4-

38.5K 1.7K 25
                                    

Rabu pagi yang dingin membuat beberapa orang memakai sweater mereka, beberapa warung dipinggir jalan nampak sedikit lebih ramai karena beberapa menit lalu gerimis turun dan mulai membasahi apapun yang mereka timpa. Sama hal nya dengan kantin SMA Garuda yang pagi ini sedikit lebih ramai dari biasanya karena banyak siswa maupun siswi-bahkan guru-yang langsung pergi ke kantin saat sampai ke sekolah untuk membeli minuman hangat disana.

Kay berjalan melewati beberapa orang yang sedang duduk sambil menikmati minuman hangat nya, gadis itu menuju warung Bi Nina untuk membeli lima minuman hangat untuk nya dan juga keempat saudaranya yang kini sedang menunggu di depan kelas Kay. Sebenarnya keempat saudara nya itu kukuh untuk ikut karena khawatir, tapi Kay menolak dan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja, pembiasaan katanya.

Didepan warung yang sudah mulai hening Kay menatap satu persatu beberapa minuman siap seduh yang berjejer disana.

"Bi, mau coklat panas satu, susu putih nya satu, yang coklat dua, eng.... Sama kopi cappucino nya satu, deh." Pesan Kay.

"Oke, sebentar ya Neng," jawab Bi Nina.

Kay mengangguk, lalu ia berbalik dan menyenderkan punggung nya. Menatap beberapa siswa juga siswi yang sedang duduk sambil berbincang dan juga menikmati minuman mereka masing-masing. Entah kenapa Kay tiba-tiba menyunggingkan senyum simpul, tapi senyum itu hanya bertahan beberapa detik kemudian kembali memudar saat mendapati Vanessa menghampirinya bersama satu teman nya yang Kay ketahui namanya adalah Cecil.

Mereka semakin mendekat dengan senyum mengembang yang menurut Kay itu me-nye-ram-kan.

"Hai, dek!" sapa Vanessa.

"H-hai Kak," jawab Kay canggung.

"Gue mau tanya, kenapa Rei nggak pernah angkat telpon gue, ya? Malah nomornya jarang aktif, dia punya nomor cadangan?" tanya Vanessa dengan tatapan mengintimidasi.

Kay menelan salivanya sendiri melihat tatapan itu, "kurang tau, Kak."

Manik Vanessa yang memakai lensa violet itu semakin menusuk manik caramel Kay. Membuat tubuh Kay ingin merosot detik itu juga, dadanya berdebar hebat, melebihi perasaan deg-degan cinta pertama Kay dulu. Apa Vanessa tahu ia berbohong? Karena ia tidak mungkin bilang kalau ia dan keempat Kakak nya sengaja mengaktifkan mode mute bukan? Dan juga, Rei memang sering mengabaikan telpon yang menurutnya tidak penting yang dengan kata lain kalo Vanessa itu... Gak penting.

"Dia bohong, Van," celetuk Cecil sinis.

"Gue tau," jawab Vanessa yang sudah mengalihkan pandangan nya dari Kay.

"Pelit," imbuh Vanessa mendesis.

Lalu Vanessa pergi dari hadapan Kay yang diakhiri dengan tatapan tajam, dan Cecil- cewek berambut hitam legam dengan ujungnya yang berwarna biru dongker itu menaikan sudut bibirnya menampilkan senyum ter-sinis yang ia punya lalu kembali menatap jalan didepan membuntuti Vanessa.

Tak sadar, Kay menghembuskan nafas lega dengan tangan yang mengelus dadanya sendiri. Ia hampir kehabisan nafas beberapa menit lalu.

Jangan sampe Kakak gue sama dia. Rutuk Kay dalam hati.

"Neng, ini pesenan nya."

Suara Bi Nina berhasil membuat Kay menoleh dan cepat-cepat mengambil dua plastik berisi minuman hangat pesanan nya. Kay memberi uang pas pada Bi Nina, mengucapkan terimakasih lalu melangkah pergi dari kantin, sebelum orang lain menyadari keberadaan nya disana. Tapi, sepertinya rencana Kay gagal saat beberapa orang siswi yang ia tahu kelas XI berjalan mendekat kearahnya.

"Kay! Kebetulan deh ketemu disini!" Seru salah seorang dari mereka yang langsung mendekat.

Kay mengambil satu langkah mundur, menyadari keberadaan nya kini sangat terancam.

BROTHERS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang