Sudah satu minggu aku tidak bertemu dengan bocah itu lagi. Aku sebenarnya hanya ingin menghindarinya, untungnya nasib berbaik hati padaku dia akan diawasi langsung oleh manager. Itupun perintah atasan. Bersyukur juga tidak harus mengurusinya dan bertemu dengannya, walaupun aku harus berpanas-panasan. Tak apalah, ini juga demi kebaikan kami. Tak akan ada lagi gosip jika kami berjauhan, itu harapanku.
Tetapi tetap saja mulut seseorang menyebarkan gosip tentang kami. Ada gosip kalau aku keguguran dan pemilik perusahaan membuatku bekerja di sini sebagai rasa bersalah karena keguguran yang kualami dan memberiku gaji lebih besar dari biasanya dan sebentar lagi aku akan mendapat kenaikan jabatan. Sungguh yang menyebarkan gosip itu sok tau dan kurang kerjaan. Tetapi syukurlah, hanya aku yang digosipkan. Aku hanya tidak ingin merusak reputasi perusahaan ini, yang sudah baik dimata masyarakat. Terserah apa kata gosip itu padaku, aku tidak peduli.
Aku lagi-lagi harus pulang malam, apalagi laporan harus selesai hari ini karena ada rekap bulanan. Dan laporan stok baru kuterima jam 5 tadi, sial.
Selesai dengan laporanku, kubereskan meja kerjaku dan memilih untuk segera pulang istirahat.Kakiku melangkah menuju lift. Menekan tombol di samping pintu lift, menunggu pintu itu terbuka untukku. Tak begitu lama, pintu terbuka. Seketika manik hitam ini melebar menangkap sosok di dalam lift.
Tak berbeda dengan sosok di depanku, ia juga terkejut. Aku berdehem sejenak, bersikap biasa. Kemudian melangkahkan kaki memasuki lift yang tak lama menutup dan mengunci kami berdua dalam kesunyian.
Lama tak melihatnya, rindu juga keusilannya, apalagi kata-kata selengekan darinya yang terkadang membuatku tersenyum. Kini dia berdiri di belakangku. Dapat kulihat dari pantulan lift dia melihatku. Kutolehkan kepalaku ke arahnya. Dia membelalak kaget. Lucu.
“Mumpung ketemu kamu di sini, besok bilang ke teman-temanmu kalau kalian hanya perlu mengecek barang yang akan diekspor, jumlahnya benar atau tidak. Aku akan ada pertemuan dengan para pemasok jadi mungkin akan ke kantor sore. Jadi jangan menungguku. Lakukan saja apa pesanku hari ini dan... “
“I miss you” celetuk Edfan memotong ucapanku.
Tenggorokanku tercekat mendengar ucapannya. Kupalingkan kepalaku sepintas namun kemudian berusaha untuk fokus dan mengabaikan ucapannya barusan. “Jadi ingat apa yang aku pesankan... Kalau besok... “
“Boleh aku memeluk kakak?” ucapnya lirih, matanya terlihat sendu. Aku terdiam tak merespon permintaannya karena terlalu terkejut. “Kakak diam, aku anggap setuju” ucapnya yang kemudian melangkah maju dan menenggelamkan tubuhku dalam pelukkannya. Jantung ini berdegup tak seperti biasanya.
Tersadar, akhirnya tubuhku merespon, mendorong tubuhnya agar memberi jarak dariku. “Kumohon sebentar saja” pintanya sambil mengeratkan pelukkannya. Seolah ia tidak akan bisa memelukku lagi dan ini merupakan pelukkan terakhirnya. Sedikit sesak tapi entah kenapa hatiku mendapat kedamaian atas tindakannya.
Mendengar suaranya aku menyerah, kubiarkan dirinya memelukku hingga pintu lift terbuka. “Soal gosip itu” ia memecah kesunyian sambil masih tetap memelukku.
“Biar saja, aku nggak peduli. Lagipula itu bukan yang sebenarnya dan bersyukurnya gosip itu nggak bawa namamu dan perusahaan, jika iya, ini akan terdengar buruk untuk orang lain”
“Kenapa kakak bicara begitu? Bukannya nama kakak jadi buruk dimata orang lain?” ucapnya, dengan nada seolah sangat peduli dengan nasibku. Padahal semua ini juga karena ulah dia yang seenaknya sendiri.
“Enggak penting, itu juga kesalahanku” pintu lift terbuka dan kudorong tubuhnya menjauh dan ia membiarkanku pergi. “Ingat pesanku tadi dan soal gosip itu jangan dipikirkan, itu akan menghilang dengan sendirinya” ucapku menganggap gunjingan, gosip dan pandangan pegawai di kantor padaku hanyalah angin lalu. Karena memang aku tidak begitu memikirkan apa yang dipikirkan orang lain. Selagi itu tidak benar dan tidak melukaiku secara fisik, aku akan diam saja.
Karena aku sudah kebal mendengar ejekan orang lain padaku sejak aku berumur 6 tahun.
Aku anak pendiam karena aku tidak suka menyampuri urusan orang lain dan apalagi sejak kedua orang tuaku bercerai, aku menutup diri dari lingkungan luar. Teman-temanku sering mengejekku, itulah sebabnya aku tidak begitu suka akan sebuah hubungan. Apalagi pacaran.
Aku tinggal bersama ibuku di sebuah rumah kontrakan sampai aku berumur 14 tahun. Lalu ibuku meninggal, aku hidup sendiri dan tinggal di sebuah apartemen yang aku beli dengan hasil kerja kerasku selama aku berumur 12 tahun membantu tetanggaku di rumah makannya, dari semula hanya bekerja partime hingga sekarang aku bisa menjadi seorang pegawai di perusahaan cukup terkenal. Aku juga bersyukur dapat membiayai kuliahku sendiri. Jadi ejekan orang-orang selama ini padaku tidak pernah kupedulikan, selagi itu tidak melukaiku secara fisik. Itu tidak terlalu penting masuk ke otakku.
Lepas dari Edfan, kakiku melangkah keluar lift dan berjalan menuju halte bus. Hanya perlu 5 menit untuk sampai di halte. Ada banyak orang yang sudah menunggu dari tadi. Menunggu sopir bus menjemput mereka pulang.
Sembari menunggu bus, kuambil heatset yang sudah terpasang di handphone dan memasukan bagian ears ke telingaku, meraih handphone dan memutar mp3 dengan sebelah tangan. Namun sebuah tangan tiba-tiba meraihku dan menggenggam jemariku, menautkan jemari kami agar menyatu dengan sempurna.
Seketika mataku membulat dan kepalaku menoleh ke arahnya. Edfan. “Kuantar kakak pulang” ucapnya sambil tersenyum bahagia.
@@@@@@@
Hellloooo gimana part ini? Sedikit? Maafkan... Biarlah, mood nulisnya lagi naik turun... Malah lagi ngerjain cerita baru.... Kurang kerjaan yah begini 😂✌️ okey, thank you buat readers yang sudah dukung tulisan tak berfaedah ini.
Hehehehe...okey, happy reading 😘
![](https://img.wattpad.com/cover/146095533-288-k459111.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Off Side
RomansaBagaimana rasanya bila tiba-tiba dirimu bangun tidur di tempat asing bersama orang yang sungguh ingin kamu hindari. Kamu pasti akan berteriak, memaki, menendang, melempar bahkan jika didekatmu ada benda tajam, kamu pasti akan membunuh orang itu seke...