[10] Kebiasaan Baru

896 110 44
                                    

_____________________________________________

Saat sesuatu mampu membuatmu terbiasa, ia sudah mengambil bagian dalam hidupmu.
_____________________________________________

Aneh. Bagaimana Anka merasa perasaannya membaik setelah memberi mi gulung sosis ke Brav dan memakannya bersama kemarin. Saat itu, mereka tidak membicarakan apa pun. Hanya duduk berdua, makan, dan bercanda membahas apa saja, tapi bukan tentang omongan Anka yang membuat ekspresi Brav berubah.

Sejak awal, Anka merasa Brav tidak berniat membahas itu, melihat bagaimana cowok itu malah membicarakan perjalanan pulang yang terasa sepi baginya. Dari sana, Anka setuju dalam hati untuk tidak mengungkit masalah itu juga. Sebagai orang yang tidak mudah bercerita pada orang lain, dia paham betul situasi itu, dan memilih untuk membiarkan Brav sendiri dengan ceritanya. Bila cowok itu memang sudah mau bercerita, dia pasti akan melakukannya.

Kadang, Bora yang tidak mengerti dengan hal itu bertanya pada Anka, bagaimana bisa dia tidak memaksa orang untuk bercerita. Apa dia tidak penasaran? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Anka bertanya pada dirinya sendiri, dia begitu karena tidak peduli pada orang lain atau memang benar-benar mencoba mengerti. Tapi akhirnya dia yakin.

Bohong kalau Anka bilang tidak penasaran pada cerita orang, apalagi dengan perubahan seketika seperti kemarin. Namun, rasa tidak ingin dipaksa yang dia miliki jauh lebih kuat dari rasa penasarannya. Kalau dia tidak ingin dipaksa bercerita oleh orang lain, maka dia akan mengubur dalam-dalam rasa penasarannya. Dan sejauh ini, dia berhasil menjaga prinsip itu tanpa melanggar satu kali pun.

Anka mengedarkan pandangan, memperhatikan buku-buku yang tersusun rapi di depannya. Seperti kebiasaan, kakinya melangkah otomatis ke perpustakaan saat bel istirahat berbunyi. Kalau diingat-ingat, kebiasaan ini semakin meningkat intensitasnya sejak dia mendapatkan kotak makan yang sampai saat ini masih tidak diketahui siapa pengirimnya.

Omong-omong tentang kotak makan misterius, Anka jadi teringat beberapa tulisan di atasnya. Siapa pun yang memberikan itu, dia benar-benar sangat niat. Bukan hanya menyiapkan makanan, tapi menyusunnya dalam kotak makan dan bahkan menambahkan kata-kata yang tidak bisa dibilang biasa. Walau tidak tahu pasti, tapi Anka yakin, orang itu menulis semuanya sendiri, bukan mencomot quotes dari novel atau mengambil di internet.

Merasa tidak perlu terlalu lama memikirkan itu, Anka kembali berfokus pada buku-buku di hadapannya dan akhirnya mengambil satu novel yang menarik perhatiannya. Pay it Forward, novel yang kemarin Brav baca. Sebagai penegasan, Anka mengambil novel ini bukan karena penasaran dengan selera Brav, apalagi dengan pribadi cowok itu. Dia hanya merasa cocok saat membaca dua novel Emma Grace lainnya, dan merasa harus melengkapi bacaannya dari penulis satu itu.

Baru juga duduk di posisi yang biasa ditempatinya, Anka sudah merasa terusik dengan orang yang duduk di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Brav. Cowok itu datang dan duduk tiba-tiba, seperti biasa, dengan senyum kelewat lebar. Anka sampai takut mulut cowok itu akan robek karena tersenyum terlalu lebar.

"Gampang, ya, nyari lo," ujar Brav sambil melongok melewati pembatas di mejanya untuk melihat buku yang Anka baca. Matanya berbinar cerah saat mendapati buku yang kemarin dibacanya di tangan Anka. "Tukeran baca, ya? Oke!"

Tanpa menunggu respons dari Anka, Brav langsung berjalan menuju rak buku yang dia datangi kemarin. Novel dari penulis yang sama pasti akan ditempatkan bersebelahan, begitu perkiraannya, dan tepat. Dia menemukan novel Re-Write di bagian tengah rak itu. Tangannya sudah hampir menggapai novel itu, tapi ingatan akan kalimat yang diucapkan Anka kemarin menghentikan gerakannya. Tangannya mengatung di udara sekian detik. Berulang kali dia menarik napas, tapi akhirnya menggeleng-geleng. Dia masih belum sanggup.

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang