Bab 1

23 4 0
                                    

"Abby, mau beli es krim ga?" Abby menganggukan kepalanya, "Mau, Angkasa mau beliin Abby?"

"Iya, yuk ke kedai es krim. Nanti Angkasa yang anter pulang" Selepas pulang sekolah, mereka berjalan menuju kedai es krim menggunakan sepeda motor Angkasa. Abby sungguh sangat beruntung memiliki Angkasa. Menurut Abby, Angkasa itu cowok baik, rajin ibadah, tidak terlalu tampan tetapi manis, terutama senyumnya, Abby sangat menyukai senyum itu.

Abby tersadar dari lamunannya ketika mendengar Bundanya memanggil namanya, "Iya bentar, Bun. Abby turun" Abby jalan kebawah menuju tempat Bundanya berada.

"Bunda dimana??" Teriak Abby menggelegar, Abby menyelusuri ruang tengah, dapur, dan ruang tamu, tetapi tidak terlihat batang hidung Bundanya.

"Di taman belakang By, sini" Setelah mendengar ucapan Bundanya, Abby jalan menuju belakang rumahnya, tepatnya taman belakang. "Kenapa, Bun?"

"Sini, bantuin Bunda nyiram tanaman. Daripada kamu ga ada kerjaan, mendingan bantu Bunda" Abby hanya pasrah ketika disuruh menyiram tanaman oleh kanjeng ratu.

Daripada gue jadi anak durhaka? Dikutuk jadi Abby Kundang dah

Abby mengambil selang yang terpasang di kran, ia menyirami seluruh tanaman hias milik Bundanya itu. "Ayah mana Bun? Belom pulang?"

"Masih di jalan kayaknya, tadi Bunda telepon katanya udah jalan pulang" Abby menganggukan kepalanya paham.

"Bun, daripada Bunda duduk sambil baca majalah. Lebih baik Bunda masak, Abby laper Bun hehe" Setelah mencabuti rumput liar, Bunda Abby duduk santai di ayunan taman, "Mau dimasakin apa kamu "

Abby menaruh tangannya di dagu, seolah berpikir, "Hm...goreng pempek aja Bun. Masih ada kan?"

"Yaudah, kamu selesain nyiramnya" Bundanya masuk ke dalam rumah, menyisakan Abby seorang diri di belakang. Abby sangat menghayati menyiram tanamannya, ia menggelar mini konser disana.

Nyiram nyiram sendiri
Makan pempek sendiri
Nyuci nyuci sendiri
Tidur pun sendiri~~~

"Emang kamu mau tidur sama siapa?" Abby menolehkan kepalanya saat melihat Ayahnya duduk di tempat Bundanya tadi, "Loh? Kapan Ayah disini?"

Ayahnya terkekeh melihat putri semata wayangnya, "Dari kamu konser tadi"

"Hehehe, Aduh Yah bikin Abby malu aja. Udah yuk Yah masuk, Abby laper" Abby mengaitkan tangannya pada lengan Ayahnya, "Udah selesai konsernya?"

"Tenang, di dalem Abby konser lagi"

***

Abby baru saja selesai mandi, jam baru menunjukkan pukul 5 sore. Abby turun ke bawah dan bergabung dengan Ayahnya di ruang tengah.

"Nonton apa Yah?" Abby bertanya seraya menduduki tubuhnya di sofa, "Kepo kamu" Abby menggelengkan kepalanya.

Sejak kapan bapak gue tau bahasa anak alay?

"Yah, Abby boleh izin...." Ayah Abby dengan cepat memotong perkataan Abby, "Ga boleh

Kalo bukan Ayah yang nganterin" Sambung Ayahnya, Abby mengernyitkan dahinya, "Ihh Ayah korban iklan, bukan Ayah aku ini"

"Eh kurang ajar ya, ga ngakuin Ayah sendiri" Abby terkekeh mendengar perkataan alah Ayahnya itu.

"Lagi ngomongin apa ini? Seru banget kayaknya" Bunda Abby dateng dari dapur sambil membawa teh manis.

"Ini nih Bun, suaminya Bunda kok jadi korban iklan?" Bunda Abby menjawab, "Kayak ga tau aja kamu sama Ayah. Bunda aja suka bingung kenapa dulu Bunda bisa nikah sama Ayah kamu ini"

"Ga usah malu-malu gitu Bun, kalo cinta mah cinta aja, ga usah kayak anak kecil yang malu-malu. Ga cocok sama umur" Bunda Abby memelototi Ayahnya, "Hahaha, aduh Bunda sama Ayah kalo sama-sama cinta ga usah kayak gitu ah. Ga malu apa sama anaknya?"

"Malu apa iri kamu?" Tanya Ayah Abby, "Dua-duanya lah Yah"

***

Abby sekeluarga baru saja menunaikan sholat maghrib berjamaah. Setelah merapikan mukenah dan sejadah, Abby duduk rapi di meja makan karena cacing perutnya sudah demo minta diberi jatah. Dan jatah pempek tadi sore sudah lenyap dalam hitungan jam.

Malam ini, Bundanya memasak makanan ayam goreng, telur gulung, dan sayur kangkung. Menu sederhana setiap harinya yang dimakan oleh keluarga Abby. Abby dan Ayahnya dengan senang hati memakan makanan sederhana yang Bundanya masak, bukan karena Bundanya tidak pandai masak karena cuma memasak makanan itu. Abby dan Ayahnya juga tidak mempermasalahkan masakan itu.

Setelah makan malam, seperti biasa. Abby dan keluarganya duduk di sofa ruang tengah, alih-alih untuk mencerna makanan tadi dan mempererat hubungan keluarga.

"Gimana kafe kamu By?" Abby menolehkan kepalanya pada Ayahnya, "Lancar jaya Yah. Tenang aja, kafe Abby baik kok" Dulu Abby pernah ditawari untuk bekerja di perusahaan Ayahnya, tetapi tidak disetujui Abby. Ia tidak ingin terikat pada jadwal yang sudah dipastikan sangat full. Ia ingin bekerja santai, tetapi duit tetap ngalir. Dengan bantuan kedua orang tuanya, Abby dapat membangun sebuah kafe yang sangat diminati mulai dari kalangan remaja sama pembisnis.

"Baguslah kalo gitu, terus gimana nih anak Ayah udah punya calon belom?"

"Calon apa Yah? Calon sopir? Calon asisten? Apa Calon adek?"

"Adek adek, udah tua Bunda ini" Ayah Abby menyambung ucapan tadi, "Kalo Abby mau adek, ntar tunggu aja. Bakal jadi kok" Bunda Abby memukul lengan suaminya itu dan Abby hanya tertawa.

"Calon suami, kamu itu udah 24 tahun tapi belom ada tanda-tanda bawa menantu kesini" Abby sudah menduga bakal dapat ceramah dari kanjeng ratu.

"Ditunggu aja Bun, kalo udah dapet pasti Abby bawa kemari" Bundanya hanya menggelengkan kepala, "Dicari, bukan ditunggu" Tegas Bundanya.

"Iya iya, ditunggu bukan dicari"

RefinamientoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang