Menahan rasa ingin jumpa ...
Percayalah padaku, aku pun rindu kamu …Lagu tersebut memenuhi seisi ruang. Menyapa telingaku dan yang lain dengan sopan. Menemani kami mengerjakan tugas yang bersumber dari buku paket untuk membuat rangkuman.
Sebenarnya sudah menjadi hal biasa di kelas ini, mengerjakan tugas sambil mendengarkan musik. Namun, hanya berlaku ketika guru yang mengajar sedang berhalangan hadir. Awal mulanya karena ada salah satu temanku membawa speaker bluetooth untuk kepentingan presentasi, kemudian akhirnya langganan dipinjam oleh salah satu siswa barisan pojok.
Tidak sedikit yang ikut bersenandung kecil, tetapi tangannya tetap sibuk menulis. Ketua kelas pun mengizinkan, asal volumenya tidak terlalu besar. Khawatir kelasku ditegur oleh guru lain yang mengajar di kelas sebelah. Namun, beruntung kelasku di bagian pojok, sehingga jarang ada guru yang lewat, kecuali memang ada kepentingan di sini.
"Udah belum, Nes?" tanyaku pada Nesya yang masih sibuk mencatat. Aku ingin lanjut ke halaman berikutnya, tetapi sepertinya Nesya masih belum selesai.
"Belum, sabar dikit lagi."
"Jangan ditulis banyak-banyak, Nes. Yang penting-penting aja loh. Inget, abis ini masih ada tugas resensi," ujarku seraya menulis sesuatu yang aku lupakan. Tanggal. Terkadang aku lupa menulisnya di pojok kanan atas.
Perkataaanku ditanggapi dengan gumaman. Aku dan Nesya sama-sama sudah mempunyai buku paket. Karena tepat di belakangku belum punya, dan dia duduk seorang diri, aku meminta Nesya meminjamkannya.
Kata Nesya, Arka duduk di belakangku. Aku belum menoleh ke sana, sehingga belum ada percakapan apapun diantara kami berdua.
Berbeda dengan Nesya, dia yang beberapa kali menoleh, saat aku pura-pura sibuk mengerjakan sesuatu, dan tidak mendengar ketika Arka memanggil tanpa menyebut nama. Cuma seperti ini, "Eh, mau nanya."
Tidak lama kemudian lamunanku buyar. Ada yang menepuk pundakku menggunakan buku.
"Nih, udah selesai."
Seharusnya aku tidak perlu terkejut mendengarnya. Dari dulu dia memang cepat dalam mengerjakan tugas. Terutama yang ada kaitannya dengan hitungan. Dia selalu menjadi yang pertama mengumpulkannya.
Tanganku sudah meraih buku tersebut, tetapi Arka menariknya kembali. Dia berucap pelan di dekat kepalaku.
"Nengok dulu."
"Nggak perlu," ucapku singkat kemudian memilih lanjut menulis catatan, melihat Nesya yang baru saja membalik halaman selanjutnya.
Belum sempat menulis, Arka menyodorkan buku paket Nesya lagi. Aku langsung memegang erat buku itu, tetapi tidak berhasil. Dia tidak melepas bukunya, bagaimana bisa aku mengambilnya? Sungguh, kenapa dia suka sekali menguji kesabaran.
"Ar!" Setelah sekian lama tidak memanggil namanya secara langsung, akhirnya tersebut juga sambil emosi.
Aku protes sambil menatapnya. Beberapa detik setelah mata kami saling pandang, dia mengangkat alisnya yang tebal, disertai senyum tipis.
"Kenapa? Nih bukunya." Dia menyerahkan buku yang tadi. Usai sudah berpindah tangan, aku kembali menghadap depan untuk melanjutkan catatanku. Aku sempat melirik ke Nesya, dia tetap sibuk sendiri. Semoga saja dia tidak bingung dengan apa yang tadi terjadi.
Lima belas menit berlalu bel sekolah berbunyi. Sudah waktunya berganti pelajaran. Materi selanjutnya adalah meresensi novel fiksi. Maka dari itu Guru Bahasa Indonesia meminta kami semua ke perpustakaan.
"Kamu kenapa lagi, Syif? Lagi kesel?" tanya Nesya sebelum kami keluar kelas.
"Kesel sama siapa? Nggak, Nes," jawabku mengelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Sebatas Teman?
Teen FictionHarusnya aku tahu, menjalin persahabatan antara laki-laki dan perempuan, ada yang perlu dikhawatirkan. Iya, adanya perasaan tanpa direncanakan. Aku tidak menyesal memendam perasaan padanya cukup lama. Namun, justru aku sangat menyesal karena menuli...