29. Think Again

909 79 58
                                    

Nayeon baru saja memutus panggilan dari Dahyun saat suasana rumahnya yang sepi tiba-tiba tergantikan oleh suara nyaring bel yang sudah lama tidak Ia dengar. Dahi Nayeon lantas berkerut, otaknya menduga-duga siapa orang yang datang berkunjung ke rumah orang tuanya yang sudah lama tidak di tempati ini. Satu-satunya orang yang mungkin berdiri disana sekarang hanyalah kakaknya--Im Jiyeon. Tapi, apa itu mungkin.

Nayeon masih bertanya-tanya selagi kakinya bergerak menuruni ranjang lalu membawa tubuhnya melangkah terburu keluar dari ruangan kamarnya dan kemudian menuruni dua belas buah anak tangga yang menghantarkannya menuju pintu utama rumah ini.

"Siapa itu?"

Nayeon setengah berteriak saat langkah kakinya hampir mendekati pintu namun tidak terdengar suara apapun selain suara cicitan serangga yang tengah sibuk mencari makan di halaman rumahnya.

"Ya Tuhan, tidak mungkin penguntit, kan?"
Bisik Nayeon pada dirinya sendiri sebelum tangannya persis menarik gagang pintu.

"Ah, ya ampun!"
Nayeon nyaris menjatuhkan ponsel dalam genggamannya saat melihat sosok bertubuh tinggi dengan wajah menggemaskan itu di depan pintu rumahnya. Dan laki-laki sinting itu tersenyum. Park Chanyeol tersenyum seolah tidak melihat ekspresi kaget Nayeon yang seperti baru saja melihat hantu.

"Hey. Apa yang kau lakukan disini? Sepagi ini?"
Nayeon jelas tidak salah bicara sebab matahari saja belum naik sempurna ke singgasananya. Udara dingin belum menghilang dan kupu-kupu masih betah menghinggapi bunga-bunga cantik yang sebentar lagi akan layu menyambut musim gugur.

"Ya ampun, Im Nayeon. Cobalah untuk menyapaku dengan benar, teman. Kau seperti melihat musuhmu saja."

"Memangnya sejak kapan kita berteman sedekat itu? Hingga kau bisa berdiri disini. Di depan pintu rumah orang tuaku."
Nayeon terus saja mencari celah untuk membuat Chanyeol berhenti bersikap sesantai itu padanya. Karena sebenarnya detik itu juga detak jantungnya sedang melompat keras-keras tidak menurut disuruh diam.

"Baiklah, sebelum itu tidakkah kau ingin memintaku masuk dulu? Aku ini tamu, kau tahu?"

"Aku tidak akan membiarkanmu masuk tanpa alasan yang jelas."

"Hey, aku datang kemari untuk mengajakmu keluar. Ingat janjiku semalam? Lagipula terserah padamu jika kau ingin kita bicara disini seharian dan keesokan harinya Dispatch merilis berita dengan headline nama kita berdua."

Im Nayeon mengumpat di dalam hati. Satu helaan napas keluar dari rongga penciumannya.

"Oke. Masuklah."

Ia mundur beberapa langkah lalu melangkah mendahului menuju sofa bernuansa putih tulang di ruang tamu.

"Baiklah, sekarang jelaskan padaku."
Nayeon melipat tangan di dada dengan netra yang menatap lurus pada lawan di seberangnya.

Chanyeol berusaha menahan tawa. Ia sudah lama tidak melihat ekspresi judes Nayeon dengan tatapan yang mematikan itu. Rasanya menyenangkan melihat gadis itu berekspresi seolah baru saja mendapatinya berselingkuh di depan matanya. Tunggu, apa barusan Chanyeol membayangkan Nayeon menjadi pacarnya? Sialan.

"Baiklah, aku sudah memberitahumu niatku kemari kan, sejak semalam--"

"Tapi aku bahkan tidak memberitahumu alamatku."

"Iya aku tahu. Dan aku juga ingin tahu kenapa kau tidak memberitahuku alamatmu. Padahal aku ini tampan."
Jawab Chanyeol dengan bibir ditekuk lucu. Ia sengaja ingin memanasi kepala Im Nayeon tentunya.

"Park Chanyeol!"

"Iya, apa? Baik, aku salah karena menanyakan alamat rumahmu pada Mina secara diam-diam. Tapi kau itu jangan terlalu pelit begitu, Nayeon-ah. Kita ini berteman sejak kau baru debut tapi kau terlihat semarah itu hanya karena aku mendatangi rumahmu. Aku bahkan selalu menemuimu saat kau ada masalah tapi kau--"
Chanyeol tidak melanjutkan kalimatnya dan malah menarik napas berpura-pura kecewa. Tentu saja hanya untuk mengelabuhi Nayeon. Dan gadis itu sontak melempar sorot iba kepadanya. Tepat sekali, Chanyeol tahu ini akan berhasil.

Just A Fangirl?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang