Apa? Hamil?

3.7K 178 0
                                    

Hollaaaa... Thank you to viewers and voters 🙏for your support... Ayo dilanjutkan baca si gesrek kesayanganku. Hehehhee.... Klo part ini pendek diharapkan maklum, otak lagi buntu mikir kosakata. Happy reading...

👏👏👏👏👏

Setelah pertanyaan tentang lamaran yang jelas langsung kutolak membuat seisi perusahaan langsung gempar mendengar gossip itu. Seketika mereka langsung mengataiku yang tidak-tidak. Mengataiku kurang ajarlah, tidak tau terima kasih, sok jual mahal, sok kecakepan dan semua segala sok. Mereka mencibir di belakangku. Aku tak peduli.

Okey, kini semua orang membenciku, padahal aku tidak melakukan apapun pada mereka. Lagipula alasan mereka membenciku hanya karena aku tidak menerima lamaran dari anak pemilik perusahaan terbesar di kota ini. Mungkin bagi mereka ini peluang emas untukku tetapi bagiku ini sebuah kutukan.

Apa aku salah telah menolak lamaran mereka? Lagipula ini hidupku, kenapa mereka seperti mengatur kehidupanku? Apakah sebentar lagi aku akan di pecat gara-gara penolakan ini? Seketika otakku memikirkan hal negatif tentang konsekuensi atas tindakan yang barusaja kulakukan.

"Firza, jual mahal sekali dirimu?" ucap Mandu dengan nada khas keturunan Ambon, bagian marketing. Okey, dia menyindirku. Terserah saja, apa pentingnya itu bagiku. Lagipula pernikahan bukanlah permainan iya kan? Apalagi aku harus menikahi anak yang baru semester 5, aku tidak ingin menunggunya selesai kuliah walaupun jelas kekayaan keluarganya akan cukup menghidupiku namun aku tetap tidak menginginkannya. Aku tidak pernah menyukai bocah mesum itu.

Kuabaikan Mandu dan memilih untuk segera meninggalkan tempat ini, meninggalkan gedung yang membuatku seakan aku adalah tersangka utama penghancur ketenangan perusahaan.

Sampai di lobi, seseorang menarik lenganku. Bocah gesrek itu lagi. Kutarik lenganku berlawanan darinya, yang dengan otomatis membuatnya menoleh dan menghentikan langkahnya. "Kakak ini, aku harus bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan pada kakak. Apa kakak tidak ingat apa yang terjadi di apartemenku waktu itu?" ucapannya membuat orang-orang yang kini sedang berjalan pulang seketika menghentikan langkah mereka dan memusatkan perhatiannya kepada kami.

"Kau itu ngomong apa? Tidak terjadi apa-apa sama sekali. Jadi kau tidak perlu bertanggung jawab atas apapun padaku" ucapku menyuruhnya untuk melupakan tentang kejadian laknat malam itu.

"Kenapa bisa tidak ada? Aku yakin dan aku sadar waktu itu. Kita sudah melakukannya" matanya memandangku cukup serius. "Kalau kakak hamil bagaimana?" seketika bola mataku melotot hampir keluar, terkejut atas pernyataannya barusan.

Dia mengatakan hal itu dengan santainya di depan para pegawai. Oh God, mau ditaruh di mana reputasiku? Barusaja meledak kabar kalau aku menolak lamarannya dan kini dia mengatakan, kalau aku hamil dengannya. Rasanya kepalaku hampir meledak karena ulah bocah ini. Oh God harus kuapakan bocah ini?

Walaupun aku tidak yakin benar dengan tindakanku malam itu, tapi tetap saja aku percaya aku tidak melakukan hal yang jelas sekali tidak pernah kupikirkan akan terjadi menimpa diriku.

"Jadi, kakak ayo kita tunangan. Aku tidak ingin kakak hamil di luar nikah. Aku akan bertanggung jawab, ayah sudah setuju kalau kakak bersedia, aku akan meminta restu orang tua kakak, jadi..."

"Kau ini gila ya? Aku tidak hamil... Aku itu... Hmmmptf... " tiba-tiba perutku mual tak tertahankan. Dan kini mata semua orang yang sejak tadi memperhatikan kami, semakin terpusat menatap kami. Bola mata Edfan juga ikut membulat lebar menatapku. Apa ini?? Aku tidak hamil, jeritku dalam hati.

To be continue...

Off SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang