_____________________________________________
Mengakui perasaan memang bukan hal mudah. Selalu butuh keberanian besar untuk itu.
_____________________________________________Reksa dan Brav tidak pernah menyangka harus menghabiskan waktu bersama. Namun, Bora yang bilang ingin menghabiskan quality time berdua saja dengan sahabatnya membuat mereka berakhir seperti ini. Mengitari sekolah benar-benar tanpa tujuan jelas. Untung Brav orangnya banyak bicara dan asyik, jadi Reksa tidak merasa canggung atau aneh. Kalau boleh jujur, mungkin Brav bisa dibilang Bora versi cowok.
Saat melintasi deretan kelas seberang, mereka menemukan Akas sedang bersandar di salah satu pilar. Mereka saling menoleh dan sepakat dalam diam untuk menghampiri cowok itu. Setidaknya menambah satu orang mungkin bisa semakin mencairkan suasana. Brav hampir menepuk pundak Akas begitu mereka tiba, tapi Reksa menghentikannya.
Reksa mengedikkan dagunya, memberi isyarat bagi Brav untuk melihat ke arah yang sedang ditatap Akas dengan begitu serius, sampai tidak menyadari kedatangan mereka. Brav melongok dan menemukan Tisya yang sedang bercanda dengan teman-temannya di arah berlawanan. Dia mengangguk-angguk sekilas, mengerti maksud Reksa dan membiarkan Akas selama beberapa saat.
Ketika Tisya sudah menghilang dari pandangan dan membuat bahu Akas merosot, barulah Brav bersuara. "Kadang orang emang sering nggak sadar kalau lagi suka."
Akas terperanjat saat menoleh dan menemukan Reksa dan Brav sudah tersenyum penuh arti sambil menaik-naikkan alis mereka. Selama sesaat, Akas hanya terdiam. Tidak menemukan kata-kata untuk membalas omongan Brav, juga untuk meneliti dirinya sendiri.
Sebelum mendengar dan melihat dua orang ini, Akas memang sedang memperhatikan Tisya, karena ingatan akan beberapa hari ini melintas di otaknya. Dia ingat bagaimana Tisya bertingkah begitu ceria, dan menyebarkan semangatnya ke semua orang, termasuk Tyas. Cewek itu juga membuat adiknya banyak tertawa. Semua perhatiannya pada Tyas membuat Akas mau tidak mau mulai mengamatinya.
Dia anaknya seru banget, Kak. Aku udah lama pengen punya saudara cewek buat main bareng kayak gini, dan akhirnya sekarang bisa kesampaian. Walau dia yang terus deketin Kakak, tapi kayaknya nggak salah Kakak pertimbangin. Aku nggak masalah, kok, punya kakak ipar yang lebih muda.
Mungkin Tyas memang berkata seperti itu sambil tertawa, tapi Akas tahu itu memang keinginan hatinya. Sudah lama Akas tahu, kalau adiknya menginginkan saudara perempuan. Walau hubungan mereka sangat baik, tapi saudara dengan jenis kelamin sama sepertinya bisa membuat Tyas merasa lebih nyaman. Sejujurnya, itu yang membuat Akas berusaha lebih keras, untuk menjadi kakak terbaik bagi adiknya. Dan semua tentang adiknya ini memang membuat Akas lemah. Makanya, yang awalnya merasa terganggu, dia jadi mulai memikirkan Tisya dalam perspektif yang berbeda.
"Jadi ... kalian juga gitu?" tanya Akas akhirnya.
"Oh, jelas nggak! Dari awal, gue udah tau gue suka banget sama Bor Kecil," elak Reksa cepat.
"Gue juga. Pas pertama ngeliat Anka, udah langsung sadar kalau gue suka." Brav ikut menegaskan keadaannya. Siapa yang tidak tahu kenyataan ini, kalau sudah melihat bagaimana dia tidak berhenti mendekati Anka dari awal.
Awalnya Akas mengangguk-angguk, lalu memberi tatapan sengit. "Jadi omongan tadi cuma buat nyudutin gue?"
Reksa dan Brav spontan tertawa. Awalnya sih, bukan itu tujuan mereka. Tapi melihat bagaimana Akas, senior yang begitu berwibawa dan terkenal dalam hal memimpin jadi galau begini, siapa yang tahan untuk tidak menggoda. Sepertinya virus Bora sudah menyebar pada dua cowok ini, dan mulai sekarang Akas mungkin harus siap menerima banyak ledekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captivated!
Teen FictionSekuel dari DRAMA yang dipost di wattpad beliawritingmarathon. "Dari sekian banyak orang, kenapa harus dia?" Anka hidup dalam bayangan masa lalu yang terus membuatnya terlarut dalam penyesalan. Baginya, bayangan bisa mencekik begitu kuat, sampai ras...