Sixteen

81 15 0
                                    

AUTHOR POV

"Ah!" Ara tersentak bangun dari tidurnya. Ia berkeringat, seluruh kepalanya terasa berat.

Napasnya tak bisa ia atur, ia terbangun dengan keadaan yang sangat kacau. Rambutnya begitu berantakan dan matanya mengerikan, maskaranya luntur hingga ke pipi. Begitu pula lipstik yang ia pakai, sekarang ini ia sama sekali tidak pantas disebut cantik dengan keadaannya yang mengenaskan itu. Ia memperhatikan tangannya, lalu dilihatnya sebuah cincin terpasang dengan manis di jari manisnya.

"Cincin?" Tanyanya, pada dirinya sendiri.

Kemudian ia tersadar bahwa dia sedang di atas sebuah ranjang? Ia juga sadar ruangan tempatnya berada begitu gelap.

"Ini di mana?!" Pekiknya. Lalu, ia beranjak dari atas ranjang. Dan ia baru tersadar ia hanya mengenakan sebuah kemeja putih yang begitu besar di tubuhnya.

"Aaaaa!!" Ia berteriak. Ia berlari ke sudut ruangan ketika ia melihat ada sebuah cermin besar di sana.

"Mu-mu-muka... Muka g... Gue??!" Bahkan dirinya saja tak percaya jika yang ia lihat di cermin adalah wajahnya.

Ia memandangi wajahnya, memeriksa seluruh tubuhnya. Melihat leher dan bibirnya. Bahkan, ia juga mengecek pakaian dalamnya.

Semua masih aman kan?!-Ara.

Pekik batinnya, ia merasa ada yang salah dengan keadaannya sekarang ini. Ada yang janggal.

"Gue pakai baju siapa?" Tanyanya sambil berkacak pinggang. Ia menatapi dirinya tajam di depan cermin. Mengintimidasi dirinya sendiri.

"Sumpah!! Lo masih perawan kan Ra?!" Intimidasinya pada dirinya sendiri di depan cermin, sambil menunjuk bayangannya dalam cermin.

"Aaaa!! Gue di manaaaaaaa?!" Ara berteriak sambil mengacak rambutnya sendiri.

Sejurus kemudian, ia berlari ke arah jendela yang masih tertutup gorden biru gelap. Ia membuka gorden itu dengan susah payah.

"What?!" Pekiknya.

Ia terduduk kaget. Ia terdiam dan menganga tak percaya. Ia berada di sebuah kamar hotel. Ia melihat bayangan kotanya dari sebuah kaca besar dan tebal. Ia sadar sekarang ini ia berada dalam sebuah kamar hotel.

"Abang....  Gue dimanaaaa...??" Ara merengek sambil memukul-mukul lantai yang tak bersalah. Ia frustasi, ia tak mengerti apa yang sedang terjadi padanya sekarang.

Lalu, Ara bangkit dari posisinya. Ia berdiri sambil berpikir, ia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Ia berjalan menuju ranjang. Kemudian ia berbalik, lalu ia berjalan lagi menuju ranjang.

"Wait! I remember! Last night... I saw something right?" Ujarnya yakin.

Ah?!-Ara.

"Oh sekarang gue ingat! Cewek itu, iya cewek itu yang bikin gue pingsan. Terus meluk Angga kan?" Ujarnya sambil masih mengingat.

Meluk?!-Ara.

"OMG! Gue meluk es batu?! Seriously?! No way! Ish... " Ia meringis mengingat kejadian semalam. Benar-benar memalukan. Bahkan itu sangat memalukan.

Saat ini rasanya Ara seperti dikutuk-ralat-lebih tepatnya ia telah mengutuk dirinya sendiri. Mengutuk dirinya menjadi perempuan yang tidak tahu malu.

"Ish... " Rasanya ia kesal dan malu. Ia ingin marah pada dirinya sendiri. Sungguh memalukan.

Ia duduk di ranjang sambil mengacak pinggangnya. Berpikir, apa yang harus ia lakukan sekarang.

Gue meluk Angga? Terus... Terus gue pingsan? Terus... Gue di sini? Tunggu dulu... -Ara.

ANGGARA : Angga & AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang