Vano mengantarkan Cindy pulang sesudah magrib mengenakan motor. Awalnya Cindy tidak setuju karna pakaiannya yang minim hanya celana pendek di atas lutut dan kaus saja. Tapi kata Vano pakai motor saja agar bisa lebih cepat. Padahal mah hanya modusan Vano biar Cindy bisa memeluknya petang-petang begini.
Vano melepaskan helm nya dan ia taruh di atas tangki bensin motornya. Rambut nya ia sisir dengan jari-jarinya untuk merapikan rambutnya. "Nanti ada acara?" Tanyanya.
Cindy juga merapikan rambutnya yang berantakan dan melepas jaket pinjaman dari Vano. "Ada." Kemudian ia memberikan jaket itu kepada Vano. "Nongkrong di basecamp." Lanjutnya.
"Oh." Tanpa melirik jaket ditangan Cindy, Vano langsung memasang helm nya kembali. "Cuci dulu jaket gue. Tapi gue mau lo sendiri yang nyuci. Pake tangan!" Ujarnya kemudian.
"Halah. Ora sudi! Sampai capung jatuh didepan gue pun nggak sudi gue nyuci jaket lo!" Cibir Cindy.
"Itu tuh capung." Vano menunjuk nunjuk ke udara. Padahal jelas-jelas tidak ada apa pun.
Cindy berbalik membuka gerbang dan memasuki rumahnya. "Kampret!" Cindy berguman namun masih bisa didengar oleh Vano. Dan Vano pun baru pergi setelah memastikan Cindy memasuki rumahnya.
Ditengah perjalanannya tiba-tiba Vano dihadang oleh sesorang dan ternyata itu adalah Septian. Vano meminggirkan motornya setelah itu ia turun menghampiri Septiyan.
Tanpa Vano duga Septiyan malah mendorongnya dengan kasar tentu saja hal itu membuat Vano bertanya tanya.
"Apa-apaan sih lo!" Dengan sigap Vano menyeimbangkan tubuhnya yang terguncang akibat dorongan Septiyan.
"Lo yang apa-apaan!" Maki Septiyan.
Merasa hal ini tidak penting Vano memilih untuk pergi meninggalkan Septiyan namun Septiyan malah menarik kerah bajunya lalu meninju wajahnya. "Bangke! Maksud lo apaan nganterin Cindy pulang?! Lo sengaja bikin Nafa sakit hati karna liat lo sama Cindy lewat depan rumahnya!"
Vano meringis mengusap darah yang keluar dari sudut bibir nya. "Anjirr!! Lo sendiri ngapain nungguin Nafa sampek sore gini!" Vano balik meninju Septiyan.
"Bego! Mikir njing! Lo aja lebih mentingin Cindy dari pada Nafa pacar lo!" Septiyan memancal Vano hingga Vano terpental. "Lo pikir siapa yang nenangin Nafa saat di udah mikir nggak-nggak tentang lo! Gue! Gue yang tetep stay jagain dia buat gantiin lo. "
Vano bagkit dan gantian menendang Septiyan hingga jatuh lalu ia tinju wajah Septiyan berulang kali. "Gue nggak nyuruh lo buat jagain Nafa! Gue cuma mau tanggung jawab aja sama Cindy! Gue juga peduli sama Nafa! Tapi saat itu kondisi Cindy lebih penting dari pada Nafa! Dan dengan lo ada buat Nafa kek gini. Gue ngrasa kalo lo sama Nafa main api dibelakang gue!" Emosi Vano meyulut-nyulut.
Septiyan terdiam sambil menahan sakit dan emosinya. Sementara Vano dikejutkan oleh kehadiran Cindy yang sudah berada di belakangnya entah dari kapan.
"Cindy." Lirih Vano
Septiyan berdiri lalu menghadap ke Cindy"Jalang! Lo tu cuma pengganggu hubungan Vano dan Nafa yang semula baik-baik aja!" Ujar Septiyan.
"Gue diem bukan berarti hubungan gue dan Nafa baik-baik aja!" Serobot Vano.
Wajah Cindy memerah bukan karna sedang blushing tapi karna ia sudah menyaksikan pengakuan dua sahabat di depannya ini. Jujur saja ia sangat marah dikata jalang. Cindy sangat benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl
Teen FictionTegas, berani, nakal namun sebenarnya rapuh ialah diri Cindy yang sebenarnya. Tidak seorangpun yang sadar dan peduli akan hal itu kecuali satu-satunya orang yang bimbang tentang kisah percintaannya selalu di kata brengsek namun ialah satu-satunya le...