[31] Kembali

915 74 60
                                    

_____________________________________________

Sejauh apa pun pergi, ingatlah untuk kembali. Jangan sampai kehilangan diri.
_____________________________________________

Butuh hampir lebih dari sepuluh menit supaya kamar Bora bisa kosong. Anka terpaksa pura-pura tidur sejak tadi agar Bora dan ibunya mau meninggalkan ruangan ini. Mungkin mereka masih takut Anka akan melakukan hal yang membahayakan diri, makanya terus mengawasi sejak dia selesai membaca surat dari Inka.

Mau tidak mau, Anka menutup matanya dari tadi. Mencoba bersatu dengan gelap dan terlihat menikmati alam bawah sadar yang membuatnya terlelap, padahal nyatanya, pikirannya kalut. Sama sekali tidak bisa tenang. Semua kata-kata yang dibacanya di surat Inka terus berputar, seolah enggan keluar dari otaknya.

Kini, Anka yakin kamar Bora sudah kosong, dan keadaan sudah tergolong aman baginya untuk bisa membuka mata. Namun entah kenapa, kelopak matanya malah tidak mau terangkat, seolah menyatu begitu memang jauh lebih menyenangkan daripada menghadapi apa pun yang bisa terlihat di dunia nyata.

Perlahan, setetes air mata mengalir dari mata kiri Anka, menuruni pelipis hingga mencapai daun telinga. Pedih kembali menyerang dirinya. Kata orang, kalau air mata pertama menetes di mata kiri, itu air mata kesedihan. Anka tidak tahu masalah itu, yang dia tahu dengan pasti hanya Inka yang memenuhi pikirannya saat ini.

Saudara kembar terbaik yang pernah dimilikinya. Yang tidak pernah membandingkan satu sama lain, bahkan selalu menolong dan membelanya. Mungkin benar adanya kata-kata ini, orang baik yang akan dipanggil lebih dahulu oleh Tuhan, layaknya bunga yang lebih indah yang akan dipetik lebih cepat. Tetapi, itu tidak adil, kan? Mereka yang pergi tidak pernah tahu, seberapa dalam luka yang dipikul oleh mereka yang terpaksa bertahan.

Bunyi ponsel karena ada notifikasi masuk memaksa mata Anka untuk terbuka. Mesti enggan, dia tetap mengambil benda pipih itu. Bukan apa-apa, dia hanya tidak mau membuat lebih banyak lagi orang khawatir. Ibunya ada di sini, maka bisa saja ini pesan dari ayah atau kakaknya yang menanyakan keadaan. Dan menjawab secepat mungkin adalah cara terbaik yang bisa dilakukan Anka supaya tidak mengundang kehebohan berlebih.

bravendwip menyebut Anda dalam sebuah komentar.

Anka refleks mengernyit begitu notifikasi itu yang datang menyapa matanya. Dari sekian banyak orang yang terpikirkan untuk menghubungi, malah Brav yang muncul. Lewat Instagram dan menyebutnya dalam komentar pula? Rasa penasaran yang begitu mengusik itu membawa tangan Anka untuk menekan notifikasinya.

Gambar dandelion yang sudah hilang kira-kira seperempat dengan dominasi warna biru muncul di layar. Latar laut, gunung dan beberapa perahu juga batu besar yang terlihat di belakangnya dengan mode blur membuat foto itu terlihat begitu indah. Memberi kesan kuat dan menenangkan dalam waktu yang bersamaan. Namun, begitu mengalihkan pandangan ke arah caption, napas Anka tiba-tiba tertahan.

Terlihat begitu lemah dan rapuh dari luar. Akan langsung bercerai-berai ketika ditiup. Namun nyatanya, ia istimewa dengan caranya sendiri. Karena ia mati dan hancur untuk pindah ke tempat-tempat lain lalu kembali menjadi baru.

Dan gue yakin, lo itu kayak dandelion @zephanka. Lo bisa pindah dari tempat lo terpuruk dan jadi baru, karena lo istimewa.

 Lo bisa pindah dari tempat lo terpuruk dan jadi baru, karena lo istimewa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang