Jika kau hanya datang di kala butuh, maka aku akan tetap menerima kehadiranmu. Meskipun pada akhirnya kau pergi lagi.
~Keviar Abraham~***
Bunyi pecahan kaca menarik perhatian orang rumah. Aba Badrun yang awalnya asyik menonton televisi langsung beranjak menuju ke sumber suara. Matanya membelalak melihat Ram yang berjongkok dengan tangan sebelah kiri terluka. Ia kemudian membawa laki-laki itu menjauh dari pecahan kaca.
"Sudah kukatakan padamu, Nak. Pekerjaan ini bisa kau lempar pada Jojo. Apa susahnya mendengarkan ucapanku heh?" Omel Aba.
Ia mengambil kapas serta obat merah untuk mengobati luka yang diakibatkan goresan kaca.
"Jangan pernah merasa bahwa kau tak pernah berguna. Aba harap ini yang terakhir. Macam anak kecil saja kau. Harus diperingati ribuan kali," tangan Aba terus bergerak beriringan dengan ocehannya.
Ram diam sambil menahan perih. Sepertinya ada kaca yang tersusup di kulitnya.
"Biasanya tidak seperti ini. Tiba-tiba kepalaku pusing, Aba. Alasan lainnya aku tidak mau merepotkan kalian," Ram membalas sambil meringis.
Aba sengaja menekan bekas luka yang masih basah tersebut. Membuat Ram berteriak kesakitan.
"Argh! Sakit Aba!"
"Sudah! Lebih kau istirahat! Tak perlu banyak bicara!" Perintah Aba sedikit galak.
Ram menghela napas lantas pergi menuju kamarnya perlahan sambil meraba tembok.
"Dia lupa, sesuatu yang dipaksakan pasti hasilnya tak sesuai mimpi," Aba menggeleng-gelengkan kepala dan mulai memunguti pecahan kaca. Sepertinya bekas piring.
Sesampainya di kamar, Ram menutup pintu pelan. Tubuhnya terbaring di kasur. Ia memejamkan mata.
Kepalanya rasanya semakin berat. Tangannya mencoba meremas rambut, berusaha meredam rasa tersebut. Namun, seakan ada yang menahan. Suara itu memanggilnya pelan. Membuat ribuan pertanyaan mengambang liar di kepalanya.
"Gue maunya lo yang di sini."
***
Dengan tangan menutupi mulutnya, Re berhasil meloncat dari jendela atas. Tubuhnya berguling-guling di tanah. Kakinya terasa nyeri dan mengeluarkan cairan merah. Berbeda dengan Kevi yang mendarat mulus. Cowok itu berlari mendekati Re yang sepertinya kesakitan.
"Sakit banget?" Tanyanya membantu Re duduk.
Gadis itu mengangguk. "Suckid but berblood," ucapnya menatap lututnya.
Kevi menjitak kepala Re, "Pake acara guling-guling lagi. Inget, ini di tanah bukan di kasur."
"Kan gue seonggok daging bernyawa! Kalo gue spiderman mah udah manjat pohon!" Sungut Re.
"Monyet itu! Udah, berdiri," perintah Kevi menarik tangan Re. Dengan kaki sedikit pincang, Re mengikuti langkah Kevi. Entah mau dibawa kemana dirinya.
Mereka berjalan mengendap-endap. Suara jangkrik membuat riuh malam. Sekitarnya gelap. Entah tempat apa ini. Hanya ada pohon-pohon rindang yang menghiasi tanpa ada secercah cahaya dari rumah-rumah karena memang tidak ada sama sekali.
"Maaf ya, udah ngerepotin," ucap Re.
"Lo selalu bikin repot," sahut Kevi.
Re memanyunkan bibirnya, "Teros! Gue mah ubi yang ada nyawanya!"
Kevi membekap mulut gadis yang suaranya membuat kegaduhan kecil. Ia tarik tubuhnya mendekati salah satu pohon besar. Mereka melihat ada cahaya yang memancar dari senter. Sepertinya penculik itu sudah mencari keberadaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORETHA ✔
Novela JuvenilIbunya yang selalu memikirkan karier dan ayahnya yang mendua menjadikannya gadis urakan tak terurus karena kurang kasih sayang. Bersama empat temannya, Revina Destha lalui masa remajanya yang tak punya aturan. Sampai suatu hari, ia bertemu dengan la...