[15] Melenyapkan Sepi

840 99 48
                                    

_____________________________________________

Tidak ada yang salah dengan sepi.

Hanya saja, ketika ia datang tiba-tiba setelah riuh keceriaan pergi, hampanya terasa cukup menyiksa.
_____________________________________________

Hari yang mereka tunggu akhirnya datang juga. Setelah menyusun rencana dengan matang, mereka berkumpul pagi-pagi sekali di rumah Bora, mengingat ini akhir pekan dan jalanan pasti akan sangat ramai. Seperti biasa, Reksa yang sampai paling pertama, walau rumahnya bukan yang paling dekat.

Setelahnya baru datang Anka, yang ditemani Brav. Anka bisa menghela napas lega karena Brav tidak bertanya lebih lanjut tentang dirinya yang berangkat duluan dan meninggalkan cowok itu. Hanya dengan alasan ada tugas piket, Brav mengangguk-angguk percaya dan melanjutkan perjalanan tanpa meneror dengan pertanyaan sejenis.

Sudah seperti ritual, Ardy akan mempersiapkan diri dalam waktu yang sangat lama setiap bertemu dengan Tyas. Sebagai catatan, selama-lamanya kakak Bora itu bersiap-siap, dia tidak akan pernah terlambat dan membiarkan Tyas menunggunya. Maka, begitu Tyas dan Akas akhirnya tiba, Ardy juga keluar kamar dengan wajah cerah.

"Semua udah siap?" tanya Akas memastikan. Tanpa komando, cowok ini mengambil alih memimpin di antara mereka. Sepertinya naluri pemimpin memang sudah melekat di diri Akas.

Semua mengangguk, kecuali Bora. Matanya menyipit lalu menyenggol siku Akas pelan. "Yang bilang mau jadi pasangan lo nggak ada, Kak? Nggak jadi bawa pasangan apa berniat cari yang lain aja?"

Lagi, ledekan Bora membuat semua orang mengulum senyum dan berusaha menahan tawa. Namun, kening Tyas berkerut karenanya. "Siapa yang mau jadi pasangan Kak Akas?"

Akas mengibas-ngibaskan tangan lalu memelotot ke arah Bora. "Nggak usah didengerin, Tyas. Kamu tau, kan, Bora anaknya suka ngeledek. Nggak usah dipercaya. Yuk!" ajaknya, berusaha mengalihkan pembicaraan sambil memegang kursi roda Tyas dan siap memutar balik.

"Biar gue aja," cegah Ardy. Akas mengangkat tangan, membiarkan Ardy mengambil alih tugasnya dan mendorong kursi roda Tyas ke arah pintu.

Mereka langsung sibuk mengatur posisi begitu tiba di depan mobil. Akas sudah jelas mengambil posisi di bagian kemudi, mengingat dia yang bertugas menyetir. Setelah perundingan yang sebenarnya cukup tidak penting, akhirnya mereka memutuskan untuk menempatkan para cewek di baris tengah. Reksa dan Brav di deretan belakang. Sedangkan Ardy di depan, karena harus memapah Tyas naik dan turun.

Perjalanan dimulai dan tanpa sadar, Akas menghela napas lega. Sebenarnya, sejak kemarin dia sibuk memikirkan Tisya, cewek yang tiba-tiba nongol di tengah-tengah mereka dan menawarkan diri dengan bangga untuk menjadi pasangannya. Dan saat Bora mengungkit masalah itu tadi, ada sedikit ketegangan di dirinya, tapi untung saja, cewek itu tidak benar-benar ikut dan membuatnya bisa tenang sekarang.

Untuk mencairkan suasana, Akas mengarahkan tangannya ke pemutar musik di mobilnya. Begitu radio dinyalakan, suara Bruno Mars yang ceria menghantarkan semangat yang sama kepada mereka. Tanpa bisa dicegah, suara-suara sudah bergema memenuhi mobil. Tidak lagi peduli dengan suara yang tidak enak didengar atau nada yang berantakan.

Oh, her eyes, her eyes make the stars look like they're not shining

Her hair, her hair falls perfectly without her trying

She's so beautiful and I tell her everyday

"Ikut nyanyi, Kak? Tapi ditujuin buat siapa? Emang ada?" tanya Bora bertubi-tubi, lalu dia terbahak. Entah kenapa, dia merasakan hasrat yang menggebu-gebu untuk meledek Akas dan membuat seniornya itu tidak berkutik sejak kemarin.

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang