15

11 1 1
                                    

Detik jam terus bergerak. Masih terdengar suara air berjatuhan dari kamar mandi. Busa-busa bekas dia mandi masih terlantar di lantai kamar mandi. Afta hanya duduk di atas kloset, sambil memutar lagu yang menjadi salah satu lagu favorit di playlist. Melamun kaku. Dia berdiri dan menyalakan shower di atas kepalanya dan membiarkan air menutupi sekujur tubuhnya. Menghadap ke arah cermin dan menatap bayangan dirinya. Dia menutup keran shower dan mengambil handuk yang digantung di pintu. Sekejap mengeringkan tubuhnya dan langsung beranjak ke kamar. Membuka pintu lemari dan mengambil beberapa pakaian untuk dikenakan malam ini.

Afta hanya baru mengenakan boxer ketika ayah tiba-tiba membuka pintu kamar dan masuk. Terlihat banyak pakaian yang digantung bahkan berserakan diatas kasur. Dibiarkan menumpuk disana. Afta hanya duduk di kursi putarnya sambil memegang sebatang rokok dan sekotak korek kayu di tangan lainnya. Ayah hanya diam di depan pintu. Melihat mimik wajah putra kesayangannya yang bingung memilih baju sambil menyalakan rokok.

"Pergi kemana lagi, Ta?" Ayah menyalakan kontak exhaust di dinding kamar.

"Hanya makan malam." Jawabnya santai.

"Dengan perempuan yang sama?" Canda ayah sedikit membuat Afta tidak nyaman. "Sepertinya ayah ingin bertemu dengannya."

"Siapa? Natalia?" Afta melihat ayah yang hanya bersandar di pintu. Ayah hanya mengangguk.

"Kamu selalu bercerita tentang dirinya. Tapi kamu belum pernah mempertemukan ayah dengan dia." Ayah berjalan mendekat ke kasur yang penuh dengan tumpukan baju. "Dan sekarang kamu hanya sibuk memilih pakaian untuk kamu kenakan malam ini." Ayah melihat putranya yang tengah menopang kepalanya dengan satu tangan. Dia keluar dari kamar Afta dan kembali membawa jaket kulit hitam. Dia melemparnya ke atas tumpukan baju. Pandangan Afta serentak tertuju kesana.

"Ayah memakai itu saat pertama kali kencan dengan ibumu." Ayah melipat tangannya di dada. "Ayah masih ingat setiap percakapan yang kami lakukan hari itu." Ayah tidak berhenti cerita. Pandangannya kosong sambil bernostalgia. Mengingat kejadian hari itu. Sampai akhirnya ayah berhenti bicara. Sudah habis kata-kata dari benaknya. Semua kenangan sudah terungkap dalam satu cerita rumit. Afta tahu diam adalah jalan terbaik untuk menanggapi setiap cerita yang keluar dari mulut ayah. Sengaja mengabaikan banyak pertanyaan yang sudah berbaris menunggu untuk dikeluarkan dari mulutnya.

"Kau tahu, Nak?" Ayah menatap Afta dengan senyum hangat di wajahnya. "Menikahi ibumu adalah salah satu keputusan yang berarti bagi ayah." "Ayah tidak peduli jika tuhan berkehendak lain dan harus memisahkan kami dengan cara seperti itu." Ayah diam sebentar. Mengusap wajahnya dengan tangan dan kembali melihat Afta. "Setidaknya tuhan sudah memberi ayah waktu untuk sempat memilikinya walau hanya sementara." Ayah menatap Afta yang masih duduk menikmati rokok di tangannya.

"Aku mengerti." Ucap Afta sambil mematikan rokok di asbak.

Ayah membuka lemari Afta dan mengeluarkan selimut rajut berwarna cokelat tua. Dia meletakannya di meja. "Cepat pakai baju dan bersiap-siap. Jangan lupa rapihkan kamarmu." Ucap ayah sembari berjalan keluar.

"Kenapa ayah mengeluarkan selimut ini?" Tanya Afta.

"Kamu akan membutuhkannya." Ucap ayah sambil menutup pintu kamar.



***



Pandangannya terus terfokus pada dua objek. Mencoba tetap fokus melihat ke depan di saat dia sesekali memperhatikan menit jam yang terus berubah dari ponselnya. Afta membuka kaca jendela. Menopang tangan kanannya di kaca sambil menjepit sebatang rokok diantara jari-jari. Ditemani alunan musik dari radio mobil. Membiarkan rokoknya beradu dengan angin.

Let's Write The Next Chapter Of Our LivesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang