[13] Peringatan

1.1K 40 2
                                    

Aku dan Bang Ical berjalan masuk ke salah satu mall yang berada di pusat kota.
Tangan Bang Ical terus menggenggamku seolah tak membiarkan aku pergi darinya.

"Kita ke toko buku atau makan dulu?" tanya Bang Ical.

"Toko buku aja," jawabku semangat.
Bang Ical mengangguk kemudian berjalan ke salah satu toko buku yang ada di mall
tersebut.

"Abang ke sana dulu ya, mau nyari komik terbaru," ucap Bang Ical ketika kami telah
sampai di toko buku.

Aku menjawabnya dengan anggukkan karena sibuk memilih novel-novel terbaru.

"Kalau sudah siap langsung datangi Abang. Jangan kemana-mana," ucap Bang Ical
lagi, kemudian pergi meninggalkanku yang masih sibuk memilih.

Novel-novel di toko ini rata-rata keluaran baru semua dan aku bingung mau memilih yang mana. Kalau saja aku
punya uang banyak, mungkin semua novel ini aka aku borong. Tak lama Bang Ical datang dengan sebuah komik di tangannya. Bang Ical gak perlu
lama-lama memilih komik berbeda denganku yang harus benar-benar teliti dalam memilih bacaan.

Tiba-tiba Bang Ical menarik rambutku pelan.

"Aishh, sakit tau," ringisku.

"Udah siap belum? Abang udah lapar," ucap Bang Ical.

"Ish, sabar ih, ini masih kurang," jawabku tak mau kalah.

Aku mendengar decakan kecil dari Bang Ical. "Kamu udah ngambil empat buku Udyy. Itu udah banyak," ucap Bang Ical kesal.

"Iya tanggung satu la... Nahh, ini." aku bersorak senang karena berhasil menemukan novel yang pernah kubaca di wattpad.

Bang Ical hanya menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian menarik tanganku ke
arah kasir. Setelah membayar semuanya, Bang Ical langsung mengajakku ke salah satu restaurant yang berada tak jauh dari tempat kami saat ini.

"Mau pesan apa?" tanya Bang Ical ketika kami sudah berada di salah satu restaurant.

"Lemon tea aja," ucapku. Wajahku sama sekali tak beralih ke arah Bang Ical
melainkan menatap handphone ku lalu membaca balasan chat dari Fahmi.

Jangan handphone terus," ucap Bang Ical tegas. Sontak aku langsung mengalihkan wajahku ke arah Bang Ical dan perlahan
menyimpan handphone di tas kecil.

"Enggak kok," jawabku.

"Kamu akhir-akhir ini sibuk banget sama handphone. Chataningan sama siapa?"

"Em-mm sama Mita," jawabku gugup.

"Yang jujur," ujar Bang Ical.

Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. Jantungku mulai berdetak kencang. Takut.
Itulah yang ku rasakan saat ini.

"Cerita sama Abang, Udyy," ucap Bang Ical lagi.

Aku menarik napas kemudian membuangnya pelan. "Em-mm Bang, Udyy punya teman baru," ucapku masih gugup.

"Cowok atau cewek?"

"Co-cowok."

"Jangan terlalu dekat, Dyy. Abang gak suka," tegas Bang Ical.

Aku membuang napas pelan. Dugaanku benar, bahkan tak meleset sedikit pun.

"Dia baik kok, Bang," ucapku membela.

"Kamu tahu dari mana dia baik? Bukannya kamu bilang dia teman baru kamu?" tanya
Bang Ical, matanya menatapku tajam.

"Udyy, Abang begini karena Abang sayang sama kamu. Abang ngelarang kamu dekat sama teman cowok karena Abang takut kamu suka sama cowok itu dan kalau sudah begitu kamu harus siap menerima konsekuensinya. Yang tidak lain
dan tidak bukan adalah patah hati. Dan Abang gak mau kamu ngerasai itu,"

Aku hanya bisa menunduk diam, tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Jujur saja saat itu aku ingin sekali menangis. Tak tahu kenapa. Aku tahu ucapan Bang Ical tidak sepenuhnya salah bahkan hampir benar hanya saja aku sedikit kesal karena Bang Ical yang
terlalu mengekangku, tak memberikan aku ruang untuk merasakan masa-masa remajaku seperti kebanyakan remaja lainnya. Sebagai anak remaja aku juga pengen hidup seperti teman-temanku yang lain, tidak dikekang seperti ini.

[] [] [] []

Bang Ical apa Abang tahu, Udyy itu kesal banget sama Abang pada saat itu. Udyy merasa
kalau Bang Ical gak sayang sama Udyy karena terlalu mengekang Udyy. Tapi, sekarang
Udyy malah menyesal tidak mendengar ucapan Abang pada saat itu. Karena semua yang
Abang ucapkan benar.

BACKSTREET (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang