CHAPTER 14 [FAMILLY]

7.1K 330 14
                                    

Hari udah beranjak sore, tapi gue masih aja duduk di atas motor sambil memperhatikan mansion megah yang berada di hadapan gue tanpa niat memasukinya.

Ya. Akhirnya gue memutuskan untuk datang ke mansion. Banyak yang gue gak tahu semenjak kepergian gue. Dan hari ini, gue berencana nuntasin semuanya.

Gue memutar topi hitam yang gue kenakan kebelakang lalu mulai menjalankan motor memasuki mansion ini.

"Cari siapa ya?" tanya satpam yang berjaga di gerbang depan. Gue tersenyum. Kayaknya ini satpam baru, karna gue belum pernah lihat selama dulu masih ada di mansion ini.

"Gue Veronica" ucap gue memperkenalkan diri tanpa mau menjawab pertanyaan si satpam muda. Satpam itu kembali ke pos untuk menghampiri temannya.
Seorang pria yang lebih tua datang menghampiri gue. Nah ini gue baru kenal. Pak cahya. Satpam yang udah kerja disini sejak gue masih orok.

"Non...Veronica?" tanya nya seakan tak percaya. Gue tersenyum tipis lalu mengangguk. Pak Cahya segera membuka kunci gerbang lalu mendorongnya agar motor gue bisa lewat. Semakin gue memasuki area mansion, semakin banyak juga kenangan-kenangan di mansion ini yang kembali menyambut gue. Setiap putaran roda motor gue memasuki lebih dalam area mansion, seolah satu kenangan menghampiri benak gue disusul kenangan-kenangan lainnya. Gue menggelengkan kepala ketika memikirkan hal bodoh itu. Tujuan gue datang kesini bukan buat nostalgia ke masa lalu. Kenangan apapun yang ada disini emang buat dikenang doang. Gak untuk diingat ataupun disesali.

Gue memarkirkan motor tepat di depan pintu utama. Gue turun dari motor lalu berjalan dan menekan bel beberapa kali. Sampai bunyi kunci yang diputar terdengar, gue menghentikan gerakan tangan gue dan kembali memasukkannya kedalam saku.

Pintu pun terbuka. Wajah terkejut seorang wanita tua lah yang pertama kali menyapa gue. Gue tersenyum miring saat wanita tua ini membuka mulut dan menutupnya lagi. Bahka Seakan masih gak percaya kalau yang berdiri dihadapannya orang yang sama dengan orang dulu sering diajaknya main perosotan.

"Ell...Ell ini beneran kamu?" tanya wanita tua itu. Gue mengangguk. Bu Rasti segera berhambur memeluk gue erat. Gue balas memeluknya dan mengusap-usap punggungnya yang kini bergetar karna menangis di bahu gue. Jujur gue juga kangen banget sama Bu Rasti. Orang yang selalu mau nurutin permintaan gue walaupun aneh-aneh.

"Ell..hiks...kamu udah gede...hiks" ucapnya setelah pelukannya terlepas. Bu Rasti masih mencoba menetralkan perasaannya. Beberapa bulir air mata masih tersisa di pipinya yang kini mulai mengeriput. Tangannya yang gak sehalus dulu mengusap permukaan wajah gue dan mengelus rambut gue penuh sayang.

"Iya, Bubun" ucap gue memanggil beliau dengan panggilan akrab. Bu Rasti tersenyum lalu mempersilahkan gue masuk. Bu Rasti ini adalah kepala pembantu disini. Jadi wajar beliau udah deket banget sama gue. Bahkan udah gue anggap nenek sendiri.

"Sejak kepergian kamu, Tuan lebih milih tinggal di Jerman bersama Lusiana dan Samuel. Samuel bahkan sudah memiliki Adik. Namanya Nathanael baru berusia dua tahun. Oh iya, Tuan tadi sempat pulang, namun beliau pergi lagi ke kantor cabang. Lusiana dan Nathan sedang beristirahat dikamarnya"
Terang Bu Rasti. Tu orang tua emang gila kerja yah, baru aja turun dari pesawat udah ngacir ke kantor. Hah gue rasa ini bakal berjalan lambat.

Akhirnya kami mengobrol di ruang tengah. Melampiaskan kerinduan dengan saling bercerita dan bertukar pengalaman semenjak kepergian gue. Ya walaupun sebenernya Bu Rasti yang lebih banyak cerita dan gue cuma jadi pendengar yang baik.

Mansion ini gak banyak berubah. Catnya masih putih,interiornya masih kayak dulu, perabotannya pun gak banyak berubah, cuma ada beberapa tambahan seperti kursi santai dan guci-guci antik. Gue mengedarkan pandangan pada dinding yang dipenuhi lukisan yang terpajang sampai mata gue menatap satu bingkai berukuran besar yang membuat emosi gue tersulut. Kedua telapak tangan gue mengepal kuat di atas paha. Disana. Foto pernikahan papa dengan tante Lusiana terpajang dalam bingkai berwarna keperakan. Papa dan wanita itu tersenyum bahagia. Disamping itu sebuah bingkai besar berisi foto papa, tante Lusiana, Sammy, dan seorang bayi laki-laki yang gue tebak bernama Nathanael. Gue mengalihkan pandangan. Hati gue serasa diremas melihat itu semua. Bu Rasti yang baru datang membawa minum menatap gue khawatir. Gue kembali mengedarkan pandangan pada dinding ruangan dan akhirnya menyadari sesuatu. Pandangan gue tertunduk. Bu Rasti yang seolah mengetahui apa yang ada dipikiran gue bergerak mendekat dan membawa gue kadalam dekapannya.

I'm Troublemaker ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang