Jihoon berjongkok di depan sebuah batu nisan yang terawat dengan baik. Terdapat sebuah bingkai foto kecil berisi foto wanita cantik terpajang di dekatnya. Jihoon menaruh sebuket bunga daisy favorit ibunya di depan batu nisan.
"Hai ibu, apa kabarmu?" Tanya Jihoon, "Jinri ingin bertemu neneknya." Jihoon mendekatkan Jinri sehingga bocah itu dapat memegang batu nisan neneknya.
"Ibu, aku memiliki beberapa masalah, salah satu penyebabnya adalah ayah, dia tidak pernah berubah, ibu, aku merindukan saat kita bertiga masih bahagia bersama." Tanpa sadar air mata Jihoon menetes, "Aku juga memiliki sosok ibu yang baru, dia ibu mertuaku, sangat baik, sangat cantik, sangat perhatian, tapi aku memiliki masalah dengan suamiku ibu, maaf aku belum bisa mengenalkannya padamu, karena kupikir pernikahan kami tidak akan berhasil, mungkin aku akan berpisah dengannya, ibu." Kali ini Jihoon tak dapat menahan air matanya yang terus mengalir.
"Mungkin suatu saat aku akan mengenalkan suami yang benar-benar bisa mempertahankan pernikahan kami, yang bisa menerimaku apa adanya." Jihoon terus bercerita dengan air mata bercucuran, tanpa sadar sepasang mata memperhatikannya dari kejauhan, "Tapi apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku merindukanmu, ibu."
Jinri yang awalnya terus bergerak seperti ingin lepas dari gendongan kangurunya, kini diam memperhatikan ibunya, tangannya bergerak menyentuh wajah Jihoon seperti ingin menghapus air matanya.
"Ma...ma...ma...ma..." Jinri mulai mumbling lagi.
Jihoon agak terkejut karena ini kata pertama Jinri yang ditujukan padanya, ia tersenyum dan mengusap air matanya, "Iya sayang, mama tidak akan meninggalkanmu."
Guanlin muncul dari tempat persembunyiannya dan mendatangi Jihoon yang masih berjongkok di depan makam ibunya. Ia ikut berjongkok menghadap nisan itu.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Jihoon kaget, karena sebelumnya ia tidak mengatakan pada siapapun akan pergi kesini.
"Bertemu ibu mertuaku." Ujar Guanlin lembut.
"Tidak perlu, sebaiknya kau pulang." Ujar Jihoon seraya berdiri dan pergi meninggalkan Guanlin.
Sebelum Guanlin mengikuti Jihoon, ia menyempatkan diri berdoa dan mengucapkan beberapa hal kepada ibunda Jihoon dengan senyuman tulusnya.
"Jihoon!" Panggil Guanlin, "Tunggu aku."
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Jihoon tanpa menghentikan langkahnya.
"Mengantarmu pulang, tentu saja." Ujar Guanlin yang kini sudah menyamai langkahnya dengan Jihoon.
"Aku bisa pulang sendiri." Ujar Jihoon dingin, "Aku tidak akan kabur." Lanjutnya seolah dapat membaca kekhawatiran Guanlin.
"Aku tidak mungkin bisa membiarkanmu sendiri, Ji." Guanlin langsung menarik tangan Jihoon.
---Don't Let Me Fall---
"Ada paket lagi." Ujar Nayoung ketika Jihoon dan Guanlin baru pulang.
"Paket apa?" Tanya Jihoon.
"Sepertinya perlengkapan bayi." Ujar Nayoung seraya menunjukkan paket berukuran sedang, "Tidak ada nama pengirimnya lagi."
"Ada dua?" Tanya Jihoon ketika melihat paket yang satu lagi berada di atas meja.
"Sepertinya dari dua orang yang berbeda." Ujar Nayoung.
"Siapa yang kira-kira mengirimkan semua ini?" Tanya Jihoon heran, pasalnya selama Jihoon berada disini sudah banyak paket tanpa nama yang datang berisi perlengkapan, peralatan dan mainan bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Don't Let Me Fall☑️ [PanWink]
Fanfic[COMPLETED] He found the right kind of love, with the wrong person. Pertemuan singkat antara Lai Guanlin dan Park Jihoon membuat keduanya terjatuh dalam suatu takdir yang tidak terbayangkan sebelumnya dimana semua awal drama kehidupan mereka dimula...