[16] Tak tenang

946 26 0
                                    

Aku menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Tadi siang, ketika di
perjalanan pulang aku tak sengaja melihat Bang Ical sedang membeli minuman di sebuah kedai pinggir jalan. Aku yang melihat Bang Ical terlebih dahulu sontak langsung mengalihkan wajahku ke arah lain, aku tak tahu apakah Bang Ical melihatku juga atau tidak yang jelas rasa takut itu terus menghantuiku.

Aku takut Bang Ical melihatku pasti dia akan marah besar padaku atau bahkan sampai menghukumku. Perasaanku mulai tak tenang ketika jarum jam menunjukan pukul 20.00 dan itu pertanda bahwa Bang Ical akan segera pulang.

Aku mengumpulkan segala keberanianku dan tak lupa aku menyiapkan sebuah alasan untuk persiapan jika saja Bang Ical bertanya. Untuk menyiapkan segala alasan itu otomatis aku harus berbohong. Dan, ini kali ketiga aku berbohong kepada keluargaku semenjak berpacaran dengan Fahmi.

Tok tok tok

Jantungku berdetak kencang ketika mendengar ketukan pintu dari luar kamar. Aku keringat dingin, napasku memburu, tidak tahu kenapa perasaan ini sangat tak tenang. Aku menarik nafas pelan, kemudian membuangnya perlahan.

"Udy, kamu di dalam?" suara itu. Itu suara Mama, bukan Bang Ical. Aku bernapas
lega setidaknya untuk detik ini aku bisa merasa lebih tenang.

"Udy," panggil Mama lagi dari luar pintu.

"Iya, Ma. Sebentar." jawabku sedikit berteriak. Kemudian, aku turun dari tempat tidur. Lalu, membukakan pintu.

"Kamu lagi ngapai, sih. Kok lama banget bukanya?" tanya Mama.

Aku tersenyum kikuk. "Emm, tadi Udy lagi di kamar mandi," jawabku berbohong
lagi.

"Pantas" ucap Mama. "Turun gih, makan malam bareng. Papa udah pulang juga,"
lanjut Mama lagi.

Aku mengangguk. Kemudian berjalan menuju lantai satu bersama dengan Mama.

"Bang Ical belum pulang, Ma?" tanyaku sedikit ragu.

"Belum. Tadi, Bang Ical nelpon katanya dia pulang agak telat. Karena, masih ada
pekerjaan yang belum selesai," jawab Mama.

Aku tersenyum lega. Setidaknya hari ini aku aman. Bang Ical akan pulang telat dan nanti ketika Bang Ical pulang pasti aku sudah tidur. Kalau pun, aku belum tidur aku akan berpura-pura sudah tidur. Ya, setidakanya ini bisa sedikit menolongku.

Aku dan Mama telah sampai di meja makan. Di sana, sudah ada Papa yang telah menunggu kehadiranku dan Mama.

"Kok lama?" tanya Papa.

Aku tersenyum. "Iya, tadi Udyy lagi di kamar mandi. Jadi, gak tau Mama manggil dari luar." sempurna. Ya, kebohonganku sangat sempurna. Aku seperti seorang yang sudah ahli dalam berbohong.

"Oh. Yaudah, yuk makan," ucap Papa. Aku menganggukkan kepalaku. Lalu, duduk di kursi yang ada di sebelah Papa dan menyantap makananku dengan tenang.

Suasana hening. Baik Papa, maupun Mama tak ada yang membuka suara. Mereka
terlihat menikmati makanannya. Begitu pun aku. Aku juga tak membuka suara, tetap fokus pada makanan yang ada di hadapanku.

Setelah menghabiskan makananku. Aku langsung meminta izin kepada Mama dan Papa untuk segera ke kamar, karena masih ada tugas yang belum aku selesaikan.

"Yaudah. Jangan tidur terlambat, ya." ucap Papa ketika aku meminta izin tadi.
Aku mengangguk kemudian tersenyum. Lalu, segera berlari kecil menuju lantai dua untuk segera sampai ke kamar.

Setelah sampai, aku langsung menutup pintuku tak lupa aku juga menguncinya. Kubaringkan tubuh di tempat tidur dan tak sengaja mataku melihat layar
handphone yang menyala. Aku langsung mengambilnya dan melihat notif di sana.

25 notif masuk.
10 panggilan tak terjawab dari Fahmi.
15 pesan baru dari Fahmi.

Tanpa ku sadari sebuah senyum tercetak di kedua sudut bibirku.

[] [] [] []


Kamu itu memang selalu berhasil membuat ku tersenyum, Mi.

BACKSTREET (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang