Chapter 4

5.1K 150 1
                                    

Happy reading!

"Gimana, Mit? Sudah ada jawaban, sayang?" Tanya Amira.
"Tapi tante, boleh saya tanya sesuatu sebelum menjawab?" Tanya Mita sopan.
"Boleh dong! Mau tanya apa?"

"Tante, saya masih pengen sekolah yang tinggi. Setidaknya, walaupun saya menikah, ayah sama mama bangga punya anak yang bergelar sarjana. Apalagi saya anak sulung. Apa nanti setelah menikah, saya tetap di izinkan untuk lanjut ke bangku perkuliahan?" Tanya Mita takut-takut. Seketika ruangan menjadi hening. Tapi hanya sesaat sampai Awan, ayah dari Ashad, membuka suaranya.

"Nak, kamu boleh lanjut ke jenjang perkuliahan. Kami tidak melarang sama sekali. Apalagi, Ashad termasuk orang yang menjunjung tinggi pendidikan. Dia pasti mau kamu lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah kalian menikah, otomatis keluarga kami yang akan membiayai kuliah kamu." Jelas om Awan.

"Kenapa? Saya...saya masih bisa membayar uang kuliah saya sendiri, om. Jangan sampai karena saya menikah dengan kak Ashad, kalian ikut menanggung biaya sekolah saya. Jangan, om!"

"Mita, setelah kamu menikah dengan Ashad, kau bukan cuma tanggung jawab Ashad sebagai suami kamu, tapi juga kami sebagai mertua kamu. Kami akan ikut andil atas pendidikan kamu."

"Tapi..."

"Jadi? Apa jawaban kamu atas lamaran kami tiga hari yang lalu? Kamu terima?"

Mita menarik nafas lalu membuangnya perlahan.
"Bismillah, saya terima lamaran om dan tante. Saya bersedia menikah dengan kak Ashad."

🍃🍃

"Gimana, Mit? Lo terima lamaran kak Ashad?" Tanya Zahra dan Hanny ketika Mita sampai di kelas. Mita hanya mengangguk lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja. Zahra dan Hanny saling berpandangan heran.

"Lo kenapa, Mit? Lesu amat." Tanya Hanny. Mita hanya menggeleng.
"Lu kalau ada masalah, cerita dong! Kita kalau ada masalah pasti cerita sama lu, kenapa lu kagak?"

"Zah, Han, kemarin udah gue terima lamarannya. Tapi kemarin juga dia nyakitin gue..." Mita mengangkat kepalanya. Memang tidak ada air mata, tapi bisa di pastikan, Mita tengah sedih sekarang.
"Maksud lo kak Ashad nyakitin lo?" Tanya Hanny. Mita mengangguk.

"Ngak mungkin. Emang lo liat apaan?"
"Kemarin, gue ke supermarket untuk beli cemilan Fatimah. Di sana, gue ketemu kak Ashad sama cewek cantikkkk banget! Gue ngak tau itu siapa, tapi mereka keliatannya deket banget."
"Bisa aja keluarga dia kan? Lu jangan negatif thinking dulu lah, Mit!"

"Kalau keluarga ngak sedekat itu, Zah! Mereka gandengan tangan, Zah! Gandengan! Mana pakaian cewek itu kurang bahan lagi! Keluarga kak Ashad keluarga baik-baik kan? Ngak mungkin lah kalau itu keluarganya."

"Ah, gue ngak percaya. Mending gue tanya mas Zai. Lu tunggu ya," Zahra merogoh kantung seragamnya untuk mengambil ponselnya.

"Assalamu'alaikum, sayang."
"Wa'alaikumsalam, mas. Mas mau ngajar ngak?"
"Belum sih. Kenapa? Kangen ya?"
"Ada yang lebih penting daripada kangen nya Zahra, mas."
"Apa, sayang?"
"Kak Ashad punya pacar, mas?"
"Hah? Setau mas sih enggak. Dia pernah bilang ngak mau pacaran. Kenapa sih?"
"Mas, Mita liat kak Ashad sama cewek kemarin. Zahra sih ngak percaya, mas."
"Ciri-cirinya gimana, sayang?"
"Gimana ciri-cirinya, Mit?" Tanya Zahra pada Mita.
"Tinggi, langsing, putih, sexy juga." Jelas Mita.
"Tinggi, langsing, putih, terus sexy, mas. Mas kenal ngak?" Tanya Zahra pada Zaidan.
"Entahlah. Nanti mas tanya Ashad dulu ya? Emang Mita liat mereka di mana?"
"Supermarket, mas."
"Yasudah, nanti mas tanya Ashad ya, sayang? Sudah dulu ya, mas harus ngajar. Assalamu'alaikum, sayang."
"Iya, wa'alaikumsalam, mas."

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang