- 12. Kesalah pahaman

919 65 7
                                    

Sepertinya keakraban kita semakin pudar ya? Canda tawa yang mengisi ruang, terganti jadi saling diam

--

Ponselku ramai notifikasi dari grub kepenulisan. Aku lupa kalau malam ini ada seminar kepenulisan via Zoom. Hampir setiap minggu meluangkan waktu untuk menimba ilmu seputar dunia literasi, supaya tulisan-tulisanku bisa semakin berkembang. Dimulai dari tata cara penulisan yang sesuai, sampai mempelajari tips membuat cerita yang menarik.

Yang mengira itu semua mudah, ternyata tidak. Namun, aku menyadari adanya proses di setiap tulisan yang aku tuangkan. Tidak lagi sembarang asal tulis seperti sebelum mengerti itu semua.

Sudah kusiapkan buku catatan, dan pulpen ketika moderator baru akan menyambut pemateri malam ini. Aku semakin semangat, begitu mulai masuk ke point-point yang langsung dicatat. Tiba di sesi tanya, aku mengambil kesempatan untuk mengajukan pertanyaan pada pemateri yang ternyata aku juga penikmat karya-karyanya. Sudah beberapa novelnya aku beli menggunakan uang jajan yang kusisihkan.

Dua jam berlalu, moderator mulai mengucapkan salam penutup. Akhirnya seminar kepenulisan malam ini telah selesai, dan semua berjalan lancar.

"Sampai jumpa dan sampai bertemu lagi calon para penulis hebat! Kita bertemu di minggu berikutnya dengan pemateri yang berbeda. Semoga ilmu kita malam ini semakin bertambah ya! Salam literasi!" seru sang moderator.

Banyak peserta seminar mengucapkan terima kasih di kolom chat, dan ada juga yang mengucapkannya langsung dengan menonaktifkan mode mute. Kalau aku, memilih opsi pertama, hehe.

Baru ingin menutup laptop, aku mendengar suara aneh dari luar. Kutajamkan pendengaran, khawatir hanya salah dengar. Namun, dalam hitungan beberapa detik, suaranya muncul lagi. Seperti suara grusak grusuk.

Aku memutuskan keluar kamar, tak lupa meraih sapu untuk berjaga-jaga. Pelan-pelan melangkah tanpa menimbulkan suara sama sekali, juga melirik kanan kiri agar lebih hati-hati. Takut sih, tapi harus dihadapi sendiri. Sama sekali tidak terpikirkan menghubungi siapa pun.

Kini aku sudah di balik tirai yang menjadi pembatas ruang tamu, dan ruang tengah. Gagang sapu sudah kupegang erat, bersiap memukul jika benar ada orang jahat. Oke, mulai menghitung mundur dalam hati.

Tiga …
Dua …
Sa … tu!!

Huhh … Tidak ada siapa-siapa. Aku bisa menghela napas lega. Sesaat kemudian, napasku tercekat. Seraya memicingkan mata, melihat ada seseorang duduk di luar. Berhoodie hitam, sedikit menunduk.

Itu siapa sih, ya ampun! Masa iya ditungguin maling? Kurang kerjaan banget.

Aku mengatur napas lagi. Bersiap mengintip lebih dekat, masih setia memegang sapu di tangan kiri. Sedangkan tangan kanan, sedikit lagi meraih gagang pintu, dan …

Ceklek

Pintu dibuka. Aku keluar, sambil menjadikan sapu sebagai tameng. Tidak lupa mengeluarkan tatapan tajam.

"Siapa kamu?!"

"Ssssttst! Alif, Ra, Alif." Orang berhoodie hitam itu tersentak, dan langsung bangkit. Ponselnya sempat hampir jatuh, karena sama-sama terkejut.

"Alhamdulillah, iya kakinya masih napak," jawabku pelan, tapi dibalas tatapan heran.

"Tolong lah, Ra. Kamu pikir aku hantu?"

Hanya Sebatas Teman?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang