"Bi! Cepet deh ntar mereka keburu jauh lagi!" gue berteriak pada Bian yang berjalan santai di belakang gue. Lambat banget ni orang. Tau gue lari-lari buat ngejar Mila, Nata, Vio dan Rion yang udah mulai jauh, Lah dia malah santai-santai aja jalan di belakang gue. sebelah tangannya dimasukin saku celana dan sebelahnya lagi buat megang botol minum. Berasa jadi anak ilang gue lari-lari sendiri di tengah padatnya pengunjung pasar malam.
Bian mendengus malas lalu mempercepat langkahnya sampai berada di samping gue. Gue menarik tangannya yang bebas biar kami jalan bersisian. Namun, Bian malah balik nahan pergelangan tangan gue dan memaksa gue buat menghadap padanya. Bian mengeluarkan sapu tangannya lalu mengelap keringat yang keluar dari pelipis dan kening gue. Gue mematung.jantung gue rasanya berdetak dua kali lebih cepat dan rasanya ada rasa menggelitik di perut gue. gue Menatap Bian yang lebih tinggi dari gue yang tampak telaten mengelap keringat gue. Gue masih tetap mematung bahkan sampai Bian menjauhkan tangannya dari wajah gue.
"Jangan lari-lari makanya. Make up lo luntur. Sekarang, wajah lo udah setara kayak setan di rumah hantu tadi" ucapan Bian menyadarkan gue. Sialan. Yang setan tuh dia bukan gue.
"Lo yang setan!" ucap gue sambil berlalu meninggalkan nya tanpa menoleh ke belakang lagi. Sesekali gue menyentuh dada kiri gue buat merasakan detakan jantung yang masih terus berdentum kencang. Rasanya sakit tapi menyenangkan disaat yang bersamaan.
"Mila!"
Gue berteriak pada Mila yang jaraknya sekitar duapuluh meter di hadapan gue. Mila sama sekali gak nengok. Mungkin karna suara gue teredam sama kebisingan pasar malam. Gue kembali melangkah lalu berhenti setelah jarak gue dan mereka cukup dekat.
Gue mematung ditempat. Menatap tautan tangan yang terjalin antara Nata dan Rion. Bahu mereka bahkan saling bersentuhan. Ngelihat itu, rasanya hati gue kayak di remas-remas sama tangan gak kasat mata. Udara pun seolah direnggut paksa dari gue sampai terasa menyesakkan. Gue marah dan gak terima. Apalagi Rion dengan seenak jidatnya ngelus-ngelus rambut Nata yang buat Nata makin nempel aja sama Rion. Mila dan Vio yang berjalan di depan mereka tentunya gak tau apa yang mereka lakuin di belakangnya.
Tanpa basa-basi lagi, gue segera berjalan namun tangan gue dicekal. Gue berbalik dan menatap Bian marah.
"Ngapain sih lo!" bentak gue sambil menghentakkan tangan gue sampai terlepas. Gue menatapnya marah saat dia kembali menarik tangan gue dan mencengkram kedua bahu gue. Gue balik mencengkram tangannya supaya dia lepasin cengkramannya tapi sia-sia.
"Lepas Bi!"
"Gak akan"
"Lepas!!"
"Gak!!"
"Bi! Plis deh gue gak bisa biarin pacar gue pengangan tangan sampe berani ngelus-ngelus cewek lain di depan muka gue sendiri!" teriak gue murka sambil menatap punggung Rion yang semakin menjauh.
"Vey! Lo mau ngelakuin apa?! Labrak si Nata dan bikin malu diri lo sendiri hah!" Bian balik membentak dan gue cuma bisa diem. Bener juga perkataannya. Apalagi ini di tempat umum. Bian menata gue lembut dan mau gak mau gue pun luluh juga. Gue menghela nafas sambil mengusap wajah gue.
"Trus gue harus gimana?" tanya gue yang mulai frustasi. Bian melingkarkan tangannya di pundak gue lalu membawa gue ke arah yang berlawanan dengan perginya Rion tadi.
"Lo sama gue aja. Rion gak akan macem-macem sama Nata. Mungkin tadi dia khilaf aja. Kalaupun dia berani nyakitin lo, gue sendiri yang bakal bales rasa sakit lo langsung kedia" ucap Bian dengan sorot menenangkan. Melihat itu, gue pun akhirnya mengangguk lalu mengikuti langkahnya. Karna percuma gue mau marah-marah sama mereka juga cuma buang-buang tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Troublemaker ✅
Подростковая литература[REVISI SETELAH TAMAT] "Gue gak bisa buka hati gue, karena kuncinya masih ada di Sammy" ~Veronica Diandra Rhuisell "Gue akan masuk ke hati lo dan menetap disana sekalipun gue harus mendobraknya dari luar" ~Fabian Zevano ~20-03-18