Pergi

2.2K 80 4
                                    

Hari kedua dan ketiga MPLS telah dilalui kelas X baru rasa lega dan bahagia menghiasi wajah dan hati mereka. Tidak ada lagi hukuman, permainan, dan kemauan osis yang aneh-aneh.

Namun rasa lega itu tidak ada di diri Vano saat ini. Vano tetap saja merasa bersalah kepada Cindy. Vano takut kejadian tahun lalu terulang saat dimana Vano masih menjadi pengurus osis di kelas XI. Saat Fandi yang masih menjadi ketua osis menghukum seorang siswa push up karena kalah dalam permaian hingga hampir meninggal karna ternyata siswa itu mempunyai penyakit paru-paru.

Gimana kalo Cindy punya riwayat penyakit sesuatu yang nggak kuat disuruh kepanasan. Itulah suara hati Vano dan isi pikirannya. Bahkan Nafa tidak punya jatah untuk dipikirkannya. "Hoyy ngelamun aja lo." Hingga Septiyan mengagetkan Vano dari belakang tapi Vano tidak terkejut sama sekali karna Vano sudah sering dikagetin Septayan jadi sudah kebal lah.

"Ngelamunin apa lo?" Tidak ada jawaban dari Vano. "Mau main futsal nggak?" Sekali lagi Septiyan bertanya. "Lo liat Cindy nggak, yan?" Dan detik berikutnya Septiyan tahu apa yang dilamunin Vano. "Ngelamunin Cindy lo, ya?" Septayan terkekeh meski dia tidak tahu Cindy itu siapa? Anak nya siapa? Yang mana? Rumahnya dimana?. "Cindy siapa sih?" Kayaknya hobi banget Vano nganggurin gue. Batin Septiyan. "Itu lo yang kemarin berantem. Terus yang gue hukum. yang pingsan. Yang.. cantik." Vano melirihkan suaranya di akhir kalimatnya. "Ohh yang itu. Nggak liat gue. Main futsal aja yuk latihan buat besok class meeting." Septiyan menarik tangan Vano secara paksa menuju lapangan futsal.

-//-

Vano duduk dipinggir lapangan bersama Nafa yang telah menunggunya dari awal ia latihan sampai waktu istirahat ke dua. Nafa juga yang menyediakan dan membawakan minuman untuk Vano.

Tenggorokan Vano terasa segar saat minuman dingin yang diberikan Nafa sudah masuk di kerongkongannya. "Pulang yuk, Fa." Ajak Vano yang bagaikan bintang jatuh. Indah walau hanya sekejab. "Yukk." Nafa tersenyum manis. "Gue cabut dulu ya, bro. Kasian cewek gue nungguin gue terus." Ujar Vano kepada teman-temannya yang membuat Nafa sangat bahagia. Bahkan di setiap langkahnya ke parkiran tempat motor Vano diparkirkan Nafa terus tersenyum.

"Nanti malem, lo ada jadwal les kan?" Tanya Vano memecah suara motor Vano yang sangat keras. "Iya." Jawab Nafa masih dengan senyumannya beberapa menit yang lalu. Vano tahu karna dari kaca motornya sangat jelas terlihat Nafa yang senyam-senyum terus. "Gue anter ya." Kata Vano sambil terus menatap jauh le depan. "Serius?" Nafa berharap ini bukan mimpi dan bukan juga salah dengar. "Iya, boleh nggak?" Vano memastikan bahwa omongannya bukan main-main. "Boleh." Nafa mengangguk ia juga semakin mengeratkam pelukannya pada pinggang Vano. "Makasih sayang." Nafa menyembunyikan kepalanya di lekuk leher Vano. Dan Vano hanya tersenyum.

~\\~

Vano melajukan mobilnya dari gedung Ganesha Operation tempat Nafa les ia memilih memakai mobil karena angin yang sangat dingin malam ini. Samar-samar ia melihat seseorang yang tak asing baginya. Iya, Vano melihat Cindy sedang berdiri di pinggir jalan yang sepi dan menikung tidak ada orang sama sekali disana. Karena penasaran Vano meminggirkan mobilnya.

"Cindy! Lo ngapain disitu?" Vano menurunkan kaca mobilnya agar bisa berbicara dengan Cindy. "Vano! Lo ngapain disini?" Emang dasarnya Cindy agak goblok ya gitu ditanya malah balik nanya. "Gue tanya kok lo malah balik nanya. "Vano memutar bola matanya malas. "Nungguin seseorang." Jawabnya singkat. "Ikut gue aja yuk." Entah keberanian dari mana Vano bisa mengucapkan hal seperti itu. "Hah? Kemana?" Cindy senang dalam hatinya ia sangat bahagia. "Naik." Vano membuka kunci pintu mobilnya.

"Katanya nunggu seseorang tapi gue ajak mau aja lo." Vano mencibir Cindy dan berhasil muka Cindy menjadi masam. "Anjing! Yaudah Turunin gue aja!" Cindy merasa harga dirinya dijatuhkan oleh Vano. "Ehh! Jangan! Sebenernya gue mau minta maaf ke lo. Soal... hukuman gue kemarin yang udah bikin lo pingsan." Ya Vano memang mengajak Cindy jalan karna ingin meminta maaf sekaligus menebus kesalahannya kemarin entah mengapa Vano selalu dihantui perasaan seperti ini kepada Cindy.

Vano mengernyitkan keningnya nya saat melirik Cindy yang sedang tertawa terbahak bahak mendengarnya meminta maaf. Apa selucu itu Vano meminta maaf kepada seseorang/? "Jadi lo pikir gue pingsan beneran kemarin?" Cindy kembali melanjutkan tawanya. Vano marah saat dia baru menyadari Vano sudah ditipu oleh bocah urakan disampingnya itu yang masih terbahak-bahak.

"Btw dari mana lo malem-malem gini?" Cindy mengakhiru tawanya dan beralih memegang perutnya mungkin saja perutnya kesakitan akibat tertawa. "Dari tempat les nganterin Nafa 'PACAR' gue." Vano menekankan kata Pacar di kalimatnya. Sedangkan Cindy hanya ber 'oh' ria. Tapi entah kenapa Vano geram mendengar jawaban dari Cindy yang sangat enteng. Kenapa sih Vano tu/?

Vano meminggirkan mobilnya. "Turun lo!" Vano membuka kunci pintu mobilnya tangannya menunjuk arah luar. "Gue nggak jadi ngajak lo nonton!" Setelah Cindy keluar dengan wajah bete nya Vano melajukan mobilnya ada rasa tidak tega menurunkan Cindy sendirian apa lagi di belakang tadi ia merasa dibuntuti sebuah mobil. Ahh nggak mungkin paling cuma perasaan Vano saja. Kemudian Vano kembali menjalankan mobilnya secara perlahan dengan matanya yang masih tetap memantau Cindy dari kaca sepion mobilnya. Nggak rela sekarang menempati hati Vano.

-//-

"Beb. Ayok naik." Rifki memberhentikan mobilnya tepat di samping Cindy. Sebenarnya Cindy memang sudah berjanjian dengan Rifki untuk makan bersama tapi karena Vano mengajaknya Cindy tidak mau menolak tawaran itu. Akhirnya Cindy menaiki mobil Rifki dan betapa terkejutnya Cindy saat didalam mobil Rifki ada 2 lelaki dengan masker diwajah mereka

Cindy tak sadarkan diri setelah saputangan yang sudah diberi obat bius itu dibungkamkan ke mulut dan hidung Cindy. Dan mobil yang ditumpanginya melaju dengan cepat. Sangat cepat menyelip semua kendaraan didepannya seperti mobil ambulance yang sedang membawa pasien kritis.

Vano melihat dari kaca sepion. Mobil yang sedari tadi membuntitinya telah mendahuluinya setelah...ia menurunkan Cindy. Tiba-tiba perasaan vano mendadak tidak enak. Apa Cindy diculik? Apa Cindy akan dijual? Dibunuh? Di perkosa?! Namun sekali lagi Vano mengingat bahwa Cindy tengah menunggu seseorang. Mungkin saja itu orang yang ditunggu Cindy jadi Vano tidak lagi mengikuti mobil itu. Ia melajukan mobilnya ke rumahnya sendiri lagian ini sudah larut malam. Ia juga kembali sadar bahwa Cindy adalah seorang bad girl.

.

.

Hope you like!
See you👋
Voment please!

Wednesday, June 6
-f.slsb

My Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang