"Masa lo gak inget,..gue Rifky" ucapnya lalu menarik tangannya dari kepala gue.
Rifky. Nama itu rasanya familiar deh tapi siapa?. Gue memutar otak untuk mengingat-ingat dimana dan kapan gue pernah dengar nama itu sebelumnya. Banyak yang namanya Rifky dan gue kenal. Ada Rifky temen gue pas smp, ada Rifky temen gue pas sd, dan ada Rifky yang temen rumahan gue.
Anjirrr gue baru inget! Dia temen main gue pas sd. Rifky Pratama anaknya bunda Esti.
"Lo...lo Rifky Pratama..... Anaknya bunda Esti?" tanya gue memastikan. Cowok itu tampak menahan senyum lalu mengangguk mantap.
"Wahhhh kemana aja lo bang!" ucap gue lalu refleks memeluknya karna saking senangnya. Jadi, bang Rifky ini adalah anaknya bunda Esti. Dari kecil kami dibesarin bersama karna bunda Esti adalah babysitternya gue sampai gue kelas tiga sd. Gue udah nganggap dia abang gue sendiri. Umurnya juga cuma terpaut satu tahun sama gue. Tapi sayang, pas gue kelas tiga sd bunda Esti memilih untuk berhenti karna suaminya yang sakit-sakitan di semarang.
"Gue kan pindah ke semarang setelah bunda berhenti ngasuh lo!" ucap bang Rifky sambil meluruhkan pelukannya.
"Lo beda banget bang!sumpah gue aja sampe gak ngenalin lo" ucap gue lalu mengajaknya duduk di salah satu bangku taman. Masih gak nyangka kalo bakal ketemu dia disini.
"Yaa gitu deh, lo juga banyak berubah. Kalo gak ada bekas luka berbentuk lope di jidat lo gue juga gak akan ngenalin" jawabnya sambil terkekeh. Gue refleks memegang bekas luka yang diomongin bang Rifky. Bener sih ada bekas luka, tapi bentuknya bukan lope. Itu adalah bekas luka waktu gue nyuksruk di aspal gara-gara belajar main sepeda.
"Bukan lope tauk tapi bulet!" ucap gue.
"Itu lope,tapi gede sebelah lengkungannya!" balasnya.
"Tau ah"
Gue cuma mendengus pura-pura marah. Dari dulu,kalo ketemu sama di selalu bentuk bekas luka ini yang di bahas antara bentuk lope dan bulat.
"Yeh marah lu!" ucapnya menggoda sambil nusuk-nusuk pipi gue. Gue gak bisa nahan senyum karna dia masih ingat cara untuk ngebujuk gue. Gue menatap dia serius, tapi dia malah natap gue mengoda. Gue perlahan tersenyum lalu menonjok bahunya pelan.
"Basi lo!" ucap gue. bang Rifky kembali mengacak-acak rambut gue sambil tertawa.
"Eh ngomong-ngomong lo sekul di PAUD mana?" gue kembali meninju bahunya pelan sampai bang Rifky sedilit terhuyung. Enak aja sekolah di paud.
"Enak aja, gue sekola di Binar" ucap gue, bang Rifky melirik gue cepat sambil mencengkram kedua bahu gue.tampak keterkejutan dari raut wajahnya.
"Serius lo?" ucapnya, gue mengangguk mengiyakan.
"Gue juga sekolah disana" lanjutnya. Sekarang gue yang kaget.
"Masa sih! Kok gue gak tau,... Padahal gue udah hampir tiga bulan sekolah disana" jawab gue. Bang Rifky tampak berfikir lalu menjentikan jarinya di hadapan muka gue.
"Ada sih anak baru, anak kelas 11 tapi namanya Veronica bukan Rhuisaell..."
Pletak
"Aduh"
Gue menjitak kepala bang Rifky saat dia menyebutkan nama panjang gue sampai dia mengaduh dan mengelus kepalanya. Jelas itu gue, Rhuisaell itu cuma nama panggilan doang.
"Itu gue tau! Lo gak tahu apa nama lengkap gue apa?" jawab gue setengah teriak. Gemes gue sama dia, udah berapa tahun dia hidup berdampingan sama gue masa nama lengkap gue aja dia gak tahu.
"Ya gue gak tahu onta! Yang selama ini gue tahu tuh nama lo Rhuisaell karna bunda manggil elo itu Ell!" ucapnya ikutan nyolot. Seketika wajah gue berubah datar saat bang Rifky nyebut nama Ell.
"Jangan panggil gue dengan nama itu lagi bang" ucap gue datar tanpa meliriknya.
"Kenapa?" tanya nya.
"Karena gue gak suka" ucap gue lalu menatapnya datar. Bang Rifky yang gak puas dengan jawaban gue akhirnya mengangguk setelah lama gue tatap dingin. Gue gak suka ada yang manggil gue nama itu lagi. Karna ada luka yang kembali terbuka saat nama itu diucapkan.
"Yaudah, Vey? Itukan nama lo disekolah" ucapnya sambil tersenyum. Tatapan gue melunak lalu tersenyum tipis padanya.
Kami terus bercengkrama sampai gak nyadar kalau matahari udah naik ke singgasananya. Gue melirik jam tangan yang udah nunjukin pukul sebelas. Itu artinya udah waktunya gue balik, dan mungkin Rania juga udah pulang duluan.
"Loh mau kemana lu?" tanya bang Rifky karna gue tiba-tiba berdiri. Gue tersenyum manis padanya. Senyum yang udah jarang gue tampakin lagi kecuali orang terdekat.
"Balik bang, udah siang juga" jawab gue sambil meminum sisa air yang berada dalam botol. Bang Rifky ikut bangkit lalu menggandeng tangan gue.
"Gue anterin, sekalian pengen tahu dimana lo tiggal sekarang" ucapnya, gue mengangguk lalu berjalan bersisian dengan tangan kami yang saling bertautan. *kapan lagi gue digandeng cogan..plakk*
***
"Thanks bang tumpangannya, mau masuk dulu bang?" tawar gue setelah turun dari boncengan motor ninja birunya. Bang Rifky membuka helmnya lalu menggelengkan kepala.
"Ngga deh Vey, lain kali gue main kesini. Gue duluan yah" ucapnya lalu kembali mengenakan helm dan menyalakan mesin motornya.
"Yaudah, Hati-hati dijalan bang sampe ketemu besok disekolah" ucap gue dan diacungi jempol oleh bang Rifky. Motor bang Rifky pun kembali melaju menelusuri jalanan komplek dan bersatu dengan kendaraan lainnya di jalan raya.
Gue menghela nafas. Sungguh pertemuan yang tak terduga. Pikir gue.
"VEY PULAAAANG!" teriak gue begitu sampai di dalam rumah. Gue melepaskan sepatu lalu berbaring telentang di atas lantai. Kebiasaan gue kalo lagi kepanasan ya gini.
"KAK VEYY!!" teriak Rania dari arah dapur.
Rania berjalan ke arah gue dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya.Gue menoleh kearahnya lalu merubah posisi gue menjadi duduk bersandar pada pinggiran sofa. Gue menatapnya dengan tatapan pura-pura sebal.
"Apah!" jawab gue jutek. Rania memonyongkan bibirnya lalu menggoyang-goyangkan lengan gue.
"Ih kak Vey jangan marah, tadi Rania cuma kasih privasi doang buat kak Vey sama bang Rion...maafin dong, entar kalo kak Vey marah Ran berangkat sekolah naik apa?" ucapnya sambil merajuk. Lah ni bocah tahu apa soal privasi. Gila kids jaman now kebanyakan micin gini nih. Kayaknya gue bakal nyaranin bik Ijah buat gak pake micin lagi di masakannya tapi pake ajinomoto aja. Okesip.
Liat wajahnya Rania yang melas gak bikin gemas. Gue pun luluh dan memaafkannya. Kami pun berpelukan ala-ala teletubies.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Troublemaker ✅
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] "Gue gak bisa buka hati gue, karena kuncinya masih ada di Sammy" ~Veronica Diandra Rhuisell "Gue akan masuk ke hati lo dan menetap disana sekalipun gue harus mendobraknya dari luar" ~Fabian Zevano ~20-03-18