[1] Re

372 38 37
                                    

Keadaan yang membuatku seperti ini
~Revina Destha~

***

Re sedang duduk sambil menghisap rokoknya. Kepul asap yang kesekian mengudara lagi setelah ia hembuskan. Re memejamkan matanya, menikmati setiap jengkal rokok yang semakin terbakar. Lalu seorang laki-laki menghampirinya dan menepuk pundak gadis itu.

Dia hanya memberikan respon anggukan dan lanjut larut dalam situasi yang selalu ia benci. Cowok itu menatapnya intens. Re selalu datang ke tempat ini jika ia merasa bosan dengan hidupnya. Mencari keramaian di sisi sepinya yang terlalu rumit. Dan kenyataannya ia memang selalu merasa bosan.

"Ada masalah lagi?" Tanyanya prihatin dengan hidup Re.

Cowok itu menghela napas ketika mendengar jawaban Re.

"Hidup gue selalu bermasalah," tuturnya pelan tanpa membuka matanya.

Kevi prihatin dengan keluarga Re. Ibunya adalah seorang manager di sebuah perusahaan ternama di negeri ini. Sangat perfeksionis dan mengedepankan karir. Sampai-sampai ia jarang berada di rumah. Selalu pergi, tidak pernah mengurus Re yang sangat butuh kasih sayang. Ironisnya lagi, ibunya tidak peduli dengan ayahnya yang memiliki wanita simpanan.

Ayah Re adalah satu-satunya orang yang menyayanginya. Namun, mengetahui bahwa ayahnya bermain di belakang membuatnya sangat benci terhadapnya.

Pernah Re ingin bunuh diri karena hubungan kedua orang tuanya yang sangat tidak layak disebut demikian.

"Eh anak-anak udah pada dateng?" Tanya Re sambil menginjak putung rokoknya. Ia beranjak dan membenarkan kemeja yang ia pakai dan menepuk-nepuk celana jeans yang lututnya sobek.

"Udah, mereka semangat banget kalo ada lo," kekeh Kevi.

"Ya gue kan cakep," ucap Re percaya diri sambil menyambar jaketnya.

Kevi mengangguk-angguk membenarkan fakta tersebut.

"Re, ada yang nantangin lo balap!" Teriak cowok berambut coklat terang.

Re mengerutkan alisnya lalu menggerakkan dagu, bertanya siapa.

"Gue, siapa lagi? Nggak ada yang bakalan mau ngajak lo balapan," ucap cowok bermuka tengil.

Seno Eloise namanya. Dia adalah satu-satunya orang yang masih berani mengajak Re balapan padahal sudah berkali-kali kalah. Re terkadang berpikir bahwa urat malu cowok ini sudah putus.

"Apa taruhan lo?" Tanya Re mendekatinya.

Seno mengambil amplop warna coklat dari balik jaket yang ia kenakan. Lalu mengambil sebelah tangan Re dan memberikannya.

"Kalo lo menang uang itu jadi milik lo. Tapi kalo lo kalah, apa yang gue mau harus lo turuti," ucapnya membuat perjanjian.

Re terkekeh dan mengembalikan gepokan uang tersebut.

"Bukan apa-apa, uang itu nggak sebanding kalo gue jadi babu lo. Dan itu nggak bakalan terjadi sampe kapan pun," kecam Re dan naik ke atas motor.

"Gue terima tantangan lo," lanjutnya lalu memakai helm dan menghidupkan motor.

Sorak riuh memenuhi pinggiran jalan yang sepi. Sudah larut malam, dan Re masih berkeliaran.

Masing-masing dari dua remaja itu menggerung-gerungkan knalpot motor. Sesekali Re melirik Seno dan sebaliknya.

Sampai bendera merah dilayangkan, mereka langsung melesat dengan sangat cepat.

Re mengegas motornya dengan kecepatan diambang rata-rata. Seno pun tak kalah demikian.

MEMORETHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang