'Masih ada harapan yang tidak kunjung padam, meski berusaha kuat dipendam.'
---
Aku rasa baru kemarin, hampir seharian menghabiskan weekend dengan Arka dan keluarganya. Namun, kenyataannya itu sudah seminggu yang lalu. Besok sudah mau bertemu weekend lagi. Waktu berlalu cukup cepat, hubungan pertemanan kami semakin rekat.
Banyak perubahan yang telah terjadi selama seminggu ini. Oh iya, yang paling terlihat itu kisahnya Nesya. Setiap kali bercerita, dia selalu terdengar bahagia. Layaknya orang yang sedang jatuh cinta, karena Kak Bevan sudah mulai memberi feedback padanya. Tidak tahu sudah putus dengan Kak Sheisha atau belum. Katanya sih masih ngegantung, karena suatu masalah.Kalau kabarnya Alif … dia tentu baik-baik saja. Kami masih berangkat sekolah bersama, dan pulang pun bersama. Meski saat di sekolah sudah jarang istirahat bareng, sikapnya tidak ada yang berbeda. Entah ke mana perginya dia, saat kucari-cari tidak ada. Sehingga waktu itu aku istirahat bertiga. Aku, Nesya, dan Arka. Melihat aku dan Arka semakin akrab, aku ditertawakan oleh Nesya, ketika orang yang dibicarakan pergi memesan minuman lagi.
"Tuh kan, Syif. Aku bilang juga apa. Kamu pasti jadi deket sama dia!"
"Tuh kan, Nes. Aku bilang juga apa. Kamu pasti bisa deket sama Kak Bevan." Aku menirukan perkataannya.
"Eh, kamu nggak pernah bilang gitu ya, Syiff. Kamu malah bikin aku pesimis."
"Hahaha, bukan aku ih. Waktu itu aku cuma bacain kutipan quotes dari buku kamu."
"Sama aja, Cipaa … Kamu udah mau selesai bacanya? Nyesel nggak baca itu? Spoilerin lagi dong."
"Ya nggak nyesel, Nes. Malah pemahaman aku nambah. Salah satunya untuk jangan cuma liat sesuatu dari satu sisi aja. "
Pada akhirnya aku menjelaskan bagian-bagian penting yang kuingat. Dari yang sudah aku baca, sebagian besar kuncinya adalah harus bisa menempatkan diri sendiri di posisi orang lain juga. Segala perbuatan, atau perkataan, pasti ada hal mendasar yang menjadi penyebab. Tidak bisa menarik satu kesimpulan dari satu jawaban.
---
Sore ini sampai lusa, aku ditinggal seorang diri di rumah. Bapak, Ibu, dan Dhiba setengah jam yang lalu berangkat ke Yogyakarta untuk menghadiri resepsi adik bungsunya bapak. Aku tidak bisa ikut ke sana, karena harus sekolah. Ditambah lagi ada pengambilan nilai yang diwajibkan para siswanya masuk semua. Sedangkan adikku, Ibu sudah izin ke wali kelasnya.
Jarang terbiasa seorang diri, aku merasa sedikit takut. Bagaimana kalau nanti ada penjahat masuk saat malam hari atau saat aku tidak ada? Huhu, jangan sampai hal-hal buruk terjadi. Ingin mengajak Nesya menginap di sini, pasti tidak diizinkan orangtuanya. Lagipula, aku juga tidak mau merepotkan dia.
Tiba-tiba terlintas di benakku ingin membuat konten yang sudah cukup lama terbengkalai. Sepertinya sekarang aku akan berusaha lebih aktif merawat nama HelloZura. Bukan hanya untuk pelarian saja, hehe. Postingan terakhirku bertemakan … apa ya? Sindiran untuk diri sendiri pada masanya?
--
Dia itu tidak memiliki rasa yang sama
Hanya saja kamu yang terlalu perasa
Sekalinya dia memberi perhatian, kamu makin salah paham menyimpan perasaan
Semudah itu hatimu memilih persinggahan?Jangan salahkan dia suatu waktu ya
Karena kamu sendiri sudah menyerahkan hatimu untuk dia patahkan
Sengaja atau tidak, ujungnya berakhir kecewa
Mau lanjut atau mengakhiri, memangnya pernah memiliki?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Sebatas Teman?
Teen FictionHarusnya aku tahu, menjalin persahabatan antara laki-laki dan perempuan, ada yang perlu dikhawatirkan. Iya, adanya perasaan tanpa direncanakan. Aku tidak menyesal memendam perasaan padanya cukup lama. Namun, justru aku sangat menyesal karena menuli...