AUTHOR
Kejadian semalam masih membuat Ara kesal hingga pagi ini. Setelah selesai bersiap untuk pergi ke sekolah Ara menyiapkan sarapan. Ya hanya omelet dan roti selai serta segelas susu yang bisa dia siapkan untuk Abangnya Alan. Ara sedang tak ingin menyulitkan dirinya sendiri.
"Bang! Sarapan dulu!" Panggil Ara dengan teriak setengah emosi, moodnya sedang tidak baik-baik saja.
"Sebentar Ra, gak usah teriak juga Abang denger." Ucap Alan sambil menuruni anak tangga. Sabarnya Alan tak habis-habis menghadapi adiknya yang emosian ini.
"Habisnya Abang lama banget," Ucap Ara menurunkan emosinya.
"Mana Bibi?" Tanya Alan.
"Ke pasar tadi sama Mang Asep," Jawab Ara sambil mulai melahap sarapan paginya.
"Kamu berangkat sama Abang atau dijemput temanmu?" Tanya Alan sembari mengambil gelas berisi susu.
"Berangkat sama Abang aja, ini udah gak keburu kalo nunggu temen." Jawab Ara, kemudian ia meneguk habis susu yang ada di gelasnya.
Ara mengambil tasnya yang berada di meja dapur. Kemudian, ia memasang sepatunya. Dan menyusul Alan yang sudah terlebih dahulu pergi ke luar.
Ara dan Alan pun pergi menggunakan mobil sedan dan melongos pergi meninggalkan rumah.
***
"Angga, ini uang jajan selama 3 bulan ke depan. Totalnya ada 25 juta, kamu harus hemat ya. Mama bakal kerja jauh." Ucap Melisa Sandria-Mama tirinya Bella dan Angga.
Angga hanya diam dengan wajah datar sembari menerima uang itu, pikirnya padahal ada ATM mengapa memberi uang cash? Ya sudahlah.
Sebenarnya sudah sangat lama semenjak bertahun-tahun lalu Ibu kandung Angga pergi entah kemana. Pergi meninggalkan keluarga kecilnya dulu. Kala itu kehidupan Angga masih sederhana juga bahagia dan umur Angga belum dewasa.
"Hm," Jawab Angga singkat sambil menenteng tasnya dengan satu bahu saja.
"Bella akan nginap di tempat Oma selama beberapa minggu. Jangan lupa kamu cek kesehetannya terus." Titah Andrian Mahendra-Papa biologisnya.
Angga juga punya Ayah angkat, sebenarnya itu panggilan Angga terhadap Kakeknya. Ia merasa sebutan Papa lebih cocok disandang oleh lelaki yang mampu mengayominya dan adiknya.
Rasa benci terhadap hidupnya sudah lama mengakar, hanya saja Angga tak pernah menunjukkannya secara nyata. Namun, ia menunjukkannya lewat pribadinya yang semakin beranjak dewas ia semakin tertutup dan dingin.
"Papa gak mau dengar kamu bermasalah, sebentar lagi kamu akan Papa kuliahkan di New York. Perbaiki nilaimu atau Papa sita seluruh fasilitasmu." Ucap Papanya tegas. Angga hanya menunduk bosan mendengarkan pembicaraan yang panjang.
Jujur saja, ia hanya memasukkan perkataan Papanya di telinga kanan dan keluar telinga kiri.
"Hm," Jawab Angga.
"Jadi anak baik ya nak," Ucap Mamanya sembari mengelus bahu Angga.
"Udahkan? Aku berangkat," Ucap Angga meninggalkan kedua orang tuanya begitu saja.
Angga pergi menggunakan motor pemberian Ayahnya. Pagi ini ia dibuat kesal oleh kedua orang tuanya. Baru pulang semalam, pagi ini berangkat lagi. Terlalu memuakkan. Kalian pasti tahu, bagaimana selalu diceritakan kisah orang tua yang selalu sibuk bekerja pasti akan membuat anaknya menjadi pembangkang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA : Angga & Ara
Teen Fiction#33 dalam Ara #20 dalam Angga Angga Mahendra Putra & Arania Denova, dipertemukan atas izin Tuhan. Berawal dari nilai sastra dan matematika, keduanya dipertemukan. Angga memiliki nilai matematika terburuk seangkatannya yang harus memperbaiki nilainy...