Jakarta, 12 Mei 2018
"Vi. Flasdisknya udah lo bawa kan?" Ujar Vano kepada Silvi yang barusaja memasuki mobil Vano bersamaan dengan Septiyan.
"Udah kok." Jawab Silvi.
"Sip. Kita ke SMP Pancasila." Vano menancapkan gasnya menuju SMP Pancasila. Surat yang dikirimkan kemarin lusa sangat cepat di balas sehingga Vano dan teman-temannya langsung bersosialisasi hari ini. Karna mengingat puasa hampir dekat.
"Van, Nafa kenapa nggak di tim lo?" Pertanyaan Silvi membuat Vano kaget. Ya Vano memang sengaja mengaturnya seperti itu ia hanya ingin merasa bebas padahal Nafa sama sekali tidak mengekangnya. Aneh tapi itulah yang dirasakan Vano.
"Karna dia pacar gue. Gue mau kita profesional aja." Vano berhenti sejenak kemudian kembali melanjutkan, "kalo barengan terus malah nggak enak kesannya."
"Tapi. Apa lo nggak kasian sama Nafa? Tiap hari lo acuhin mulu." Septiyan yang sedari tadi hanya menyimak ikut berbicara. Sementara Silvi hanya mengangguk. Vano hanya merasa sedikit--bosan dengan Nafa tidak ada yang menarik di kisahnya.
"Setelah ini kan libur puasa ya kita bisa mafaatin waktu itu buat bareng-bareng lagi kan. Jadi kalian tenang aja. Gue nggak akan nyakitin Nafa kok." Padahal Vano sendiri tidak yakin dengen jawabannya sendiri. Semoga saja apa yang dikatakannya memang benar dan bisa dipertanggung jawabkan. Tak terasa mobil mereka telah memasuki area SMP Pancasila. Vano segera memarkirkan mobilnya dengan rapi.
Vano, Septiyan, dan Silvi memasuki ruang Lab yang sudah bersih dan rapi lengkap dengan Proyektor dan laptop di meja dekat layar proyektor.
Silvi mulai menancapkan flasdisknya ke laptop. Sementara Septiyan mengeluarkan setumpuk brosur dari dalam tas. Vano? Vano pergi menemui Kepala Sekolah untuk memanggil seluruh siswa kelas IX agar berkumpul di ruang Lab.Satu persatu siswa berseragam SMP itu memasuki ruang Lab. Anak perempuan mendominasi bangku depan sedangkan yang laki-laki di bagian pojokan.
Setelah dikira semua sudah berada di Lab Vano memulai sosialisasinya.
"Assalamu'alaikum Wr. Wb." Dan langsung di jawab serempak oleh seluruh penghuni ruangan Lab.
Belum sempat melanjutkan sambutannya Vano dikejutkan oleh sekelompok anak cewek dengan sragam lusuh tidak dimasukkan, rok yang sedikit sobek, kancing atas terbuka, rambut di cat ungu-merah, yang terlihat berantakan namun juga norak ditambah dengan sandal jepit yang entah didapatnya dari mana. Pasalnya salah seorang temannya terlihat membawa sepasang sepatu.
"CINDY! Ngapain kamu disitu?!" Bu Ninggar selaku kesiswaan di SMP itu menatap tajam Cindy dan gengnya. "Tadi disuruh kesini, setelah saya kesini malah ditanya ngapain. Gimana sih, Bu." Namun Cindy dengan beraninya menjawab perkataan gurunya didepan banyak orang. Di SMP Pancasila hal ini bukanlah suatu yang luar biasa mereka sudah sering melihat Cindy dan gengnya berulah hingga kenakalan anak laki-laki pun tersaingi. Tapi bagi Vano, hal ini sangat jarang ditemuinya kalau anak cowok yang melakukan hal ini mungkin sudah sering dan biasa tapi kali ini 'cewek' membuat Vano bergidik ngeri.
"Maaf siswa yang satu ini emang agak nakal. Silahkan dilanjut sosialisasinya." Bu Ninggar memilih mengalah dari adu mulutnya dengan Cindy karna jika tidak masalahnya akan bertambah besar. Seorang Cindy sangat ahli dalam berdebat bahkan dengan gurunya sendiri.
Mata Vano dan Cindy bertemu sebelum Bu Ninggar menyeret Cindy dan gengnya secara paksa. Cindy sempat melemparkan senyum pada Vano senyum yang sulit diartikan. Cindy menyadari bahwa dari tatapan Vano, Vano seperti tidak suka, aneh, dan penasaran hal itu membuat Cindy tertantang. Entah untuk apa.
"Van, Vano! Hei!" Vano kaget Septiyan sudah memanggilnya dan tangannya ber-dada dada di depan wajahnya beberapa kali. Entah mengapa Vano sangat penasaran dengan Cindy mengapa gadis cantik dan manis itu bisa menjadi bad girl__kata. "Ehh iya. Kenapa Yan?" Vano mengalihkan pandangannya padahal Cindy sudah tidak terlihat.
"Lanjutin sosialisasinya." Septiyan memutar bola matanya malas ia tahu Vano sangat penasaran dengan Cindy. Bukannya Septiyan sok tahu atau seorang pembaca pikiran tapi dari raut wajah Vano saja semua orang tahu kalau Vano terlihat bertanya tanya dengan berbagai pertanyaan tentabg Cindy. Inget Nafa,Van. Batin Septiyan.
Vano melanjutkan sosialisasinya. Ia menjelaskan tentang Visi dan Misi SMA nya. Prestasi-prestasi yang pernah diraih SMA nya, program unggulan, dan lain-lain. Sedangkan Septiyan membagikan brosur kepada 300 siswa kelas IX SMP Pancasila. Silvi mengotak atik Laptop nya yang di sambungkan ke proyektor yang sedang di jelaskan Vano kepada siswa Kelas IX. Vano juga memberitahu berapa nilai minimum agar bisa masuk di SMA Garuda.
*//*
"Lo kenapa Cin? Senyam senyum mulu dari tadi." Encha membuyarkan lamunan Cindy tentang...Vano/? "Gue mau lanjutin ke SMA Garuda. Lo pada harus ngikut gue pokoknya!" Bukannya menjawab pertanyaan Encha Cindy malah berbicara sendiri.
"Gara-gara osis ganteng itu ya?" Sasa menebak apa yang dipikirkan Cindy hingga Cindy berniat masuk ke SMA Garuda tempat Vano bersekolah. "Iya. Gue tertantang sama dia kayaknya dia nggak suka sama spesies-spesies kek gue." Cindy nyengar nyengir sendiri tangannya memegang permen milkita.
"Belajar dulu sana, Cin! Nilai lo nanti berapa? Minimal 300 loh." Sekarang gantian Runi yang mengingatkan tentang nilai. "Bener juga lo. Apa gue les privat aja ya." Semua teman-temannya hanya tertawa menanggapi omongan Cindy yang terlihat ngawur. "Lo bawa buku ke sekolah aja kagak mau sok-sok an les privat. Di ketawain ayam Bu Kantin noh!" Sasa tertawa terpingkal pingkal ia tidak menyangka hanya demi mendapatkan Vano Cindy rela ingin les privat. "Lagian si Reno, Rifki, sama Adit lo kemanain?" Encha bingung dengan Cindy padahal Cindy sudah menigakan pacarnya sekarang Cindy ingin memacar cowok lagi. Itulah Cindy seenak jidatnya saja.
Sementara Cindy CS berhasil kabur dari hukuman Bu Ninggar Sosialisasi yang dilakukan Vano berlangsung dengan lancar. Vano, Septiyan, dan silvi mulai mengemasi barang-barangnya. Setelah itu mereka pamit ke ruang guru untuk pergi ke sekolah lain.
"Kalian tau siapa cewek tadi?" Vano memulai pembicaraan di dalam mobil. Jujur rasa penasarannya mampu mengalahkan rasa gengsi nya menanyakan hal wanita kepada 2 temannya. "Nggak tau gue. Lagian kenapa sih?" Septiyan malah balik tanya. "Vi, bukannya lo alumni SMP Pancasila ya?" Silvi mendongakkan kepalanya sedari tadi ia hanya diam pandanganya sayu. Silvi hanya mengangguk.
Seakan meminta penjelasan darinya Silvi menarik nafasnya panjang ia mulai membuka suaranya. "Iya. Gue kenal sama Cindy." Tak cukup pernyataan itu Vano terus menatap Silvi ia tidak sadar harusnya ia segera mengemudikan mobilnya beranjak ke sekolah lain. "Jalan dulu Van. Nanti gue ceritain." Akhirnya Vano menghidupkan mobilnya dan melaju ke SMP lain. Ia juga tidak paham mengapa ia sangat penasaran dan ingin tau lebih dekat lagi rasanya Vano belum puas jika tidak mengetahui faktor yang menjadikan Cindy gadis yang manis meski sifatnya yang sering berbuat onar. Ada apa dengan Vano/?
..
Hope you like
Voment please!
See you!Sunday, June 3
-f.slsb
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl
Novela JuvenilTegas, berani, nakal namun sebenarnya rapuh ialah diri Cindy yang sebenarnya. Tidak seorangpun yang sadar dan peduli akan hal itu kecuali satu-satunya orang yang bimbang tentang kisah percintaannya selalu di kata brengsek namun ialah satu-satunya le...