I Don't Know

3.6K 189 2
                                    

Kupungut kemeja yang tergeletak di lantai, pakaian dalamku dan bawahanku. Sambil berjingkat dan berlilitkan selimut, membiarkan seseorang yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur, aku berlari ke kamar mandi. Menatap cermin, melihat kondisiku. Sial, tanda apa ini, ingin kuhilangkan tapi tak bisa.

Kucoba untuk mereview ulang kejadian semalam. Tunggu, kenapa bisa aku sampai di kamar ini? "Semalam aku diajak ke tempat yang mirip club, aku minum minuman itu, menari, WHAT'S?!" seruku seketika saat mengingat kalau aku dan bocah itu melakukannya. Ini tidak benar, kenapa bisa, otakku pasti sudah tak waras saat itu.

Kunyalakan kran dan mencoba menyadarkan diriku dengan menyiram mukaku dengan air dingin. Walau aku masih tidak ingat apa yang sebenarnya terjadi, aku tetap ingat kalau aku dan bocah itu berciuman di atas tempat tidur tadi. Sial, sebenarnya apa yang terjadi denganku. Tuhan tolong ingatkan aku.

Sebuah ketukan membuyarkan lamunanku. "Kakak di dalam? Bisa cepat keluar?" serunya dari luar, jelas suara bocah gesrek.

Kupakai pakaianku cepat. Bocah itu, dari nada suaranya seperti tak pernah terjadi apapun. Tak ada nada bersalah sedikitpun. Apa aku barusan mengenai jebakan offside? Apa aku melanggar sesuatu, karena menyerangnya lebih dulu dan kini aku terkena hukuman? Oh God, sebenarnya apa yang terjadi? Aku butuh penjelasan dari bocah ini. Kubuka pintu, kupasang wajah marah.

"Cepatlah, aku tidak tahan lagi" ucapnya menarik lenganku kasar, menyuruhku untuk segera keluar dari kamar mandi. Kemudian menutup pintu di belakangku. Sial, bocah ini. Kenapa tidak ada sopan santunnya sama sekali dan lagi dia benar-benar tidak merasa bersalah. Rasanya darah dikepalaku mulai mendidih naik.

Kulihat pintu kamar mandi sekali lagi. Kurasa bocah itu sedang melakukan pembuangan. Suara gasnya terlalu keras sampai terdengar olehku. Kupilih menunggunya. Sial, mataku menatap tempat terkutuk bukti kejadian semalam. Seandainya, tempat ini bisa bicara? Aku akan bertanya pada mereka, sebenarnya apa yang terjadi semalam.

Kuingat kembali. Bocah itu masih mengenakan celananya tadi. Jadi kurasa, aku masih aman. Tapi tunggu, tanda di leherku ini. Sial, aku tidak mungkin membuatnya. Bocah itu pasti yang melakukannya. Dan bagaimana dengan pakaianku?

"Pagi" sapa seseorang membuyarkan lamunanku. Ia berjalan menghampiriku.  Senyumnya merekah seperti mentari pagi. Jangan lupakan tubuh atletisnya yang terekspose. Sial, dia terlihat sexy topless seperti itu. Kusingkirkan kekagumanku, kupejamkan mataku dan menggeleng singkat. Aku harus fokus, aku harus mencari tau kebenaran dari kejadian ini.

"Pagi kepalamu, apa yang terjadi semalam? Kenapa aku bisa sampai sini dan kondisiku... " bukannya melanjutkan aku malah terbata-bata karena aku malu menjelaskan yang sebenarnya.

"Kakak tidak ingat? Semalam, kakak begitu..." melihat ekspresinya aku sudah paham, kurasa aku benar-benar melakukan pelanggaran.

"Stop, hentikan. Ini semua salahmu. Seharusnya aku tidak pernah mengikutimu dan... melakukan itu" kata-kataku tertahan. Apakah aku melakukannya? Aku masih ragu, tetapi dengan bukti tadi pagi, ya Tuhan...ampuni aku jika benar aku telah melakukannya.

"Sudahlah, kita melakukannya atas dasar saling suka, aku akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada kakak" ucap bocah itu tanpa dosa. Apa memang anak jaman sekarang menganggap hal seperti itu sudah biasa? Dimana moral mereka, apa yang mereka pelajari di sekolah?

"Memangnya apa yang terjadi, sampai kau harus bertanggung jawab?" ucapku bersikeras, kalau tidak terjadi apa-apa denganku. Aku ingin percaya kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun.

"Kakak lupa, bukankah kakak yang memintanya" ucapnya.

"Hentikan ocehanmu dan katakan terus terang" kucekek lehernya dengan kedua tanganku berharap dia berkata jujur.

*Edfan pov*

Mengerjai wanita ini memang lucu. Lihat saja wajahnya yang merona ini. Dia pasti bingung bangun dengan kondisi seperti tadi. Sialan si Ema, bisa-bisanya dia membuang bra miliknya juga. Untung semalam aku tidak khilaf. Tetapi, aku ingin tau seberapa keras kepalanya dia kalau sudah seperti ini. Apakah dia akan tetap bersikeras tidak mau berkencan denganku? Aku ingin tau apakah prinsipnya untuk tidak mengencani seseorang akan terus berlanjut.

Leherku tercekek. Dia ingin membunuhku atau bagaimana, seharusnya ia berpikir dua kali untuk melakukan hal ini. Aku anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja dan aku pria yang barusan tidur dengannya. Apa dia tidak berpikir dua kali tentang hidupnya.

"Kakak ingin membunuhku?" kata-kata yang mampu terucap olehku.

"Iya, aku akan membunuhmu kalau kau tidak bicara terus terang tentang kejadian semalam"  ucap wanita yang entah kenapa aku suka melihatnya marah.

"Kenapa kakak tidak lihat bukti yang ada" ucapku, leherku benar-benar sakit, ini karma untukku karena berani mengerjai wanita tak bersalah ini. Eh tunggu, dia salah. Dia yang pertama menciumku. Yang tanpa sadar ikut menikmati ciumannya dan meninggalkan sedikit bekas di lehernya. Tetapi itu semua tak akan terjadi kalau Boy tidak menyodori dia minuman itu. Jadi seharusnya, itu salah Boy. Akan kubalas dia. Tetapi kalau dipikir lagi tidak perlu, karena dia aku bisa merasakan manis bibir cherrynya. Sial, aku sepertinya kecanduan dengan manisnya. Melihatnya sedekat ini, aku jadi menginginkannya lagi.

"Bukti kepalamu. Tidak ada bukti apapun. Jangan sampai kejadian ini diketahui orang lain, atau aku akan benar-benar membunuhmu dengan tanganku sendiri" ucapnya yang kemudian memilih segera pergi meninggalkan apartemenku.

"Tunggu" kuraih lengannya menghentikan langkah kakinya. "Kita masih berkencan kan?" ucapku yang seketika dibalas dengan pukulan telak di atas kepalaku. Dia memukulku dengan tas miliknya.

"Cuci otakmu, aku tidak akan pernah kencan denganmu. Kelakuanmu kali ini sudah melewati batas. Kita hanya punya hubungan sebagai pembina magang dan anak didik. Jika kau mulai menyerang tiba-tiba di daerah lawan, kau akan terkena pelanggaran offside dan kau tau apa konsekuensi terberatnya. Tendangan pinalti, yang berarti aku bisa memberimu nilai buruk dalam laporan magangmu. Jadi kau akan mengulang terus menerus"

"Itu lebih bagus lagi, aku akan sering melihat kakak" ucapanku membuat matanya membulat lucu. Kurasa dia kini mulai kewalahan. Dia pasti akan meledak sekarang juga.

"Tidak sudi"  ia kembali memukulku dengan tasnya. Menyingkirkan tanganku yang menyentuhnya. Mau tak mau aku melepaskannya pergi. Ini namanya kekerasan. Calon istriku melakukan kekerasan padaku.

Tunggu, calon istri? Bisa-bisanya aku berpikir sejauh itu. Ya Tuhan, aku pasti sudah benar-benar jatuh cinta dengannya. Aku harus mendapatkan hatinya, bagaimanapun caranya.

😍😍😍😍😍

Off SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang