Edisi Revisi.
Tuan belum terlihat di kantor. Beliau sementara tinggal di Jerman untuk mengurus kantor pusat.'
gue membaca sederet kalimat yang tertera di layar ponsel. Pesan Sms tersebut dari Bang Hendra yang gue mintai tolong buat tahu apa Papa ada di kantor atau enggak.
Kenapa gue mata-matain Papa, cuma gak mau menghadapinya tanpa persiapan. Karena bertemu dengannya sama aja membiarkan luka yang baru saja sembuh terbuka kembali.
Ya ada alasan kenapa gue pergi tiga tahun lalu.Selesai membaca sms tersebut, gue turun kebawah menuju dapur untuk menemui Bi Ijah.
Begitu sampai di dapur, gue melihat Bi Ijah yang lagi nyuci piring di wastafel dengan posisi memunggungi gue yang duduk di kursi bar.
"Bi?!" seru gue pelan, Bi Ijah tampak terlonjak kaget dan segera menoleh ke belakang.
"Duh Vey ngagetin Bibi aja, untung Bibi gak Jantungan." ucapnya.
Gue hanya tersenyum lima jari. Bi Ijah mulai melangkah ke arah gue setelah membasuh tangannya yang penuh sabun dan mematikan keran. Bi Ijah memang memanggil gue seperti temen-temen gue, soalnya gue agak risih kalo dipanggil dengan sebutan 'non' ataupun sebutan yang menunjukan kasta. Karena bagaimanapun Bi Ijah lebih tua dan gue juga udah menganggap beliau ibu kedua gue.
"Kenapa Vey?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Bi Ijah menyentak gue dari lamunan.
Gue sampe ga sadar kalo Bi Ijah udah berdiri di sudut meja dengan lap di pundak kanannya dan daster hijaunya yang sedikit basah.
Gue mendesah dan memperbaiki posisi dari yang tadinya bertopang dagu menjadi bersedekap di atas permukaan meja. Bi Ijah duduk saat gue mempersilahkannya.
"Ran belum pulang sekolah yah?" tanya gue basa-basi. Bi Ijah mengerutkan keningnya tampak heran.
"Vey mabok micin ya? Ini kan hari Minggu." balas Bi Ijah.
Gue melebarkan kelopak mata karena baru sadar ini Hari Minggu. Jangan salahkan Bi Ijah yang ngatain gue mabok micin, karena beliau itu Bibi hitz kekinian.
Semenjak gue kasih Andro ke bi Ijah dengan tujuan memudahkan gue buat komunikasi sama Beliau. Tapi ketika melihat Rania yang jarang beranjak dari ranjang dengan ponsel yang selalu berada di hadapan wajahnya, Bi Ijah mulai penasaran dengan apa yang dilakuin Rania.
Bi Ijah pun bertanya apa itu Instagram, path, facebook, whatsapp, youtube dan kawanannya. Gue hanya terkekeh dan memberitahu semuanya, beliau mulai tertarik dan meminta Rania untuk mengajarinya. Akhirnya, Bi Ijah pun menjadi pengguna aktif sosmed seperti anak jaman sekarang. Apalagi didukung dengan wifi yang terpasang di rumah.
"Ran lagi kerja kelompok sama temennya di taman komplek....kenapa?ada yang mau Vey tanyain ke bibi?" beliau menjeda kalimatnya dan melanjutkannya.
Bi Ijah selalu tahu kalau gue ngomong gak nyambung berarti ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran gue.
Gue menggaruk tengkuk yang sebenarnya gak gatel sambil tersenyum kikuk. Sementara Bi Ijah hanya tersenyum dan menatap lembut.
"Bi, sebenarnya Bunda kemana?" tanya gue.
Bi Ijah tampak terperanjat namun Beliau segera menetralkan raut wajahnya.
"Bibi gak tahu Vey. tahun lalu Bibi hanya di suruh datang dua kali seminggu ke rumah ketika Nyonya hendak pergi bersama Tuan Rian." jawaban Bi Ijah selalu sama.
![](https://img.wattpad.com/cover/120962180-288-k145117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Troublemaker ✅
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] "Gue gak bisa buka hati gue, karena kuncinya masih ada di Sammy" ~Veronica Diandra Rhuisell "Gue akan masuk ke hati lo dan menetap disana sekalipun gue harus mendobraknya dari luar" ~Fabian Zevano ~20-03-18