Menit pada jam digital di mobil sudah menunjukan angka 25. Tinggal 5 menit lagi Afta harus tiba di sekolah. Segala upaya sudah dilakukan. Tapi hanya terbuang sia-sia. Afta sudah pasti terlambat. Sibuk menengok kanan kiri. Melihat suasana jalan yang tidak bersahabat. Beberapa kali bertanya ke orang sekitar. Mencari jalan alternatif menuju sekolah.
Sayangnya, tekad Afta semakin lama memudar. Tidak ada jawaban lain selain ia akan terlambat. Setelah kian lama ia melawan kemacetan, ia tiba di sekolah. Pintu gerbang tertutup rapat. Beberapa anak yang senasib dengannya turut memenuhi wilayah disana. Dia memarkirkan mobilnya tepat di seberang gerbang. Mengenakan seragam apa adanya.
Dia keluar dari mobil. Suasana diluar ternyata jauh lebih panas dari yang ia bayangkan. Dengan santai ia menyebrang jalan. Mengulurkan tangan sebagai tanda untuk para pengendara. Berdiri tepat di depan gerbang. Melihat anak-anak disekitarnya. Dengan napas terengah-engah, keringat yang membasahi dahi. Menopang tas di punggung mereka.
Menunggu sampai upacara selesai. Dia tahu ini akan membuang banyak waktu. 'Persetan dengan semua ini' Gumam Afta dalam hati. Cahaya matahari mulai sedikit-sedikit menembus ranting pohon. Suasana semakin gerah. Keringat bercucuran dari leher. Dia berdiri ditepi jalan. Membiarkan orang-orang melewatinya. Berdiam diri tanpa alasan. Menyendiri dari kerumunan.
Sesekali dia mengecek jam tangan. Waktu baru saja berlalu 5 menit. Tidak memiliki gambaran hendak melakukan apa. Keringat semakin membasahi tubuhnya. Gerah sekali rasanya. Dia hendak duduk, bersender di gerbang sekolah. Tidak memperdulikan orang lain yang menatapnya sedikit bingung. Salah satu dari mereka berdiri tepat di hadapannya.
"Aku kira mobil tuamu bisa melaju lebih cepat." Tanpa basa-basi.
Suara yang tidak asing. Sedikit cempreng dan halus. Perlahan dia mendongakkan kepala. Menyipitkan mata sedikit karena silaunya cahaya yang mengarah ke matanya.
"Natalia?" Afta sedikit kaget. Natalia tersenyum dan menatap kosong kearah Afta. Merangkul binder di depan dada. Kakinya bergantian untuk menopang. Menahan beban yang cukup menguras tenaga.
"Aku bangun cukup siang hari ini." Natalia meletakkan tas di bawah. "Dan sekarang aku terlambat."
Afta sedikit bergeser.
"Kamu ingin duduk?" Tanya Afta. "Kau terlihat cukup lelah."
Natalia duduk di sebelah Afta. Anak-anak disana tertuju kearah mereka.
"Kamu kenapa terlambat?" Natalia membuka pembicaraan.
"Aku juga bangun kesiangan." Ucapnya sambil mengusap keringat di jidat. "Ditambah jalanan yang macet."
Natalia kembali diam. Keheningan serentak menghampiri mereka. Hembusan angin membuat rambut mereka menari sedikit. Butiran debu beterbangan bebas mengikuti angin. Afta sudah tidak tahan untuk menunggu lebih lama lagi. Waktu sudah terbuang lama. Beberapa akal buruk mulai berlalu-lalang di benaknya.
"Kapan kita akan masuk?" Afta menghadap Natalia.
"Sebentar lagi." Natalia melihat jam tangan. Afta menatap kosong ke depan. Dia menarik tangan Natalia. Melihat jam di tangan Natalia memastikan. Afta terdiam sebentar. Dia tiba-tiba berdiri. Menepok celananya yang sedikit kotor. Afta langsung berjalan kearah mobil. Meninggalkan Natalia yang daritadi hanya duduk diam melihat Afta.
"Kamu mau kemana?" Natalia terheran-heran.
Afta menengok sedikit. "Aku akan pergi."
"Bagaimana dengan sekolah?" Natalia bertanya sekali lagi.
"Masa bodoh dengan sekolah." Afta berdiri menghadap Natalia. "Kau mau ikut denganku?"
"Kau sudah gila." Suara Natalia sedikit lebih kencang. Anak-anak menghadap ke mereka. "Tidak mungkin aku bolos sekolah."
"Lihat sekitarmu." Afta menunjuk ke arah murid-murid di sekeliling mereka. "Apakah mereka datang untuk ini?" Afta diam sebentar. "Aku tentu tidak akan menghabiskan waktuku untuk dijemur dilapangan dan dihukum pagi ini."
Ucapannya membuat beberapa anak sedikit terpancing. Mereka menghadap satu sama lain. Sedikit berbisik-bisik. Sesekali ada yang berjalan menjauh, tapi ragu-ragu dan kembali lagi. Afta tetap diam menunggu Natalia.
"Jadi bagaimana?" Afta sekali lagi bertanya sambil tersenyum menghadap Natalia. "Kamu ikut aku atau tidak?"
Natalia sebenarnya sudah terpancing. Hanya saja masih sedikit melawan dirinya untuk terhasut. Masih duduk lesehan, bersandar di gerbang sekolah. Tidak bergerak ataupun berbicara sama sekali. Afta menyikapi hal ini dengan santai. Dia paham Natalia bukanlah tipikal murid sepertinya.
Afta jalan mendekati Natalia. Berdiri tepat dihadapannya. Natalia mendongakkan kepalanya. Afta menunduk sedikit melihat Natalia. Dia berlutut, menyejajarkan matanya dengan Natalia.
"Aku tidak memaksamu." Afta melihat Natalia yang sedikit terkaku. "Tapi kamu ikut denganku atau kamu akan menunggu lagi?"
Natalia tentu sangat ragu. "Kemana kamu akan pergi?" Dia akhirnya bertanya setelah beberapa saat canggung diam.
"Aku tidak tahu." Afta mengangkat bahunya. "Mungkin kamu bisa menemaniku hari ini."
"Tapi aku baru saja mengenalmu beberapa minggu yang lalu." Balas Natalia.
Afta sedikit tertawa menanggapi Natalia. "Sampai ketemu besok." Afta tersenyum, segera berdiri meninggalkan Natalia.
"Tunggu." Teriak Natalia membuat langkah Afta terhenti dan menengok. "Sepertinya aku akan ikut denganmu."
Afta kembali tertawa kecil. Dia menghampiri Natalia. Membantunya berdiri dari duduknya. Membawa beberapa tentengannya. Natalia membersihkan roknya dari debu.
"Asalkan satu syarat." Natalia mengucap tegas sambil menatap serius ke Afta. Afta sedikit bingung. Dia tentu hanya mengangkat salah satu alisnya. "Aku tetap harus pulang tepat waktu."
"Hanya itu?" Afta menjawab seakan-akan meledek.
Natalia mengeluarkan ponselnya dari kantong. "Akan aku pesankan taksi untuk kita." Sahutnya."
"Percayalah." Afta menutup ponsel Natalia dengan tangannya. "Kamu bahkan tidak membutuhkannya." Afta langsung berbalik arah meninggalkan Natalia.
"Lalu kita pergi naik apa?" Natalia masih diam ditempat. Satu langkah pun belum ia capai. Afta tidak menoleh. Dia mengambil kunci mobil dari sakunya dan memutarkan di jari tangannya. Dia masih terus berjalan kearah mobilnya. Natalia tentu tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mencoba menyusul Afta yang sudah beberapa langkah jauhnya.
Semua murid sedikit bingung melihatnya. Afta lebih dulu sampai di mobil. Membuka pintu, melempar tentengan Natalia ke kursi belakang. Dia masih berdiri di samping mobilnya sembari melihat Natalia yang masih sedikit ragu. Natalia membuka pintu mobil tepat ketika seorang satpam sekolah membuka lebar pintu gerbang sekolah.
"Ayo semuanya! Masuk!" Teriak satpam itu membuat para murid terpaksa masuk. Afta dan Natalia terdiam kaku. Bingung hendak masuk ke sekolah atau pergi.
"Sial!" Teriak Natalia. "Apa yang harus kita lakukan?" Wajahnya panik bertanya ke Afta.
Afta tentu tetap bersikap santai. Seolah-olah tidak ada apa-apa. Seolah-olah ia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
"Terserah kamu." Dia justru mengembalikan pertanyaan itu ke Natalia. "Jika kamu ingin masuk ke sekolah, ambil barang-barangmu dan segera masuk." Jawabnya santai.
"Lalu bagaimana denganmu?" Natalia masih terlalu panik mendengar teriak satpam di gerbang sekolah.
"Hei kalian!" Teriak satpam dari gerbang. "Jangan pergi! Masuk!" Dia menunjuk kearah Natalia dan Afta.
"Bagaimana, Ta?" Natalia kembali memastikan.
Afta hanya tersenyum. Dia tidak peduli dengan satpam yang masih teriak-teriak menyuruhnya untuk masuk. Dia mengambil napas dalam. "Kamu tentu sudah mengenalku, bukan?" Afta tersenyum.
Dia segera masuk ke dalam. Natalia pun panik dan ikut masuk. Afta segera menyalakan mobinya dan pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Write The Next Chapter Of Our Lives
RandomNo need to be alone No need to be afraid It's going to be alright You just need a little patience Even though it all just hard to take Just write the next chapter of our lives P.S. jika kalian merasa bosan saat membaca awal cerita, maka kalian tidak...