[14] Penyemangat Tanpa Nama

823 98 51
                                    

_____________________________________________

Kadang, orang harus bisa menertawai kegagalan untuk tahu cara menikmati hidup.
_____________________________________________

Suasana hati Anka belum juga membaik. Dia masih merasa harus menghela napas dalam-dalam setiap mengingat apa yang terjadi kemarin. Mungkin, bagi sebagian orang, nilai 68 dan remedial sekali bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai mengganggu suasana hati selama lebih dari sehari. Namun, bagi Anka, ini seperti pukulan besar.

Seharusnya, kalau sudah memilih jujur, Anka harus bisa melakukan yang terbaik dengan hasil maksimal, atau setidaknya, tidak memalukan. Supaya orang-orang yang berperilaku tidak jujur bisa melihat contoh yang benar, atau bahkan, lebih baik lagi bila tersadarkan karenanya. Tapi kalau begini kenyataannya, yang ada malah Anka, yang berusaha jujur, yang direndahkan oleh mereka yang berlaku curang. Dan itu menyakiti hatinya, seolah tidak akan ada hasil yang baik bila tetap melakukan sesuatu dengan jujur.

Begitu tiba di kelas, Anka langsung mengempaskan tubuh di kursinya. Hari ini dia sengaja berangkat sedikit lebih pagi, supaya Brav tidak menemukannya di depan rumah dan mengajak pergi bersama. Dan seperti pagi-pagi sebelumnya, tangan Anka refleks merogoh kolong mejanya dan menemukan kotak makan yang selalu mengisi tempat itu sekarang.

Saat kebenaran yang kamu bela mengecewakan, banggalah karena hatimu sudah berani memenangkan perdebatan dengan tepat.

Tulisan di atas kotak makan itu membuat Anka bergeming. Matanya masih terpaku di tiap huruf yang diketik di selembar kertas yang menempel di sana, meneliti tiap kata dan meresapi keseluruhan kalimat itu. Selama sekian detik, napasnya serasa dicuri dan detak jantungnya melonjak drastis. Kalimat sederhana itu membangkitkan sesuatu dalam diri Anka. Napasnya jadi memburu sekarang.

Orang itu mengungkit hal yang masih menguasai pikiran Anka saat ini. Bukan hanya membicarakannya, orang itu bahkan menelaah dengan tepat. Dia tahu bagaimana Anka berusaha mempertahankan prinsip yang diyakininya benar. Dia mengerti kekecewaan Anka karena hal benar yang dibelanya malah berbalik menjadi sesuatu yang buruk. Dan yang paling mengesankan, orang itu paham bagaimana perdebatan hati Anka ketika tetap berusaha jujur, saat semua orang di sekitarnya melakukan kecurangan.

Orang mana di dunia ini yang akan dengan tenang dan yakin melakukan kebenaran di tengah kecurangan, padahal ketidak jujuran itu jelas lebih menjanjikan hasil yang memuaskan. Anka juga seperti itu. Dia berusaha sangat keras untuk menahan diri kemarin, mempertahankan keyakinannya, yang akhirnya malah membuat dia terpuruk seperti sekarang. Namun, orang itu, yang masih tidak Anka ketahui identitasnya, mengatakan semuanya dengan tepat. Menyelami diri Anka, sampai tempat yang mungkin tidak bisa diketahui orang lain.

Tiba-tiba Anka teringat dengan sesuatu. Kertas yang dia temukan di novel Pay it Forward kemarin. Dia langsung merogoh tasnya dan mengeluarkan kotak pensil. Di dalam sana, kertas yang terlipat rapi seolah memanggil-manggil. Anka meraih kertas itu dan memandanginya sejenak. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada satu orang, satu nama. Dan kalau dugaannya benar, baik pemberi kotak makan tiap pagi atau pun orang yang menulis di kertas ini, adalah satu orang yang sama. Brav.

Tanpa menunggu lagi, Anka segera melarikan dirinya ke perpustakaan. Sebelum bel masuk, dia harus mengembalikan kertas itu ke novel tempat dia menemukannya kemarin. Anka mendorong pintu perpustakaan dengan tergesa dan menunduk berkali-kali untuk meminta maaf pada petugas yang menjaga di sana. Kakinya langsung memacu cepat ke rak tempat novel itu berada. Perlahan, dia membuka novel itu dan kembali menyelipkan kertas itu di halaman yang sama seperti yang dia temukan kemarin.

Bagi gue, hantu itu berupa penyesalan. Mau cerita lebih jelas tentang kegelapan dan keluarga?

Begitu yang Anka tulis di kertas itu sebagai jawaban. Dan kali ini, dia meninggalkan perpustakaan dengan perasaan lega dan senyum yang akhirnya bisa mengembang dengan tulus, bukan sekadar formalitas seperti kemarin.

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang