Bab 11

4 1 0
                                    

Angkasa menghirup nafasnya untuk mengatur detak jantungnya yang berdegup kencang, "Aku minta maaf sebelumnya sama kamu, aku tau kalo aku udah hilang jejak saat kita kuliah. Aku ga bermaksud buat bikin kamu kecewa, tapi keadaannya memaksakan aku untuk belajar dengan giat, aku harus fokus sama kuliah aku karena waktu itu, Papa meninggal dan semua tanggung jawab berada di tangan aku. Perusahaan Papa aku yang kelola, karena ga mungkin aku izini Mama aku ngelola perusahaan Papa. Aku harus membagi waktu antara kuliah dan kerja, aku pikir kalo aku bilang gitu sama kamu maka urusan akan lancar. Tapi ga taunya malah jadi kayak gini, aku udah ngecewain kamu terlalu lama. Kenapa aku ga putusin kamu waktu itu? Karena aku masih sayang sama kamu, aku masih cinta sama kamu

"Dan awalnya aku mau ngejelasin sama kamu dari awal, sehari setelah aku bilang mau fokus belajar. Aku udah cari kamu kemana-mana, aku tanyain kamu ke Azza, tapi Azza ga kasih tau aku kamu ada dimana. Aku juga telepon kamu, tapi nomor kamu ga aktif. Aku ngeline kamu, tapi kamu blokir line aku. Dan beberapa minggu kemarin, aku ketemu sama Azza, aku ngejelasin semuanya sama dia, akhirnya dia mau kasih tau aku kamu ada dimana. Untuk yang di rumah sakit waktu itu, itu memang ga disengaja, aku bahkan ga tau kamu lagi ada disana.

Terus pas aku dateng ke kafe kamu, aku tau dari Azza. Di cerita kalo kamu punya kafe, dan aku datengin kafe kamu beberapa kali. Tapi kamu ga ada disana, sampai aku ketemu kamu waktu itu. Sumpah, aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi By. Tapi kamu justru pergi dari sana pas aku mau ngejelasin semuanya. Aku mohon By, jangan pernah minta putus sama aku By. Aku cinta sama kamu, dan hidup aku berantakan saat ditinggal kamu. Please By" Lirih Angkasa saat dikalimat akhirnya.

Abby sudah meneteskan air mata sejak htadi, terutama saat Angkasa menjelaskan kenapa ia harus belajar sangat giat dulu. Abby tidak menyangka kalau alasan Angkasa menjauhinya karena papanya meninggal. Abby sudah menundukan kepalanya dalam, dan ia dapat merasakan tangan kekar yang memeluknya.

Nyaman

Satu kata itu mewakili perasaan Abby saat dipeluk oleh Angkasa. Abby tidak membalas pelukan Angkasa, ia masih menangis terus menerus. Lidahnya juga kelu untuk meminta maaf pada Angkasa.

Angkasa menepuk pelan punggung Abby, "Sstt udah jangan nangis, ngeliat kamu nangis bikin aku sakit. Mana Abby yang kuat, masa sekarang jadi cengeng" Abby masih sesegukan walaupun tidak ada air yang menetes lagi.

"Maaf" Cuma itu yang dapat Abby ucapkan, itupun sangat sulit untuk ia ucapkan. Angkasa tidak menjawab, tetapi dapat Abby rasakan kalau Angkasa menganggukan kepalanya. Angkasa melepaskan pelukannya dan mengelap sisa air mata Abby, "Udah jangan nangis, ntar cantiknya ilang gimana?"

Abby menundukan kepalanya kembali saat Angkasa mengucapkan kalimat barusan, pipinya menghangat karena secara tidak langsung ia dipuji oleh Angkasa. Setelah sesi nangis-nangisan tadi, atmosfer keduanya sangat canggung. Angkasa sebenarnya mengucapkan kalau ia ingin melamar Abby karena ia sudah tidak tahan menunggu, tetapi melihat kondisi sekarang sangat tidak pas. Jadi ia menunggu sampai Ayah Abby pulih dari sakitnya, dan sudah tidak ada

"Tau dari mana kalo Ayah sakit?" Tanya Abby memecah keheningan, "Dari Azza, dia kabarin aku kalo Ayah kamu sakit. Terus aku minta alamatnya" Abby hanya menganggukan kepala.

"Udah makan?" Angkasa hanya memperhatikan Abby, sudah lama rasanya Abby tidak bertanya seperti itu, "Kenapa diem? Lo udah makan?" Tanya Abby kembali.

"Aku-kamu, bukan lagi lo-gue. Paham Abbyan?" Secara refleks Abby menganggukan kepalanya, dan mengulang pertanyaannya. "Ka-kamu udah makan?" Terlihat Angkasa terkekeh karena ucapan Abby yang masih kaku, "Udah kok, tadi di rumah sempet makan dulu"

Abby kembali bertanya, "Mau minum?" Angkasa melihat ke arah Abby, "Gratis ga? Kalo nggak sih ga jadi mesen"

Abby terkekeh, "Gratis kok tenang aja" Angkasa yang melihat senyum Abby juga ikut tersenyum. Sangat manis, batin Angkasa.

"Mau minum apa? Biar diomongin ke bawah" Angkasa terlihat berpikir sebentar, "Capucino aja" Abby berjaan menuju telepon ruangannya dan mengucapkan pesanannya, "Ga, buatin capucino satu, ice chocolate satu, sama roti bakar ya. Di anter ke atas"

Abby kembali duduk di sebelah Angkasa, dan kesunyian kembali melanda. Akhirnya Angkasa membuka percakapan, "Masih suka coklat aja. Ga berubah ya haha"

Abby menatap Angkasa, "Haha iya, coklat itu enak, bisa bikin mood balik" Angkasa hanya diam memperhatikan Abby, tak diduga senyumnya memgembang saat melihat Abby yang memainkan ujung hijabnya.

"Udah ga usah grogi gitu dong, masa udah kenal lama masih aja grogi"

"Siapa yang grogi, geer banget jadi orang" Ucap Abby sedikit gugup, "Tuh, buktinya mainin ujung hijabnya. Ntar ga rapi lagi hijabnya" Tunjuk Angkasa dengan jari telunjuknya. Abby semakin grogi karena ketauan memainkan ujung hijabnya, Abby selalu memainkan barang yang ada disekitarnya kalau sedang gugup.

Akhirnya setelah minuman dan camilan mereka datang, mereka segera memakannya dan meminumnya. Sesekali mereka mengobrol untuk mengakrabkan diri kembali, dan Angkasa mengantar Abby kembali ke rumah sakit. Ia tidak mengizinkan Abby mengendarai mobilnya sendiri dan akhirnya Abby pasrah diantar oleh Angkasa.

TBC

Helo helo semuaaaa, Bang Angkasa balikk lagiiii. Jan lupa vote yeshhh!

RefinamientoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang