"Aku akan menjemputmu". Sebuah pesan yang masuk dan baru saja ku baca. Mataku menyipit karena tak dapat menahan senyum lebar di bibirku. Jika bisa aku ingin mengumumkan rasa gembiraku setelah membaca pesan dari cinta pertamaku. Kelas pengap ini seketika berubah menjadi hamparan laut lepas dengan sayup angin menghembus di ubun-ubunku. Dengan cepat jariku membalas "akan ku tunggu oppa ^0^". Menambahkan emoticon gembira dibelakangnya.
Aku merasakan nafas seseorang dari belakang, secepat kilat aku memutar badan mencari sumber hembusan itu. Kudapati yuju yang sama terkejutnya denganku. Aku hanya terbelalak melihatnya yang mematung melihatku.
"Apa itu mark?". Tanyanya canggung. "Apa?". Ucapku tak mengerti. "Aaa ini bukan dari mark, ini dari temanku yang baru pulang dari amerika". Ungkapku melanjutkan. "Aaaa". Balasnya sembari tersenyum canggung dan pergi ke tempat duduknya. "Kenapa dia? Kenapa dia mengintip?". Gumamku dalam hati. Tak bisa dipungkiri aku dan Yuju jadi tidak sedekat dulu. Entah karena aku yang sudah tidak peduli atau karena dia yang menghindariku.
.
.
.
.
Aku melihat mobil ferari itu terpakir indah di halaman sekolahku dengan pria tampan yang berdiri disisi pintunya, layaknya pemeran utama yang sedang menunggu kekasihnya. Wah romantis sekali kalau didalam drama. Aku sedikit tergesa karena tak sabar ingin menghampirinya. Dari kejauhan aku melihat pria itu memainkan ponselnya dengan tidak sedikitpun mengurangi ketampanannya. "Oppa!". Panggilku padanya. Aku yang masih setengah berlari melambaikan tanganku padanya. Dari sudutnya dia menghampiriku dengan senyum itu terlukis manis di wajah tampannya.
Tanpa aba-aba dia memelukku, sontak wajahku menyemburkan merah seperti kepiting rebus. Kyaaa aku malu sekali dan jantungku berdebar 3 kali lebih cepat. Dilepaskannya pelukan itu ia lalu mengusap kepalaku "wah kau sudah besar sekarang". Pekiknya. "Kau melewatkan pertumbuhanku sekarang aku sudah 17 tahun". Balasku. Kami berdua terkekeh, aku bahkan tidak bisa melepaskan pandanganku darinya bahkan sudah selama ini ketampanannya tidak pernah berkurang justru bertambah dengan pesat.
Sedari tadi yang baru ku sadari bahwa aku masih dilingkungan sekolah dan seperti dugaanku mereka semua memperhatikanku, anak-anak sekolah itu menggambil gambarku. Sudah terlambat untuk terkejut, aku tidak tahu bahwa famous itu seperti ini.
Junho oppa pun menyadari akan hal itu,ia melihat sekitar kepalanya celingak celinguk melihat situasi berlebihan ini. "Wahhh aku tidak tahu kau sepopuler ini,wahhh". Tukasnya. Aku menarik tangannya untuk masuk kedalam mobil sembari menahan malu, dan menundukkan kepalaku. Ah sial kenapa harus disaat aku bersama Junho oppa.
Aku terduduk didalam mobil dengan menutup wajahku. Aku malu pada Junho oppa melihat situasi berlebihan seperti itu.
"Hey kenapa? Kau menangis? Hei wajar saja anak SMA memang biasanya seperti itu,,, itu hal yang biasa. Dan bukannya bagus kalau kau popule disekolah? Atau kau takut akan ada gosip miring tentangmu?". Tutur Junho oppa.
"Oppa maafkan aku, aku sebenarnya sedang berpacaran dengan idol sekolah. Hiks hiks". Kataku merengek.
"Ahahah lalu apa salahnya? Kenapa kau meminta maaf padaku? Jangan bilang kau masih menyukaiku?". Balas Junho oppa.
"Oppa!!!". Teriakku dan semakin kencang merengek.
"Ahaha iya iya, sudah sudah. Lebih baik kita ketempatku saja. Aku punya banyak es krim dirumah". Katanya.
"Eskrim?". Tanyaku.
"Hn". Timpalnya menatapku.
Aku mengangguk dan dia mulai berpacu dengan mobilnya.
.
.
.
.
Gulungan itu lembut sekali dilidahku, sensasi dinginnya menstabilkan suhu badanku. Kulihat pria tampan itu tengah memasak untukku. Memang tidak ada tempat seenak selain bersama Junho oppa. Tubuh kekarnya yang menggunakan celemek itu membuatku terkekeh dengan diriku sendiri. Menghapus pikiran jahat dari dalam otakku lalu tecengir oleh diriku sendiri.
"Kau sudah tidak waras?!". Celetuk suara Junho oppa yang menggema karena rumahnya sangat besar. Lihat betapa mengkilapnya porselen itu.
"Ahh, apa tidak bisa lebih cepat masaknya. Bisa-bisanya tamu diperlakukan seperti ini?!". Celutukku mengalihkan tema.
"Wah,,tamu ini sangat tidak sopan". Balasnya. Obrolan itu diselingi tawa kecil diantara kami.
Aroma menggoda dari sebuah sajian yang ia suguhkan membuat perut ini berbunyi keras. Aku tak sabar memanjakan lidah ini dengan lembutnya daging seafood yang kata junho oppa baru saja ia beli dipasar ikan. Mataku tak teralihkan, fokusku hanya pada hidangan itu saja.
"Terima kasih atas makanannya". Ucapku.
"Wah,,,kau lapar sekali? Aku bahkan belum mempersilahkanmu". Timpal junho oppa.
Aku tidak peduli dengan ucapannya, dan langsung memasukkan suapan besar kedalam mulutku. Mataku menyipit menahan rasa gurih dari gulai ikan ini. "Wahhh,,,oppa ini benar-benar sempurna". Kataku dengan menggerakkan tubuhku karena girang tak lupa memberikan 2 jempolku padanya.
"Apa seenak itu?". Tanya junho oppa sembari tertawa melihatku.
"Hn ini enak sekali sungguh". Jawabku dengan mulut penuh berisi nasi dan ikan itu.
Tak berselang lama aku merasa ponselu bergetar, notif katalk berbunyi. Segera kucari ponsel itu dengan merogoh kantung hoodieku. "Kau dimana?". Pesan yang tertulis setelah kuperiksa notifikasinya. Ah sial aku sempat lupa dengan kejadian hari ini. Mark pasti sudah melihat itu di pengumuman online sekolah. Jika dipikir aku belum melihatnya seharian penuh. Tanganku tak dapat mengetik apa pun, otakku sibuk mencari alasan. Firasatku Mark jelas akan menanyakan kejadian hari ini. Aku mencoba untuk tenang, mataku melirik jam di dinding lebar milik Junho oppa padahal aku bisa melihatnya lewat ponselku. Sudah menunjukkan pukul 17:56 oh sial, ternyata ini sudah petang. Aku tidak menyadarinya karena terlalu asik mengobrol. Aku tidak ingin pulang terlalu malam lagi setelah insiden dimana aku dikejar anjing paling galak di kompleks rumahku. Kuputuskan untuk mengabaikan pesan dari Mark.
"Oppa aku harus pulang sekarang". Tuturku lesu.
"Aaaa sudah gelap ya, ya sudah akan ku antar". Jelas Junho oppa.
Aku mengangguk setuju, dan bergegas untuk pulang kerumah.
.
.
.
.
Langkahku menyusuri halaman rumahku yang kecil, keadaan kala itu menjadi remang karena lampu teras yang digunakan dirumahku adalah lampu warnanya kuning dan watt nya rendah.
Angin dingin menusuk ketulangku meskipun aku menggunakan hoodie tebal. Ah sial mengapa malam itu sepi sekali.
Junho oppa sudah pulang 5 menit yang lalu setelah mengantarku.
Semakin mendekati pintu rumahku, kulihat kertas yang tertempel didepan pintu rumahku. Aku memaksa mataku untuk fokus pada tulisan didalamnya, perlahan ku baca pesan yang tertera pada kanvas itu. "Yerin-aa hari ini ibu mengunjungi rumah paman jung di Busan. Dan akan kembali besok pagi, ibu janji akan menaiki bus pertama dan langsung pulang kerumah. Jaga dirimu ^^". Begitu isinya. Waahhhh licik sekali ibuku, dia tidak pernah menyinggung ini sebelumnya. Rasanya aku ingin membawa palu thor dan menghancurkan halaman ini seketika. Bisa-bisanya ia meninggalkan anak gadisnya seorang diri. Aku mengutuk diriku sendiri karena harus mengalami hal ini. Semakin kulihat sekeliling semakin aku merasa ada yang tidak beres. Aku takut jika sewaktu-waktu akan ada sadako yang muncul tepat dihadapanku. Mencoba tenang, aku membuka sandi pintu rumahku agar segera masuk kedalam rumah.
"Tap tap tap". Tiba-tiba dan tidak disangka-sangka aku mendengar suara langkah kaki dari arah belakang. Jantungku berdegup kencang,sendi ini rasanya lemas. Aku berdiri kaku takut kalau-kalau itu adalah orang jahat. Mataku menangkap siluet orang yang kini berdiri dibelakangku. Rupanya itu adalah pria. Semoga dugaanku tentang orang adalah orang jahat adalah salah. Aku melihat sapu ijuk di dekat pintuku. Dengan gesit kuambil untuk pertahanan diri. Tanpa aba-aba orang itu menepuk pundakku. "Aaahhh,,,pergi!! Pergi!!". Teriakku refleks dan mengayunkan sapu itu padanya.
"Hei,,,kau sudah gila? Ini aku!!! Hentikan!!". Timpal orang itu yang suaranya tidak asing, sembari menangkis seranganku. "Mark?!!". Kataku terkejut. Aku benar-benar kaget.
"Hei bodoh, mana bisa kau mengalahkan penjahat dengan sapu payah itu?". Ujarnya yang malah meledekku. "Aaarghh kau ini benar-benar,,,aku terkejut sungguhan!!". Kataku sedikit berteriak.
"Auhh suaramu berisik sekali,, ibumu menyuruhku menemanimu setidaknya sampai kau tertidur. Jadi aku datang, karena melihatmu pulang, bodoh sekali kau ini". Balas Mark yang kesal padaku. "Aisshhh seharusnya kau bilang dulu padaku!!". Pekikku. "Aku sudah berniat, tapi kau mengabaikan pesanku!! Wahhh lihat betapa tidak tahu dirinya orang ini. Kemana saja kau!! Siapa orang yang mengantarmu tadi hah?!". Ujar Mark kelihatan marah. Aku terdiam, kalah telak sudah. "Aisshhh ayo masuk saja". Timpalku. Kami masuk kedalam rumah spontan Mark menarik tanganku, mendekatkan diriku padanya.
"Ada apa denganmu? Aku ini masih pacarmu! Kenapa dia memelukmu?! Jangan coba-coba menghianatiku!". Serunya. Sudah kuduga dia akan menanyakannya.
"Apa kau cemburu?". Tanyaku.
"Tentu saja!! Kau pikir hubungan kita ini apa? Meskipun kontrak tapi ini serius!". Jawabnya. Aku terkekeh sembari menggodanya.
"Akan ku ceritakan nanti, aku mau mandi dulu". Ungkapku. "Mandi?". Tanya Mark dengan senyum menyeringai. "Apa?! Ku bunuh kau jika berpikir macam-macam!". Jawabku ketus. Mark hanya tertawa melihatku.
.
.
.
.
Aku berbaring diranjangku yang empuk, satu hal yang membuatku tetap terjaga adalah karena Mark masih berada dikamarku. "Aaishhh kenapa kau masih disana?! Pulang sana!". Pintaku. "Ibumu menyuruhku menemanimu hingga kau tertidur, jadi aku akan pulang setelah kau tertidur". Ujarnya tenang. Ingin sekali kupukul kepalanya.
"Aku justru tidak bisa tidur, jika kau masih disitu!! Pulang saja sana!!". Ujarku. "Kenapa? Kau pikir jika hanya ada kita berdua aku akan melakukan sesuatu padamu? Melihatnya saja aku tidak tertarik". Tukas Mark sembari matanya melihat dadaku. Spontan dengan cepat kututup dengan selimut tebalku. "Kau sudah tidak waras?!! Lihat apa kau?!!! Ingin ku bunuh?!!!". Celotehku.
Mendengar itu ia malah mendekatiku.
"Minggir! Aku juga ingin tidur!". Seru Mark. Dia menggeserkanku dan langsung berbaring dikasurku, dengam wajah tenangnya itu.
"Heh kau sudah gila ya?! Kenapa kau malah berbaring disini?!". Teriakku. "Haduh berisiki sekali kau ini,,,jika kau ingin aku pulang maka cepatlah tidur! Aku akan berlama-lama disini kalau kau masih terjaga. Tidur saja! Aku khawatir". Balasnya dengam matanya yang terpejam.
Pria ini memang sudah gila, siapa yang bisa tidur kalau situasinya seperti ini? Kenapa dia memejamkan matanya? Bagaimana kalau dia tertidur. Tapi mendengar ucapannya aku menjadi luluh dan ikut berbaring disampingnya.
"Seharusnya kau tidak mengabaikan pesanku". Ujar Mark dengan matanya yang masih terpejam. "Aku sangat khawatir sesuatu terjadi padamu". Lanjutnya lagi. "Balik sana membelakangiku". Pintaku yang antara sadar dan tidak sadar karena kantukku dan sepertinya aku mulai terlelap.
Mark membalikkan tubuhnya membelakangiku. Dengan sedikit tidak sadar aku memeluknya dari belakang. Mark agak terkejut bisa kurasa dari lonjatan tubuhnya."jangan berbalik, kubunuh kau jika berbalik kearahku". Tukasku dengam mata tertutup setengah tidur. Mark menurutiku, ia tak memberontak pelukanku. "Maaf, aku tidak membalas pesanmu. Orang itu adalah teman kecilku. Dia hanya temanku". sambungku dengan suara makin kecil. Mark tersenyum tipis. "Mark ada yang ingin ku katakan, sebenarnya aku...". Kataku menggantung. "Sebenarnya kenapa?". Tanya Mark. "Aku...". Balasku. Lama menunggu jawaban mark akhirnya sadar bahwa aku sudah tertidur. Ditandai dengan mengendurnya pelukanku padanya. Dia memegang lembut tanganku dam memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance
Romanceaku mencintaimu bukan karna kontrak, ini tulus kau bahkan lebih baik dari hidupku.jika awalnya hubungan kita hanya sebatas tanda tangan kontrak, tapi tidak dengan sekarang. kau harus bisa menerimanya apa pun itu resikonya. intinya aku mencintaimu. u...