Edfan pov
Dia meninggalkanku, dia marah padaku. Entah kenapa kaki ini tidak berani melangkah untuk mengejarnya. Padahal ingin sekali kutarik lengannya dan menenggelamkannya dalam pelukkanku. Tetapi kenapa tubuh ini mematung begitu saja ketika melihat sorot mata yang seolah memberitahukan kalau aku telah begitu kejam mempermainkan hati polosnya.
Walau memang semula aku hanya ingin bermain-main dengannya, tetapi karena malam itu, aku terjebak dalam lingkaran offside yang telah aku buat sendiri. Aku sudah melangkah terlalu jauh, apalagi menggunakan ayahku dalam permainan ini.
Aku tau apa yang kulakukan ini salah besar, tetapi kesalahanku ini membawaku semakin dalam menginginkan lebih. Menginginkan untuk memilikinya, bahkan aku tidak ingin melihatnya menangis seperti yang ditunjukkannya kali ini padaku. Airmata yang menggenang itu, bukti bahwa dia terluka karena keegoisan yang telah kubuat.
Kubiarkan punggung sedih itu berjalan menjauh dariku. Aku tak mampu melangkah mendekatinya.
Setelah kejadian itu, dia lebih suka memberikan tugas anak magang lewat temanku, Mimi. Dia juga lebih memilih kerja di lapangan dari pada di dalam kantor. Aku juga tidak bisa mendekatinya, karena janji yang sudah kubuat dengan ayah, kalau aku akan serius bekerja di sini dan menyelesaikan kuliahku. Apalagi kini aku harus diawasi oleh manager.
Ayah memberi perintah beliau agar mengawasi pekerjaanku, aku tidak boleh main-main lagi. Supaya ayah percaya dengan pilihanku. Jadi akan kubuktikan aku mampu bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah kuambil.
Sudah satu minggu aku hanya bisa melihatnya dari jauh, kepanasan. Berpeluh dan itu terlihat cantik. Entah kenapa aku menyukainya saat dia berpeluh seperti itu. Mungkin otakku berpikiran kotor sekarang. Tanpa sadar bibirku mengulas sebuah senyuman konyol memikirkan otakku barusan. Kalian pasti mengira aku bocah kurang kerjaan, mengejar gadis yang usianya lebih tua dariku padahal banyak gadis seumuranku yang mengejar dan menggilaiku. Tetapi memang aku bocah seperti itu.
Awalnya aku hanya penasaran dan ingin membuktikan apakah benar dia gadis yang anti pacaran. Lagipula memang ada ya gadis seperti itu di dunia sekarang dimana free sex itu bebas dan lazim, bahkan kadang mereka mengumbarnya lewat medsos. Namun saat melihat sisi lain dirinya, aku sadar dia benar-benar menarik, ia berbeda dengan teman-temanku bahkan dia beda dengan gadis jaman sekarang, mungkin dia masih polos.
Dia gadis keras kepala, pemaaf, sabar, anak Tuhan dan dia gadis pemberani yang pernah kutemui. Gadis yang berani menolak lamaran dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Jika itu orang lain pasti langsung menerimanya, tetapi dia berbeda. Dia begitu keras kepala dan berani menolaknya. Kini aku harus mencari cara meluluhkan hatinya.
Aku sudah melibatkan ayahku dalam permainanku, bahkan aku sudah merencanakan hal yang akan membuat gadis manapun melihat kondisinya waktu itu akan menyerah dan menerima nasib harus menerima lamaranku atau kalau tidak mereka akan mengejarku dan menyuruhku bertanggung jawab dan hal paling sadis mereka akan membunuhku di tempat atau bahkan memutilasiku saat itu juga. Ini hal yang sempat aku takutkan, namun dia tak berpikir sesempit itu. Dia malah menyalahkan dirinya sendiri karena telah menerima ajakan bodohku dan menyuruhku melupakannya. Karena ia yakin tidak terjadi apapun padanya. Walaupun itu benar. Ya, kami hanya berciuman saat itu dan aku tidur di sampingnya dengan tenang.
“Lo ngalamunin apa’an? Ngeres ya? Mantengin tuh cewek segitunya. Udah sana samperin mumpung nggak ada pengawas” celetuk Devo yang ternyata memperhatikanku sedang mengamati gadis cantikku. Oh kakak cantik kenapa kau jauh di sana, seruku dalam hati. Kusunggingkan senyuman ke arah Devo dan menepuk bahunya pelan, kemudian melanjutkan pekerjaanku. Aku memang ingin sekali berlari menemuinya kemudian mengucapkan hai, namun janji tetaplah janji aku harus serius dalam tugas magang ini, agar ayah mempercayai keseriusanku. “Lah, kog malah pergi? Nggak liat cewek sexy lagi?”
“Kerja Vo kerja” seruku mengingatkan sahabatku yang pikirannya seperti pria kebanyakan. “Aku bilangin ke Ema diputusin tau rasa”
“Jaga bacot lo bro, lo kan tau dia cemburuan banget” ucap Devo yang jelas langsung kalang kabut seperti kebakaran ekor...eh, emang dia punya ekor?
Hari ini aku harus pulang larut, ayah menyuruhku membantu pekerjaannya di kantor, membuat program terbaru di jaringan komputernya. Beginilah manfaat anak yang belajar IT. Untung aku paham, ini makanan sehari-hari di kampus. Jadi ini cukup mudah untukku. Setelah selesai dan menyimpannya di komputer dan harddisk. Kumatikan lampu ruang kantor ayah dan berjalan meninggalkannya.
Kantor cukup sepi malam ini, apa aku orang terakhir di sini? Ternyata tidak, masih ada beberapa orang yang bekerja lembur di lantai ini. Kakiku melangkah menuju lift. Aku tak perlu menunggu lama karena tidak ada yang menggunakannya. Pintu besi itu terbuka mempersilahkanku masuk, kutekan tombol lantai dasar. Namun lift berhenti dan terbuka di lantai dua, seseorang berdiri di sana, betapa terkejutnya diriku melihat sosok tersebut. Sepertinya hal yang sama terjadi juga dengannya. Melihat matanya membulat lebar saat pintu lift terbuka untuknya.
@@@@@
Holaaaa readers... Thank you semuanya para reader dan voter tercinta *lebay* sorry lama menunggu ya, Rya bingung mau ngelanjutin cerita ini atau enggak,,tetapi sebagai orang tua dari tulisan ini, jadi mau diurusin sampai kelar deh... Biar nggak ngegantung, kasian kalau terbengkalai juga... Okey, ini setengah jalan perjuangan si Edfan... Ditungguin part selanjutnya,, ada yang bakal kangen-kangenan... Cie.. Yang udah baca jangan lupa dipencet bintangnya, biar hidup kalian lebih bersinar lagi 😘🙏🙏🙏🙏 thank you.
![](https://img.wattpad.com/cover/146095533-288-k459111.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Off Side
RomanceBagaimana rasanya bila tiba-tiba dirimu bangun tidur di tempat asing bersama orang yang sungguh ingin kamu hindari. Kamu pasti akan berteriak, memaki, menendang, melempar bahkan jika didekatmu ada benda tajam, kamu pasti akan membunuh orang itu seke...