Kini senja menjelang dan aku setia pada kaki bukit tempat favoritku.
Aku merasa, ada sesuatu dibalik tempat ini, aku merasa ada yang memperhatikanku sejak tadi.
Aku melihatnya, bayangan seseorang dibalik pohon. Dengan ragu aku berjalan, perlahan. Menghembus napas, pelan.
Tak ada siapapun hanya secarik kertas usang dengan tulisan "Purnama pada malam".
Tunggu! Apa maksudnya? Ini persis dengan milikku. Tapi siapa yang menulisnya selain aku? Kalimatnya tiada beda, artinya seseorang yang membuat ini kenal betul siapa aku.
Aku berpikir, keras. Dan ... Aku ingat! Itu dia! Dia yang selama ini aku tunggu. Dialah milikku, kekasihku yang hilang meninggalkanku. Kuteriakan namanya, lantang.
Mencari sosok orang yang menaruh kertas ini.
Kau kah itu?
Datanglah! Aku rindu!!
Mengapa sembunyi, tampaklah!
Jangan hanya tinggalkan jejak, kembalilah!
Apakah aku sudah bukan pengisi ruang dihatimu?
Apakah belum puas untukmu menghancurkan rasaku?
Tak ada siapapun. Hanya seorang gadis bodoh yang duduk memeluk dirinya sembari menangis sendu.
...
...
...
Huft. Dan akhirnya aku sadar sedari tadi seseorang berada dibelakangku. Hembusan napasnya, amat dekat!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan ke 17
PoetryHujan itu derita, kata orang Hujan itu pembawa sial, pun kata orang Namun, jika kau tahu bahwa setiap derita tersisip kebahagiaan dan setiap kesialan membawa keuntungan, pun ketika bulir hujan memiliki makna, masihkah kau nyatakan bahwa hujan itu sa...