Sinar mentari pagi menyerang mata Re yang baru saja tertutup dua jam lalu. Ia menggeliat kecil dan perlahan membuka matanya. Pemandangan pertama yang selalu ia lihat. Sosok laki-laki yang tersenyum hangat dan membelai rambutnya penuh sayang.
Re langsung terduduk dan menjauhkan diri dari Anto. Melihat respon Re, ia hanya menghela napas.
"Pagi, cepat mandi. Bi Nanik sudah menyiapkan sarapan. Kita sarapan bersama," ucap Anto ramah.
Re lalu pergi ke kamar mandi sesuai yang ia perintahkan tanpa membalas sapaannya. Anto pantas mendapatkan perlakuan tersebut.
Keluar dari kamar Re, ia melihat Alvia yang sudah rapih dengan pakaian kerjanya.
"Nggak sarapan bareng?" Tanya Anto dingin.
"Kamu nggak bisa ya, nggak usah nanya hal yang jawabannya selalu sama?" Jawab Alvia ketus.
"Kamu itu harus nyempetin diri buat sarapan bareng sama Re. Dia juga pengen kayak temen-temennya yang lain, kalau pagi sarapan sama orang tuanya. Nggak kayak kamu yang mikirin kerja mulu!" Bentak Anto.
"Nggak usah mulai lagi Bun, Yah!" Teriak Re dari atas dan langsung menuruni tangga, berjalan ke arah orang tuanya.
Alvia melirik Re sinis lalu pergi meninggalkan dua orang tersebut. Anto menangkap wajah sedih Re sebelum ia mengembalikan wajahnya datar, seolah-olah tidak peduli.
"Ayo makan," ajak Anto.
Anto mengerutkan dahi ketika melihat sudut bibir kanan Re membiru. Ia mendekati anaknya dan menyentuh sudut bibir Re. Reflek gadis itu mundur dan memalingkan wajah.
"Nggak, Yah. Re mau berangkat dulu," ucapnya lalu pergi begitu saja.
Anto meninju udara karena kesal. Mengapa keadaannya seperti ini? Dia tidak masalah jika Alvia mengabaikannya. Tapi jangan dengan Re.
**"
Re memacu motor ninjanya santai. Toh, dia tidak peduli apakah dia akan terlambat atau tidak. Hukuman sekolah terasa tak ampuh bagi Re.
Dari kejauhan Re melihat gerbang sekolah sudah tertutup. Ia berdecak dan mengegas motornya lebih cepat lagi. Sesampainya di depan gerbang, ia turun lalu menggedor gerbang pelan supaya guru-guru tidak melihatnya.
"Pak, bukain dong buat Re," pintanya pada Pak satpam tersebut.
Pak Giok menyelonongkan kepalanya dan melihat cengiran khas Re yang sudah dihapal olehnya. Ia geleng-geleng kepala heran dan melihat pakaian Re yang berantakan. Rambut diikat asal-asalan, memakai celana jeans, tidak memakai dasi, dan sepatu abu-abu.
"Apa sih Pak? Diliatin gitu banget deh. Biasanya juga gini," ucap Re terkekeh dengan wajah Pak Giok.
"Neng-neng, demen banget telat. Nggak kapok kamu dimarahin Bu Emi sama Pak Domo?" Tanyanya heran dengan gadis di balik gerbang.
"Makanya Pak Giok, gerbangnya dibuka. Biar Bu Emi sama Pak Domo marahnya nggak nemen-nemen," nego Re.
Pak Giok menghela napas lantas membukakan gerbang untuk Re. Cewek itu langsung mengendarai motornya masuk ke area sekolah. Tak lupa ia berterima kasih kepada satpam tersebut. Ia lalu memarkirkan motornya.
Setelah itu, Re berjalan menelusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Jam 07.45 pasti semua kelas sudah melakukan KBM.
Seno yang sedang berada di lapangan melihat sosok yang sudah membuatnya dimarahi papanya habis-habisan sampai semua fasilitasnya ditarik. Ia memantul-mantulkan bola dan melemparnya kuat-kuat ke arah Re.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORETHA ✔
Teen FictionIbunya yang selalu memikirkan karier dan ayahnya yang mendua menjadikannya gadis urakan tak terurus karena kurang kasih sayang. Bersama empat temannya, Revina Destha lalui masa remajanya yang tak punya aturan. Sampai suatu hari, ia bertemu dengan la...