20

4 1 0
                                    

"Kau sudah yakin dengan keputusanmu?" Rendy duduk di sebelah Afta.

"Aku sudah yakin." Balas Afta. "Aku hanya tidak yakin dengan reaksi Natalia tentang keputusanku ini." Lanjutnya.

"Hmm..." Rendy terdiam sebentar. "Lebih baik kau beritahu segera." Rendy bangkit dari duduknya. "Dia ada disana." Rendy menunjuk ke arah Natalia yang tengah tertawa-tawa bersama teman-temannya. "Aku bisa menemanimu jika..."

"Tidak perlu." Potong Afta. "Aku bisa melakukannya sendiri." Afta langsung berjalan ke arah Natalia. Dia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Sibuk menanda tangani seragam teman-temannya. Tapi seragamnya masih belum ada coretan sedikitpun. Afta menghampirinya dengan tenang. Mencoba mengumpulkan kata-kata.

"Hai!" Sapa Natalia melihat Afta tengah berjalan kearahnya. "Bagaimana ujianmu?" Tanya Natalia.

"Baik-baik saja." Jawab Afta santai.

Natalia mengangguk kecil. "Kau ingin kutanda..."

"Aku harus berbicara sesuatu denganmu." Afta segera memotong. Tatapannya sedikit serius. Natalia menutup spidol yang dipegangnya. Teman-temannya pun ikut terdiam mendengar Afta memotong ucapan Natalia. "Aku harus pergi."

Natalia bingung menatap Afta. "Apa maksudmu?" Tanyanya penasaran.

"Aku tidak kuliah di Jakarta." Afta membalas. Teman-teman Natalia sedikit menjauh mendengar Afta menjawab seperti itu. Mereka menganggap lebih baik hal ini dibicarakan berdua saja. "Ayahku ditugaskan kembali ke Liverpool. Dan aku..."

"Tidak apa-apa." Natalia memotong. Dia sedikit menunduk. Menatap kosong ke bawah. "Aku menghargai keputusanmu." Lanjutnya.

"Nat..." Afta mendongakkan Natalia. Menatap tepat ke matanya. "Ayahku sudah mendaftarkanku ke universitas di Jakarta. Dan aku diterima." Afta terdiam sebentar. "Ayahku juga mendaftarkanku ke salah satu universitas di Liverpool. Aku sungguh tidak ingin jauh-jauh darimu."

Natalia kembali tertunduk diam. Beberapa dari teman mereka hanya diam melihat mereka. Tidak ingin terlibat dalam percakapan itu.

"Kapan kamu akan pergi?" Natalia bertanya pelan.

"Malam ini." Jawab Afta pelan. Dia mendongakkan kepala Natalia. "Aku bisa saja tidak ikut ayahku ke Liverpool. Tapi aku sudah berjanji dengan diriku sendiri untuk ikut dengannya semasa aku mencari ilmu." Afta terdiam sebentar. "Ayahku adalah satu-satunya orang tua yang aku miliki sekarang. Kepergian ibuku sudah membuat kesedihan selalu menghampiriku siang dan malam. Aku ingin menikmati setiap detik dengan ayahku karena aku tahu dia tidak tergantikan."

"Aku mengerti." Natalia mengangguk kecil. Tersenyum melihat Afta. "Jaga baik-baik ayahmu."

"Nat..." Afta segera memotong lagi. "Bukan berarti aku akan meninggalkanmu selamanya." "Aku pasti akan kembali."

"Kapan?" Tanya Natalia singkat.

"Secepatnya." Afta menjawab. "Aku sudah bilang ke ayah untuk pulang ke Jakarta saat libur panjang ini. Mungkin kita bisa bertemu hari itu." Afta mengambil spidol yang daritadi dipegang Natalia. "Aku akan pulang bulan agustus. Dan aku tidak akan lama." Afta terdiam sebentar. "Aku sungguh ingin bertemu lagi denganmu."

"Dimana?" Tanya Natalia singkat.

"Tempat pertama kamu mengajakku pergi." Jawab Afta sambil menggenggam tangan Natalia. "Aku akan kembali untukmu." Afta membuka tutup spidol. Mencoba mengalihkan pembicaraan ini. "Dimana aku harus menanda tanganimu?" "Anggap saja ini kenang-kenangan dariku."

"Tidak perlu." Natalia melepas genggaman Afta. "Kau tidak perlu mencoret seragamku." Natalia melangkah mundur sedikit. Dia menatap Afta. Tersenyum menutup kesedihannya. "Aku tidak ingin menjadikanmu hanya sebatas kenangan."

Let's Write The Next Chapter Of Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang