Chapter 7

42 6 0
                                    

"Hallo? Tolong bulan ini semua jadwalnya dicancle saja. Ya, aku benar benar minta maaf, tapi ini sangat genting, iya aku paham, tapi hayolah, kamu pasti paham dengan keadaanku, ahh kamu memang sangat mengerti diriku aku sangat bersyukur, ok iya sekalian, tolong siapkan beberapa baju untukku, nanti kamu antar ke alamat yang nanti Aku kirim ya, Okay? maaf ya jadi merepotkan." Thomas yang baru selesai menelepon Managernya, sekarang kembali menatapku dengan senyuman manisnya, "ngomong-ngomong, kopermu dimana? Biar aku pack semua." Thomas melihat pada sekitar kamarku, lalu melihat ke arahku lagi.

"Sebelum aku mengalami musibah ini, aku sudah membereskan semuanya kok." Aku mencari dimana koperku berada, dan pandangananku terhenti pada koper besar yang kusandarkan disamping lemari besar disudut tembok itu dan menunjukkannya pada Thomas, "itu dia."

"Wah, dua koper besar ini isinya barang-barang milikmu?" Thomas bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri koperku disana, "apa saja yang kamu bawa disini?"

"Yang pasti baju-bajuku, dan beberapa hadiah dari para fans." Aku mengangkat bahuku yang masih terasa sakit, dan memberikan sedikit senyuman padanya.

"Sudah aku duga, banyak sekali yang menyukaimu, dan selalu mendoakanmu, maka itu kamu bisa lolos dari dua musibah yang mengerikan." Thomas menunjukkan tatapan penuh syukur di wajahnya saat memandangku, "aku harap kamu selalu dilindungi, sayang." Setelah Thomas berbicara, dia menarik dua koper besar itu, dan berjalan mendekatiku yang sedang duduk di kursi roda didepan kasurku. "Aku bawa ini dulu ke bawah ya, setelah itu aku bantu kamu ke bawah." Thomas keluar dari kamarku, dan bayangan Thomas menghilang disaat dia sudah berjalan menuruni setiap anak tangga disana.

***

"Tom, bawa masker?"

"Hmm, sepertinya. Sebentar ya, biar aku cari dulu." Thomas berbalik badan, dan berlutut di kursi mobil dan merogoh tasnya yang berada di kursi paling belakang yang penuh dengan Koper dan kursi rodaku, "nah, ketemu. Sini biar aku pakaikan" Thomas berbalik kearahku dengan lututnya yang masih dikursi mobil, sebelum dia memakaikan masker itu, dia mengelus perban yang ada di pipiku. "Ini luka sobekannya sampai dari mulut sampai telinga kan?"

"I.. iya." Aku mengangguk pelan.

"Suatu saat kamu akan menjadi The Next Jeff the Killer nih." Thomas tertawa dengan lawakannya sendiri, "Tapi, siapa tau kan, nanti kamu bisa menghajar semua orang yang sudah menganiaya kamu, ya aku tau kamu tidak akan tega membunuh, tapi setidaknya beri mereka pelajaran." Thomas menyelipkan tali maskernya di antara kedua kupingku, dan merapihkan maskernya.

Thomas, andai saja kamu tau siapa yang sudah menganiaya aku, dan andai kamu tau kalau aku pernah membunuh manusia. Mungkin kamu akan sangat terkejut mendengar kenyataannya.

"Makanya, ajari aku cara membunuh seperti apa, biar aku benar benar jadi The next Jeff the Killer," aku meledek Thomas. Aku tidak peduli dengan keberadaan Ayah Corey, dan paman paman yang lain.

"Yah sayang, membunuh bukan bidangku. Tapi kalau masalah akting membunuh, aku bisa." Thomas menurunkan kakinya dan kembali duduk normal.

"Yah, Cemen deh Tom, Roman aja bi..." kenapa? Kenapa aku menyebut namanya?

"Roman siapa?" Thomas terkejut mendengar nama laki-laki selain dia yang disebut olehku.

"Mungkin, Roman temannya yang sudah membantunya tetap hidup dari tragedi pembunuhan dulu." Ayah Corey menjawab pertanyaan Thomas.

"Ohh, yang waktu di pemakaman, dan kamu ditinggal itu bukan?" Kak Sid dengan semangat, "jadi, Roman bisa membunuh juga? Bagaimana ceritanya?" Kak Sid membalikan badannya dan menatapku.

"Roman itu laki-laki yang tampan itu bukan? Yang dihajar habis-habisan dengan Corey?" Ucap Paman Mick yang masih fokus menyetir.

"Ha? I.. iya itu dia orangnya, tapi kalau masalah membunuh, itu kan hanya gurauan, aku hanya ingin bercanda dengan Thomas."

Calamity CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang