diputar. Dan benar saja mereka memang bekerja sama mengaluarkanku.
"Sudah kukatakan cara yang kau gunakan sudah usang, aku banyak melihatnya di film dan crita fiksi. Jika sudah begini apa kau tidak malu pada dirimu sendiri?". Ungkap mark lalu beranjak pergi dari ruangan.
Ini tidak seperti di dalam drama, ini terlalu singkat dan sangat mudah terpecahkan. Tapi ku pikir pasti bukan disinilah permasalahan utamanya.
Semua kembali tenang, mereka tertawa seperti tak pernah terjadi apa-apa. Ku lihat seorang pria menghampiriku, dia berdiri tepat di depanku. "Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Aku berada di pihakmu". Ucap pria itu yang tak lain adalah Bambam. "Terimakasih". Balasku. "Kau terlihat tegang, mau ku belikan lemon tea?". Tawar Bambam. "Tidak perlu, emm sebenarnya aku mencari Mark, apa kau melihatnya?". Tanyaku. "Biasanya jam segini dia ada di bawah pohon dibelakang sekolah". Jawab Bambam. "begitu yaa,, aku harus menghampirinya, untuk mengucapkan terimakasih karna telah membantuku". Ujarku. "Sudah kubilangkan dia baik". Lanjut Bambam. "Ahh iya,, aku hanya tertipu dengan tingkahnya. Kalau begitu aku pergi dulu sampai nanti". Kataku sembari beranjak pergi dan tak lupa ku arahkan senyumku yang kubuat semanis mungkin untuk Bambam.
Ku kerahkan tenagaku untuk bisa mencapai tujuanku. Ku cari pohon tersebut dan hingga akhirnya aku bertemu yuju. Aku hampir lupa kalau aku satu sekolah dengannya. Dia teman karibku tapi tak kulihat dia bergeming sedikitpun tadi saat aku tertimpa masalah. Hal itu membuatku canggung bila bertemu dengannya. "Ahh,, yerin kau baik-baik saja?". Tanyanya padaku yang ku tahu itu hanya basa basi. "iya". Jawabku singkat. "Kau mau kemana?". Tanyanya lagi. "Aku mau menemui Mark". Jawabku dan langsung pergi.
Aku tak ingin menjadi hilang rasa dengannya jadi untuk saat ini biar saja aku dan dia tak bicara.
Sampailah aku pada sebuah pohon besar nan rindang di belakang sekolah. Ku lihat pula lelaki tampan tengah duduk di bawahnya. Ku dekati secara perlahan hingga berda sangat dekat dengannya. "Mark". Panggilku. Dia berbalik memandangku. Tatapannya dingin tetapi menyejukkan hatiku. Tidak ini terlalu cepat untuk jatuh cinta.
"Apa?". Ujarnya kasar. Lagi-lagi hati baikku dirusak menjadi perasaan jengkel dan benci padanya. Tapi ku tahan amarahku, mengingat dia telah baik membantuku. "Terimakasih, telah menolongku". Ungkapku. "Tak perlu". Lanjutnya dingin. Niat baikku di tolak mentah-mentah. Orang ini memang tak bisa diberi hati. "Apa?". Kataku. "Apanya yang apa?". Balas Mark. "Aku sudah berterimakasih setidaknya kau harus lembut padaku". Bentakku. "Heh aku bukan menolongmu karna ketulusan, hanya saja kasihan melihatmu yang bodoh dan tak tahu apa-apa, jadi tidak usah berterima kasih. Lagi pula aku tak pernah menerima hal seperti itu jika kau tak mampu membalasnya". Balasnya lagi. Dia jadi banyak bicara sekarang. "Ohh jadi kau mengharapkan imbalan?, aku menyesal dibantu olehmu. Tapi pokoknya terimakasih sudah membantu!". Ujarku tak mau tahu dan bergegas pergi. Tiba-tiba pria tampan itu menarik lenganku, dan mendekapku kedalam tubuhnya, dia menatap mataku yang berkacamata dengan lekat. Astaga, wanita mana yang tidak jantungan jika diperlakukan seperti ini. "Jika kau ingin berterimakasih, setidaknya lakukan satu hal untukku". Ungkapnya. Kali ini tidak kasar, dia sangat lembut dan ramah hingga membuat bulu kudukku merinding.

Long DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang