Tak ada yang perlu diingat. Itu yang terpatri dalam hati dan otak Re. Namun, seakan alam mengatakan hal lain. Semua seakan selalu berputar mengitarinya. Ia lelah dengan bayang-bayang samar tak kasap mata. Ia lelah dihantui kekesalan yang teramat.
Malam ini, langit gelap menjadi saksi bisu amarahnya. Kenapa dunia sesempit ini? Mengapa ia harus bertemu dengan Ram?
***
1 tahun lalu
Matanya menatap laki-laki itu sendu. Helaan napas tampak muncul dengan terpaksa. Raut wajahnya gamang, membayangkan semuanya tak lagi berlanjut. Ia takut bahwa gadis itu sudah tak memiliki rasa untuk seutas maaf.
Rea tak pernah tega melihat anaknya selalu memikul derita.
"Mata, itu yang akan mengubah semua, Ray," ucap Rea mengusap pundak anaknya.
"Maksud Mama?" Tanya Ram bingung.
"Mama akan bicara sama Papamu dan membawamu kembali. Atau tidak sama sekali," jawab Rea.
"Dia membenciku," sahut Ram.
"Ram, kau haruslah yakin. Hati itu ibaratlah batu. Dia memang keras amat. Namun, apa kau tau? Suhu, udara, tekanan, dan cuaca akan membuatnya lapuk berangsur-angsur. Berubah menjadi tanah yang mana apabila kita genggam akan meluluh. Itulah hati. Semua memiliki proses. Dapatkan hatinya, maka ia bisa kau genggam. Meski sejatinya bukan untukmu. Itu tak apalah. Yang penting, maaf kau dapatkan," ujar Aba Badrun tiba-tiba di belakang mereka berdua.
Rea tersenyum. Pria berumur setengah abad ini selalu melontarkan kalimat bijaknya. Membuat ia sangat beruntung karena Ram hidup bersamanya. Pasti banyak sekali kata dan kalimat yang sanggup menyembuhkan baik hati maupun mental anaknya.
"Kau pulak Rea. Beri pilihan. Apapun itu," lanjut Aba Badrun menyentuh pundak Rea.
"Iya. Dua pilihan tegas akan mengubah semuanya. Percaya sama Mama," ujar Rea tersenyum.
***
Selepas kepergian Re, Rea langsung membicarakan perihal yang sempat terlintas dipikirannya semalam.
"Kamu mau bicara apa?" Tanya Anto mengerutkan dahi.
"Ini tentang aku dan anakku," jawab Rea.
Anto langsung memalingkan wajahnya tidak suka. "Anak itu lagi yang kamu bahas sampai bosan aku mendengarnya," ucapnya.
"Biarkan dia bersama kita lagi atau jangan harap aku mau bersamamu," ucap Rea memberikan pilihan.
"Maksud kamu apa? Jangan bercanda Rea. Sudahlah," ucap Anto mengibaskan tangannya.
"Baik, jika kamu tidak mengizinkan dia kembali padaku. Aku akan pergi," Rea menghela napas panjang. Mengapa ia tidak melakukan hal ini sejak lama?
Hutang, itu yang membuatnya tak berani melakukan apa-apa. "Semua hutangku sudah lunas. Aku sudah tidak memiliki sangkutan apapun denganmu, Anto. Ini sudah perjanjian kita tiga tahun lalu. Jadi, jangan pernah mencariku atau mengincar anakku lagi. Atau aku akan melakukan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan olehmu," pungkas Rea. Ia berlalu dari sana. Meninggalkan Anto yang berdiri mematung.
Satu per satu pergi. Tak ada yang tersisa lagi. Ia lepaskan Alvia untuk Rea. Membiarkan Revina pergi. Menyingkirkan Raymon. Namun, berantakan. Rahangnya mengeras. Matanya memancarkan amarah.
"ARRGH! SIALAN!"
***
Matanya terpejam saat ini. Ia akan selalu memilih anaknya apapun resikonya. Meski nyawa ataupun harga diri taruhannya. Tangannya lalu mengusap lengan laki-laki yang duduk di sampingnya. Mereka sedang menunggu sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORETHA ✔
Novela JuvenilIbunya yang selalu memikirkan karier dan ayahnya yang mendua menjadikannya gadis urakan tak terurus karena kurang kasih sayang. Bersama empat temannya, Revina Destha lalui masa remajanya yang tak punya aturan. Sampai suatu hari, ia bertemu dengan la...