Jangan sampai rasa nyaman yang sudah kubuang jauh itu kembali lagi karena ulah kamu.
---
Sudah hampir dua jam jariku menari di atas keyboard. Aku menyandarkan tubuhku di kursi belajar, merenggangkan kedua tangan, serta pinggang yang sedikit kaku. Kulepas kacamata, kemudian memijit pangkal hidung sebentar. Aku baru selesai membuat makalah untuk dikumpulkan besok.
Hari ini cukup melelahkan. Dari sekolah sudah pulang agak sore, karena ada rapat OSIS. Setibanya di rumah, setelah istirahat sejenak, barulah mulai membuat cake berukuran mini untuk Arka. Cake ala-ala seperti yang biasa lewat di eksplor Instagramku. Ribet juga jika membuat yang ukuran besar.
Tadi aku hanya membuat dua. Yang satunya kuberikan pada Ibu, ceritanya sebagai juri. Bersyukur sekali rasanya tidak mengecewakan. Aku berbunga-bunga saat ibu memberikan nilai sembilan, sedangkan bapak memberikan nilai delapan. Komentar bapak, katanya terlalu manis. Padahal menurutku dan ibu sudah pas.
Aku mengambil ponsel dari dalam laci, dan mengaktifkan data. Sengaja aku menjauhkan ponsel dari jangkauan agar tidak mudah terdistract ketika sibuk mengerjakan pekerjaan lain, ataupun mengulang materi pelajaran.
Masih dengan layar laptop yang menyala, mataku fokus menyimak banyaknya notifikasi yang berlomba-lomba meramaikan ponselku. Namun, tumben-tumbenan notif likes muncul dari beragam postingan di salah satu akunku yang tidak banyak diketahui semua orang.
Masalahnya hampir semua postingan dilike sama akun itu. Ketika aku melihat akunnya, sayangnya dikunci.
@filaazerra
Aku sama sekali tidak mengenal usernamenya. Pengikutnya tidak ada, dan yang diikuti hanya satu, yaitu akun HelloZura milikku sendiri. Eh? Sudahlah, kenapa hal seperti itu saja membuatku penasaran.
Sudah jam 23:59, aku bersiap mengirimkan sesuatu ke Arka melalui WhatsApp. Aku sudah menyimpan nomornya setelah waktu itu dia tiba-tiba mengirim pesan untuk meminta jadwal pelajaran. Keterangan terakhir onlinenya kemarin pagi. Sudah pernah kukatakan, dia memang jarang membuka media sosial.
Tugasku sekarang hanyalah mengirim ilustrasi foto kami yang berbentuk kartun, kemudian … sudah. Aku tidak berharap dibalas cepat, atau nantinya akan lanjut saling berbalas pesan.
00:00
Pesanku sudah terkirim, dan datanya dia aktif. Status pesannya menunjukkan centang dua abu-abu. Aku segera keluar dari room chat, hendak mengirimkan ucapan juga melalui emailnya. Rasanya ada yang kurang kalau tahun lalu mengucapkannya, tetapi sekarang tidak.
Yang di email juga sudah terkirim, aku segera menutup laptopku. Aku mencuci muka terlebih dulu sebelum pergi tidur. Kembalinya dari sana, layar ponselku menyala, dan bergetar beberapa kali. Nama 'Arka' muncul di bagian notifikasi. Aku duduk bersandar di tempat tidur, sambil mengintip isi pesannya. Belum selesai membacanya, aku malah tidak sengaja menekannya, sehingga langsung masuk ke room chat.
Aku menghela napas pelan, dan panjang, sebelum lanjut baca.
(Wiihh, makasih banget, Ra..)
(Aku sendiri aja lupa lho ultah hari ini wkwkw)
(Kaget aku pas kamu ngirim foto, aku kira foto apa, taunya birthday card)
(Makasih, Ra.. Aamiin kesemua doa yang kamu tulis)Sama-sama, Ar
Kamu mah lupa terus sama ultah sendiri(Wkwkw, Belakangan ini kamu yang ngucapin pertama mulu, Ra)
(Seinget aku dah 4 atau 5 tahun kamu yang pertama)Eh? Gimana gimana?
Kamu tau? Aku kira udah nggak pake email itu lagi(Baru tau bulan lalu. Tadinya lupa, Ra. Pas ada email kamu barusan jadi inget lagi)
(Emang udah lama gak dipake. Kebetulan pengen bikin akun email baru buat game, aku inget masih ada yang itu)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Sebatas Teman?
Teen FictionHarusnya aku tahu, menjalin persahabatan antara laki-laki dan perempuan, ada yang perlu dikhawatirkan. Iya, adanya perasaan tanpa direncanakan. Aku tidak menyesal memendam perasaan padanya cukup lama. Namun, justru aku sangat menyesal karena menuli...