Menampik rumor yang beredar, rupanya Mark juga tidak berniat memperbaiki rumor itu. Dia menghilang setelah bel pulang sekolah. Dia membuatnya begitu jelas kalau hububgan kami sedang tidak baik-baik saja.
"Baiklah kalau begitu, aku juga tidak peduli. Hari ini untuk ice cream". Batinku.
.
.
.
.
Dengan girang kakiku melangkah masuk kedalam rumah seorang pria. Uuh kalau dipikir-pikir, Junho Oppa juga seorang pria, dan aku gadis remaja yang beranjak dewasa. Haha buang jauh-jauh pikiran laknat itu, memang benar dulu aku sempat menyukainya, tidak mungkin sampai sekarang. Dia cinta pertama yang tak pernah kulupakan. Tapi tetap saja dia adalah seorang laki-laki yang kini kuanggap saudara sendiri.
"Tunggu 10 menit aku akan selesai". Ungkap Junho Oppa.
"Apa? Kau belum mandi?!". Tanyaku tidak santai.
"Hanya 10 menit". Balasnya.
"Bisa-bisanya kau menipu seorang siswa yang sangat sibuk dengan ujiannya. Dengan mengatakan akan langsung pergi ke kedai ice cream tapi ternyata kau bahka belum mandi?!". Lanjutku.
Junho oppa berlari sambil meledekku.
Aku tahu betul tabiat buruknya, jika dia mengatakan sudah siap itu tandanya dia baru beranjak dari tidurnya, jika dia mengatakan 5 menit itu berarti menjadi 30 menit, dan jika dia mengatakan 10 menit itu berarti 60 menit untuk waktu orang normal sepertiku, heol.
Percuma kesal padanya tidak akan merubah apapun. Aku berjalan melihat sekitar rumah Junho oppa yang begitu rapih, aku melihat sebuah kalender mini yang sangat lucu terletak di atas meja.
"Haa jadi tinggal 1 minggu lagi ya". Kataku lirih. Tanpa sadar aku mengingat hubungan palsuku dengan Mark yang berlaku 3 bulan kini hanya tersisa satu minggu lagi. Entah mengapa rasanya begitu sedih. Sangat sedih di detik-detik hubungan ini berakhir, kita tidak menciptakan kenangan indah. Pantas saja dia tidak begitu peduli dengan isu kalau aku pacaran dengan Junho Oppa. Rupanya dia memang menyiapkan alasan untuk putus dariku. Tunggu memangnya kenapa? Bukannya bagus kalau hubungan palsu ini berakhir? Maka aku tidak akan bertemu dengan pria menyabalkan itu. Tapi tetap saja 3 bulan itu mungkin sangat berkesan bagiku.
.
.
.
.
Tepat satu jam, aku sudah bilang 10 meint Junho Oppa adalah 60 menit untuk waktu orang normal.
"Aku selesai dengam cepat kan?". Tanyanya dengan senyum meledek itu.
"Kau berdandan sampai membuat bulu kakiku memanjang! Ini sangat lama! Kau memakai parfum? Ini bukan dateu!". Celotehku.
"Hahah, aku memang selalu wangi". Timpalnya.
"Jika aku tidak mendapatkan banyak ice cream, kau akan membayarnya oppa". Balasku malas.
.
.
.
.
Warna warni berkilau, ice cream lembut itu seakan menarikku agar memesan banyak darinya. Wanginya pun tercium saat pertama kali memasuki kedai ini.
Vanila, coklat, greentea, strawberri. Wanginya memenuhi isi ruangan. Mataku berbinar melihat begitu banyak ice cream ditempat ini.
"Pesan apapun yang kau mau". Ujar Junho Oppa.
"Apapun?". Tanyaku nakal.
"Asalkan tidak semuanya". Imbuh Junho oppa.
"Aishhh, lihat pria tua ini". Kataku
"Oho kau bilang apa?". Tanyanya lagi.
"Baiklah aku akan memesan big ice cream, monster ice cream, ice cream bubble, dan cup ice cream". Kataku sumringah.
"Heol, kau memesan semua yang berukuran besar. Awas jika tidak dihabiskan!". Pekik Junho Oppa. Aku tidak peduli, hari ini ice cream adalah saudaraku.
.
.
.
.
"Ini pesanannya, selamat menikmati". Salah satu pekerja paruh waktu itu mengantarkan pesananku.
"Asaaa,,, akhirnya para monster ice cream ini akan aku nikmati secara bersama-sama". Kataku dengan tawa nakal.
Junho Oppa terpingkal, melihatku yang begitu kekanakam dengan ice cream.
"Pastikan kau menyikat gigimu". Pinta Junho Oppa. Aku mengangguk dengan masih menatap ice cream cantik itu.
"Apa seenak itu?". Tanyanya lagi.
"Hmmm". Balasku dengan mulut berisi ice cream.
"Lalu bagaimana sekolahmu? Tidak ada masalahkan?". Imbuh Junho Oppa.
"Masalah apa maksudmu?". Tanyaku kembali.
"Yahh, kau bilang kau cukup populer di sekolah. Anak populer biasanya sekecil apapun perbuatannya akan diperhatikan. Apa kau mendapat masalah karena aku?". Kata Junho Oppa.
"Aaa itu,, tidak ada masalah. Santai saja". Timpalku melemah. Moodku langsung pudar, kenapa Junho Oppa harus mengungkit ini.
Tiba-tiba seorang pria tampan berjalan dengan cepat kearahku. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi aku merasakan amarahnya.
Dia meraih tanganku, lalu membawaku bersamanya. Junho Oppa terkejut, begitu pula denganku. Mataku terbelalak begitu pula dengannya.
"Hei!!". Kata Junho Oppa pada pria itu yang tak lain adalah Mark. Mark tak bergeming, ia tak peduli dan terus menarikku bersamanya.
"Oppa nanti aku hubungi lagi". Kataku dari jauh. Junho Oppa terlihat bingung. Masalah apa lagi yang akan timbul. Tempramennya itu tidak dapat disembunyikan.
"Aaa sakit". Kataku. Mark tidak peduli ia memasukkanku kedalam mobil.
Ia tidak berekspresi, dan juga tidak bergeming sedikitpun.
Bahkan kini aku takut berada disebelahnya.
Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jelas sekali dia marah padaku.
"Mark, ini terlalu cepat". Ujarku. Mark tetap tidak peduli dan masih berlaju cepat dengan mobilnya.
"Mark kau membuatku takut". Imbuhku lagi. Mark pun tetap tak bergeming.
"Mark, tolong jangan begini! Aku sangat takut". Tambahku. Mark semakin memacu kecepatan mobilnya.
"Mark! Hentikan!!!". Ungkapku berteriak. Tanpa sadar aku menangis, hal itu benar-benar membuatku takut.
Mark menghentikan mobilnya secara mendadak. Dia seperti merasa bersalah, tapi tetap tak bergeming.
"Kau tetap tidak mau bicara padaku?". Tanyaku merengek dan menangis.
"Kau akan terus begitu?". Tambahku lagi.
Mark mendekapku. Dia memelukku hangat.
"Maafkan aku,, aku tidak bermaksud membuatmu takut". Ungkap Mark. Entah mengapa saat dia memelukku aku semakin menangis. Rasanya juga senang dia memelukku.
"Kau sebenarnya kenapa?". Tanyaku lagi yang masih berada dipelukkannya.
"Aku cemburu". Jawab Mark, melepaskan pelukannya dan menatapku lekat.
Aku membalas tatapannya dalam.
"Tidak bisakah kau jangan mendekati pria lain saat berpacaran denganku? Meskipun itu hanya sepupumu saja". Kata Mark.
"Maaf". Kataku menatapnya.
Aku mencium mark. Kali ini aku melakukannya lebih dulu. Aku tidak tahu, tapi feelingku mengatakan aku harus menciumnya. Mark membalas ciuman itu dengam lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance
Romansaaku mencintaimu bukan karna kontrak, ini tulus kau bahkan lebih baik dari hidupku.jika awalnya hubungan kita hanya sebatas tanda tangan kontrak, tapi tidak dengan sekarang. kau harus bisa menerimanya apa pun itu resikonya. intinya aku mencintaimu. u...