[2] Batas Peduli

2.1K 160 239
                                    

_____________________________________________

Saat kau masih terus berusaha,
dia sudah tidak peduli.

Jangan berusaha terlalu keras untuk orang yang tidak ingin mempertahankanmu.

Jangan berusaha terlalu keras,
untuk menyakiti diri sendiri.
_____________________________________________

"Ankaaa!"

Teriakan Bora sudah terdengar jauh sebelum orangnya sampai di depan kelas Anka. Seisi kelas langsung menoleh ke arah pintu, membuat Andin yang berdiri di sampingnya harus memberi senyum permintaan maaf pada anak-anak itu, sedangkan Anka sendiri masih membereskan buku yang baru selesai dipelajari tadi. Bora melambaikan tangan dengan tidak sabar, menunggu Anka datang, dan langsung menggandengnya menuju kantin.

"Jung Hae In Oppa mau main drama baru. Akhirnya bisa ngeliat dia lebih lama." Bora menggoyangkan ponselnya dengan mata berbinar-binar. Dia sudah tidak sabar untuk memberi tahu berita ini dari tadi.

"Jadi second lead lagi dia?" Anka bertanya penuh antisipasi. Kalau jawabannya iya, mungkin dia tidak akan menonton drama itu. Biar nggak ikutan patah hati, katanya. Sudah cukup di drama While You Were Sleeping dia jadi second lead yang tersakiti tapi tetap tabah. Anka tidak sanggup lagi melihat wajah setampan itu harus kehilangan harapan.

Apalagi saat adegan Woo Tak memotret bayangannya dengan bayangan Hong Joo, dia masih ingat betul bagaimana reaksinya dengan Bora dan Andin saat menonton bersama. Mereka histeris, lalu menangis dramatis dan terlalu dilebih-lebihkan. Buat apa foto sama bayangan? Mending sama aku aja sini, Oppa, ujar ketiganya kompak.

"Nggak. Jadi first lead dia kali ini. Nggak bakal patah hati lagi," ujar Andin bangga. Akhirnya setelah menunggu lumayan lama, pujaan mereka bisa mendapat pemeran utama.

"Iya, tapi gue yang patah hati nanti." Bora pura-pura menangis sambil meremas seragam sebelah kiri atasnya.

Anka melirik sekilas lalu tertawa. "Yong, please ... lebay banget, sih."

"Beneran, Ka. Patah hati gue. Dia tuh ganteng banget, manis bangeett. Kayaknya Tuhan mood-nya lagi bagus banget deh pas nyiptain dia," ujar Bora sambil menatap foto Jung Hae In di ponselnya yang sedang tersenyum dengan senyum khasnya yang bisa jadi penyegar di segala suasana.

"Atau karena berhasil nyiptain maha karya macem oppa-oppa itu, mood Tuhan jadi bagus, Yong," timpal Andin tak kalah ngaco.

Mereka berdua tertawa, sedangkan Anka cuma bisa menggeleng-geleng. "Reksa lo tinggal?" tanya Anka setelah merasa harus mengganti topik pembicaraan demi menjaga kewarasan. Punya teman macam Bora dan Andin memang membuat Anka harus sering-sering mengingatkan diri. Tadi pagi saja dia sudah tertular penyakit Bora, kalau makin lengah, dia bisa ikutan gila dan tidak akan ada lagi penyelamat di antara mereka.

"Dia udah gue suruh ke kantin duluan. Nge-tag tempat, biasa. Lo taulah kantin kalau lagi istirahat gini berubah jadi sarang monster."

Mereka sampai di kantin dan membuktikan omongan Bora barusan. Luar biasa memang efek perut lapar. Orang yang biasanya kalem pun bisa ikut berubah jadi monster kayak yang dibilang Bora. Mereka menoleh ke sana-sini dan menemukan Reksa, Akas, dan Danny duduk di meja agak pojok.

"Masih usaha banget tu orang?"

Tanpa menyebut nama pun, Anka tahu omongan Bora itu merujuk ke Danny. "Nggak ada capeknya dikacangin, heran."

Captivated!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang